Kata para bijak, guru konon ditemukan oleh orang yang siap menjadi murid. Tapi pada kenyataannya banyak calon murid yang mengeluhkan tidak mendapatkan guru.
Keluhan ini terungkap dalan pikiran, kata-kata dan perbuatan. Jika begitu banyak yang ingin mencari guru, yang merasa siap menjadi murid, lantas kenapa ada keluhan sulit mendapatkan guru?
Apa hubungan kesiapan murid dan ketersediaan guru? Kalau demikian keadaannya maka, itu berarti kata-kata para bijak itu salah, hanya kata-kata dari pikiran yang lepas dari realitas?
Sesungguhnya tak ada yang salah, karena pikiran selalu berusaha mencari pembenar. Maka apapun alasan, kata-kata para bijak itu adalah benar karena dengan pikiran kita bisa carikan alasan agar itu menjadi benar. Agar kata siap menjadi murid terhubung dengan ketersediaan guru.
Mari kita cek kata kesiapan menjadi murid itu. Seandainya itu kita (saya) yang menyatakan kesiapan menjadi murid tentu saya sudah siap dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan waktu, tempat, biaya dan sistem pembelajaran yang akan diberikan. Misalkan saja saya ingin belajar bahasa Inggris, maka saya harus menyediakan waktu, biaya, memilih tempat dan sistem yang disepakati untuk belajar.
Untuk belajar bahasa Inggris, seorang calon murid, tidak akan terlalu ribet mengurus ini itu, asal ia mau melepaskan kepentingan pribadinya yang sangat spesifik untuk mengikuti kelas yang sudah ada dan diatur secara sistematis.
Itu kalau untuk belajar bahasa Inggris yang sudah umum diumumkan kepada umum. Lantas bagaimana kalau ingin belajar yang lain, yang tidak umum dan tak bisa diumumkan kepada umum?
Apapun pelajaran yang akan dipelajari oleh seorang yang menyatakan siap untuk menjadi murid, kata kuncinya adalah “melepaskan kepentingan pribadi yang sangat spesifik”. Kata kunci yang kelihatan sederhana inilah sesungguhnya harga mati bagi seorang pelajar. Karena jika seseorang mengaku belajar, tetapi belum memegang kata kunci ini, maka ia tak akan pernah bisa belajar dari apapun, dari siapapun, dan di manapun.
Tetapi jika kata kunci itu telah ada dalam genggaman, maka tak akan sulit untuk mendapatkan guru dan belajar. Misalkan saja di rumah atau di kantor, kita hidup dengan seseorang atau beberapa orang yang kerap menjengkelkan. Yang dilakukan selalu hal-hal yang bertentangan dengan kebiasaan kita.
Kita yang terbiasa kerja cepat, teratur, rasanya sulit menerima orang-orang yang bekerja lambat dan sembrono. Tapi kalau kita mau “melepaskan kepentingan pribadi yang sangat spesifik itu”, kita akan mendapatkan pelajaran. Mungkin pelajaran yang didapat bagi masing-masing orang untuk kasus yang sama akan berbeda, tetapi apapun pelajarannya pasti akan bermanfaat bagi yang siap untuk belajar.
Seseorang bisa saja mendapat pelajaran agar lebih semangat dalam bekerja, atau orang lain akan mendapat pelajaran agar lebih mencintai pekerjaan, atau juga bisa belajar untuk lebih pandai mengatur waktu.
Atau sebutkan di jalan kita melihat seseorang yang mengalami kecelakaan. Dari pada kita ikut mengumpati pelaku karena ngebut dan tidak mengindahkan keselamatan orang lain, kita bisa memetik pelajaran darinya, agar lebih tertib di jalan raya.
Kehidupan yang kita jalani dalam ruang, waktu dengan banyak hubungan yang melahirkan kondisi, situasi dan keadaan adalah ruang kelas terbuka dengan guru aneka rupa. Tinggal kita, menyediakan waktu dan ruang dalam hidup kita ( ruang pikiran, tubuh dan hati) untuk belajar, maka guru akan ada dengan sendirinya.
Dari satu kasus, satu peristiwa, akan melahirkan pelajaran-pelajaran berbeda bagi orang yang berbeda. Disinilah letak “kepentingan pribadi yang spesifik itu” yang sesungguhnya itu. Jadi lepaskan dahulu “kepentingan pribadi yang spesifik itu”, maka akan menemukan “kepentingan pribadi yang spesifik itu”.
Maka, tidak sulit menemukab guru. Guru akan ada dimana- mana, kapan saja asal kita benar-benar siap untuk belajar. (T)