HARI Suci Galungan tiba, hari kemenangan Dharma melawan Adharma dalam keyakinan Agama Hindu yang dimunculkan dalam perilaku nyata dengan merayakan dengan penuh kegembiraan. Hari Suci ini datangnya 210 hari sekali. Berbagai rangkaian upacara kita gelar untuk membuktikan sradha dan bhakti kita kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dalam rangkaian Hari Suci Galungan kita melihat ada yang unik dan penuh dengan pemaknaan. Seperti misalnya diawali dengan sugihan jawa, sugihan bali, penyekeban, penyajahan, penampahan sampai pada Galungan. Dalam kegiatan Galungan banyak yang menjadi simbol perayaannya salah satunya adalah penjor.
Segala kemeriahan ini sebagai simbol bagaimana ritual yang dilakukan umat kita untuk melakukan pemujaan besar (Piodalan Jagat) menuju pada kemakmuran.
Dalam Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I –Ix, dinyatakan bahwa Penjor adalah simbul Gunung Agung. Segala pala bungkah, pala gantung dan sajen pada sanggar Penjor, melambangkan persembahan terhadap Bhatara di Gunung Agung (Bhatara Giri Putri). Dengan adanya Gunung timbullah kemakmuran.
Dalam penjabaran keputusan ini teranglah bahwa penjor adalah sarana yang sangat penting dalam pelaksanaan hari suci Galungan. Pernyataan bahwa penjor sebagai simbul gunung agung, mungkin maksudnya adalah bahwa penjor sebagai salah satu sarana yang sangat penting sebagai sarana ritual untuk melakukan pemujaan kepada Para Dewa yang bersthana di Gunung Agung. Tentunya dengan berbagai sarana alam yang digunakan dalam pembuatannya.
Hal inilah yang menyebabkan bahwa isi dalam pembuatan penjor dalam rangka Galungan hendaknya mengikuti Keputusan kesatuan tafsir ini agar tidak terlalu melenceng dalam pembuatannya. Memang dewasa ini kita mengenal dua jenis penjor.
Pertama, Penjor Upakara. Penjor ini merupakan penjor yang digunakan untuk setiap pelaksanaan upacara. Hal ini bisa kita lihat apabila ada pelaksanaan upacara ngusaba di berbagai desa adat maka penjor yang mesti dibuat adalah penjor upakara yang memang berisi berbagai sarana penting dan wajib untuk kita gunakan sesuai dengan penghasilan tegalan dan kebun kita. Isi alam seperti pala bungkah, palawija, palagantung, palarambat dan berbagai tumbuhan lain sebagai simbol kemakmuran.
Kemakmuran diperlihatkan dengan segala hasil bumi yang kita hasilkan. Artinya apapun yang kita hasilkan di kebun kita, lalu itulah yang kita persembahkan dalam rangkaian penjor, hal ini akan memberikan nilai baik dan kepuasan tersendiri.
Kedua, penjor dekorasi. Penjor ini adalah penjor yang dibuat bukan untuk kebutuhan upacara, namun dibuat atas dasar unsur keindahan untuk menambah keindahan sebuah upacara seperti pada dekorasi pada umumnya. Biasanya untuk menimbulkan keindahannya, maka penjor ini diisi hiasan yang terbuat dari stereoform dan bahan plastik lainnya. Jika kita lihat perkembangan kini, maka penggunaan plastik dan alat-alat lainnya yang mengandung unsur plastik mesti dikurangi mengingat Perda Provinsi Bali yang menyatakan agar kita mengurangi timbunan sampah plastik.
Dalam artian penjor untuk pelaksanaan Galungan hendaknya dibuat sedemikian rupa dengan menggunakan alat-alat yang alami yaitu segala isi alam yang kita hasilkan. Seperti misalnya daerah yang banyak menghasilkan padi, maka padilah dipersembahkan dalam pembuatan penjor. Demikian halnya daerah penghasil jagung, buah-buahan, palawija dan sebagainya, hendaknya itulah yang digunakan dalam pembuatan penjor. Hal ini akan menambah khazanah penjor yang ada, dimana setiap daerah akan membuat penjor sesuai dengan penghasilan kebunnya masing-masing, dan inilah sebagai aplikasi Galungan sebagai Piodalan jagat.
