Lestari alamku, lestari desaku, Di mana Tuhanku menitipkan aku. Nyanyi bocah-bocah di kala purnama. Nyanyikan pujaan untuk nusa, Damai saudaraku, suburlah bumiku. Kuingat ibuku dongengkan cerita. Kisah tentang jaya nusantara lama, Tenteram karta raharja di sana. (Gombloh)
DALAM Al-Quran untuk menggambarkan sebuah keadaan negeri tenteram kerta raharja, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr, istilah yang diambil dari firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebut Negeri Saba’ yang pada waktu itu indah dan subur alamnya, dengan penduduk yang selalu bersyukur atas nikmat yang mereka terima (https://almanhaj.or.id/4276-baldatun-thayyibatun-wa-rabbun-ghafur.html).
Sungguh bagi Kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Rabb) di kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan:) “Makanlah dari rizki yang dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepadaNya!’. Baldatun thayyibatun warabbun ghafûr”. (Saba’/ 34:15].
Gambaran lirik dan Kalam Ilahi ini, adalah gambaran tanah air tercinta Indonesia, seperti dituliskan, dilukiskan oleh banyak seniman dengan penuh kekaguman dan pujian. Seperti grup band legendaris tanah air, Koes Plus dengan lagu seri Nusantara-nya, pujian dan pujaan pada keanekaragaman budaya, alam, dan suber daya alam Nusantara.
Bila kita melihat sejarah dan peradaban Nusantara ini sangatlah termashyur ke seantaro bumi ini, sebuah hamparan kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil, yang ditumbuhi beragam pohon rempah-rempah, dan berbagai tanaman industri, karet, sawit, teh, kayu manis, dan lain-lain. Dan bumi tanahnya banyak mengandung aneka mineral dan bahan tambang. Negeri yang menjadi rebutan, bangsa-bangsa Eropa saking sangat kaya sumber daya alamnya.
Sebuah negeri impian yang Gemah Ripah Loh Jinaw, suatu keadaan yang sangat subur serta membawa kemakmuran, Tata Tentrem Kerta Raharja, suatu keadaan wilayah yang tertib, tenteram serta sejahtera dan berkecukupan.
Kedua kalimat tersebut merupakan satu kesatuan kalimat utuh yang merupakan refleksi dari makna suatu daerah yang subur, makmur, aman, tertib, tenteram, dan sejahtera. Mimpi almarhum Gombloh penulis dan penyanyi lagu Berita Cuaca, juga mimpi kita semua. Menurut dongeng dan kisah, jaya Nusantara lama yang tenteram kerta raharja.
Kenyataannya, anak negeri ini masih banyak yang terseok-seok untuk mendapatkan rizki di negeri gemah ripah loh jinawi ini. Pengelolaan sumber daya alam baik hutan, hasil bumi, laut, minyak, gas, dan aneka tambang belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh anak negeri ini.
Saatnya dalam Kebangkitan Nasional tahun, kita betul-betul harus berdaulat dalam hal pangan, minyak, dan gas alam cair. Singkatnya, pengelolaan sumber daya alam kita benar-benar menjadi suatu impian para leluhur kita agar negeri ini menjadi nyata sebagai negeri yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Kerta Raharja”.
Resonansi kalimat tersebut seakan-akan menyiratkan makna untuk mewujudkan dan memastikan “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Kerta Raharja” tidak hanya menjadi suatu gaungan semboyan kosong, namun sebagai doa juga harapan untuk Indonesia.
Dimulai dari suatu langkah kecil untuk menggapai impian besar, dimulai dari desa yang menjadi struktur pemerintahan terkecil untuk mewujudkan daerah subur, makmur, aman, tertib, tenteram, dan sejahtera. Persembahan dari desa untuk Indonesia, demi mewujudkan pilar harapan untuk Indonesia Emas 2045 (https://baroedaktatanen.org/2021/04/21/gemah-ripah-loh-jinawi-tata-tentrem-kerta-raharja/).
***
Semboyan hanya sebuah kalimat indah, jika tidak melakukan langkah konkret untuk memaknai dan mewujudkannya. Kondisi ideal dari suatu tempat tinggal, seperti negeri dongeng yang memberikan apa saja yang diinginkan penghuninya.
Kondisi ekonomi yang sangat baik, merata adil dan makmur karena ditunjang oleh kesuburan tanahnya. Keadilan merata sehingga kehidupan masyarakat amat sejahtera dan tenteram tidak ada gejolak yang mengarah pada tindak kekerasan atau anarkisme, semua bersuka cita, dalam kondisi bahagia. Mimpi semua anak Ibu Pertiwi. Mungkinkah Indonesia mencapai masa keemasan seperti itu, semuanya sedang berproses menuju kesana. Insya Allah.
Sebagai masyarakat agraris, nenek moyang kita menyadari bahwa sumber daya alam Indonesia begitu kaya, sehingga mereka memilih menempati lembah-lembah subur yang ada di Indonesia untuk bercocok tanam. Mengolah lahan pertanian yang subur merupakan keterampilan yang telah dimiliki oleh masyarakat sejak zaman dahulu.
Ketika lahan tidak lagi menguntungkan, maka mereka akan berpindah membuka lahan baru yang lebih subur, maka terjadilah tradisi ladang berpindah. Ketika hutan masih luas, tanah subur terbentang tak bertuan masyarakat dapat dengan leluasa merabas hutan untuk pertanian tanpa suatu masalah. Benar-benar gemah ripah loh jinawi itu ada, apalagi hutan juga menyediakan berbagai kebutuhan hidup: kayu bahan bangunan, daun atap rumah, rotan untuk aksesories, umbi-umbian, buah-buahan bahkan sayuran, sungai dengar air jernih dipenuhi ikan dan udang (https://phdi.or.id/artikel/gemah-ripah-loh-ginawe-kita-usahakan-sejahtera).
Gambaran kondisi demikian itu juga dilukiskan dalam Kakawin Ramayana, saat Sri Rama ditemani Laksamana menyusuri hutan dalam pencarian Dewi Sita yang diculik Rahwana. Sepanjang perjalanan dikisahkan Sri Rama dan Laksamana melewati hutan yang subur yang dipenuhi dengan bunga-bunga, buah-buahan dan beraneka sayuran. Air sungai yang jernih untuk melepas dahaga, berbagai jenis ikan yang terdapat di dalamnya yang kaya akan manfaat bagi tubuh, sungguh pemandangan yang menajubkan yang telah dilukiskan oleh Empu Yogiswara di masa silam.
Empu Yogiswara menggambarkan tentang kepuasan batin melalui pemandangan alam yang ia jabarkan. Di sana ia juga menyampaikan pengetahuan tentang tanaman dan berbagai jenis ikan yang bermanfaat bagi tubuh. Ada rasa kagum, bahagia dan bersyukur melihat gambaran alam yang demikian bersahabat dengan manusia. Seolah alam telah menyediakan berbagai kebutuhan manusia (https://phdi.or.id/artikel/gemah-ripah-loh-ginawe-kita-usahakan-sejahtera).
Hidup selalu mengalami perubahan, dari satu keinginan sederhana sampai yang paling kompleks membawa manusia untuk selalu berbuat memenuhi berbagai keinginannya. Keinginan manusia yang semakin kompleks, mendorong perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi. Tanah subur saja tidak cukup, atau melimpahnya hasil tambang di bumi nusantara ini pun tidak cukup lagi untuk memuaskan keinginan manusia.
Tanah-tanah subur tidak lagi tersedia, sungai tidak lagi mengalirkan air yang jernih dan ikan-ikan telah banyak yang punah, hutan telah menjadi gundul. Semua terjadi begitu singkat akibat keserakahan manusia yang mengumbar nafsu demi mengumpulkan harta, lupa melestarikan alam. Hal ini yang ditangisi Gombloh dalam lagu “Berita Cuaca”, mengapa tanahku rawan kini? Bukit-bukit pun telanjang berdiri, Pohon dan rumput enggan bersemi kembali. Burung-burung pun malu bernyanyi.
Semoga Indonesia menjadi negeri yang diberkahi Allah dan menjadi negeri “baldatun Thoyyibatun warabbun Ghaffur”. Lestari alamku, lestari desaku, lestari Negeriku. Selamat Hari Kebangkitan Nasional. [T]
Penulis: Ahmad Sihabudin
Editor: Adnyana Ole
- BACA artikel lain dari penulisAHMAD SIHABUDIN