Sebaiknya penjor Galungan dibuat dengan sederhana, ditengah negara kita sedang menerapkan efisiensi anggaran, jangan sampai menghasilkan pemikiran negatif, ditengah negara sedang berkebutuhan namun kita melakukan yadnya secara jorjoran, yang bahkan jauh dari makna sebenarnya. Penjor dibuat dengan menyiapkan berbagai bahan dari alam.
Dalam filosofis kemakmuran, maka kita mengenal Naga Basuki sebagai simbol kemakmuran. Bentuk penjor pun dibuat dengan filosofis ini, yaitu bagaikan naga, lengkap dengan berbagai bagian tubuhnya. Keseluruhan “tubuh naga” tersebut disusun dari bahan dan cara penyusunan sebagai berikut. Bambu, Bambu adalah bahan utama membuat penjor sebagai simbol badan naga dan juga sebagai symbol dari Dewa Brahma.
Lalu kita menggunakan janur muda dimana janur ini sebagai perlambang kulit naga. Selanjutnya adalah dedaunan. Dedaunan ini ibarat rambut naga dan menjadi simbol dari Dewa Sangkara. Selanjutnya adalah hasil bumi dimana tempat menaruh hasil bumi menjadi lambang perut naga (biasanya dibuat menyerupai endongan/tas dari jejahitan janur), lalu segala hasil bumi yang ada didalamnya melambangkan Dewa Wisnu.
Selanjutnya adalah menggunakan sampian penjor. Sampian penjor ibarat ekor naga dan menjadi lambang dari Parama Siwa. Kelengkapan lainnya adalah sanggah penjor,Sanggah penjor berupa hiasan di bawah pangkal penjor sebagai simbol kepala dan mulut naga yang dibuat dari anyaman bambu yang berbentuk setengah lingkaran atau disebut dengan Sanggah Ardha Candra.
Selanjutnya adalah menggunakan kain putih kuning, Kain ini sebagai wastra yang melambangkan Dewa Mahadewa dan Dewa Iswara.
Kalau kita rangkai semua alat itu kurang lebih sebagai berikut. Pertama-tama bentuk bambu yang sudah dipilih mempunyai ujung melengkung. Bambu yang melengkung menjulang tinggi ini, menjadi media dasar untuk menempatan semua sarana dan hiasan yang akan dipasang pada penjor.
Setelah rangka bambu disiapkan, selanjutnya lilitkan janur muda yang sudah diambil lidinya di semua bagian pada badan bambu. Pada pangkal badan bambu ditambahkan dedaunan, biasanya menggunakan daun kelapa. Daun kelapa untuk membuat hiasan di bagian atas penjor. Berbagai hasil hasil bumi tersebut akan ditempatkan pada ruangan yang berada di atas pangkal bambu. Jenis hasil bumi tersebut adalah bungkah (umbi-umbian), pala gantung (buah kelapa dan pisang), serta palawija (tebu, jagung, dan padi).
Pasang pula bunga, buah, atau hiasan lainnya di sepanjang penjor. Bisa menggunakan warna-warna cerah dan variasi hiasan untuk membuatnya semakin menarik. Lalu ada sampian yang berisi canang sari dan porosannya. Tempat menaruhnya di ujung lengkungan bambung dan digantung.
Selanjutnya sanggah juga dihias dengan ujung janur yang menyerupai janggut naga. Terakhir, kain putih kuning akan disematkan di kanan kiri penjor yang berisi hiasan bunga. Demikianlah sekiranya penjor yang kita gunakan sebagai pelengkap Hari Suci Galungan. Yadnya yang sederhana tetapi sarat makna. Rahajeng rahina suci galungan dengan penjor yang sederhana dan sarat makna. [T]
Penulis: IK Satria
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: