INSTITUT Seni Indonesia (ISI) Denpasar, yang kini sudah bisa disebut sebagai ISI Bali, memiliki guru besar dalam ranting ilmu/kepakaran Linguistik Kebudayaan. Guru esar itu adalah Prof. Dr. Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S., M.Hum., M.Sn.
Dewi Yulianti dikukuhkan dalam acara Karma Citta Waskita (Inagurasi dan Sapa Publik Guru Besar Anyar), Sidang Terbuka Senat Akademik Institut Seni Indonesia Bali, Kamis, tanggal 20 Pebruari 2025, di Gedung Citta Kelangen kampus setempat.
Acara inagurasi dan sapa publik berlangsung hidmat dan penuh suka cita yang dihadiri oleh Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang, Ida Mpu Jaya Brahmananda, Anggota Dewan Penyantun Institut Seni Indonesia Bali, Ketua, Sekretaris, dan anggota Senat ISI Bali, Rektor ISI Bali beserta jajaran Wakil Rektor serta seluruh pejabat struktural ISI Denpasar, dosen dan tenaga kependidikan ISI Bali, Guru Besar Universitas Udayana, dan Guru Besar Undiknas,
Hadir juga Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, budayawan, seniman, dan keluarga serta kerabat guru besar anyar ISI Bali.
Selain Dewi Yulianti, Rektor ISI Bali, Prof. Dr. I Wayan Adnyana, S.Sn., M.Sn. juga mengukuhkan empat Guru Besar lainnya yang juga dikukuhkan pada hari itu, yaitu Prof. Dr. Hendra Santosa, SSKar., M.Hum., Prof. Dr. Anak Agung Gde Bagus Udayana, S.Sn., M.Si., , M.Sn., Prof. Dr. Drs. I Wayan Karja, MFA., Prof. Dr. Drs. I Ketut Muka Pendet, M.Si.
Rektor ISI Bali Prof. Wayan Adnyana dalam sambutannya mengatakan bahwa kelima guru besar anyar kebanggaan ISI Bali ini secara gigih berjuang untuk mendapatkan jurnal bereputasi serta syarat lainnya hingga didandani jubah guru besar dan diharapkan menjadi inspirasi dosen lainnya.
Dalam orasi ilmiahnya, Dewi Yulianti mengangkat judul “Daya Bahasa dalam Praktik Budaya, dari Pragmatis hingga Magis” dengan analisis praktik budaya dalam seni pertunjukan drama tari The Blessing of Siva-Visvapujita yang digarapnya saat studi S2 pada Program Studi Seni Program Magister ISI Bali tahun 2024.
Bahasa sebagai jantung kehidupan manusia menggambarkan betapa pentingnya bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebagaimana jantung memompa darah untuk memastikan tubuh berfungsi, bahasa juga “memompa” ide, emosi, dan informasi dalam interaksi manusia. Cara berbahasa akan membuat orang jatuh hati atau malah benci pada kita.

Prof. Ni Ketut Dewi Yulianti dan Rektor ISI Denpasar Prof. Wayan Adnyana | Foto: Dok. Yulianti
Pada akhir orasi ilmiahnya, Dewi tidak dapat menahan air mata haru. Tampak juga beberapa hadirin ikut menangis menyimaknya ketika Dewi mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Ida Bhatara/Bhjetari yang melinggih, melingga ring Pura Padma Nareswara ISI Bali dan semua pihak yang telah mendukungnya hingga sampai pada jabatan akademik tertinggi.
Bagian paling mengharukan adalah ketika Dewi mengungkapkan rasa terima kasih kepada kedua orang tua dan kedua anak-anaknya, I Gst Ayu P. Jesika Sita Devi N., S.S., M.Hum. dan I Gst Bagus Krisma Surya Deva N. atas ketulusan, cinta kasih dan perhatian yang selalu diberikan dan pencapaian tertinggi sebagai Guru Besar dipersembahkan untuk mereka.
Seperti melati menebar wangi dan tulasi menghalau ambisi, Dewi berharap setiap kata yang diucapkan mengalir dan menyentuh hati. Dewi juga megajak hadirin untuk selalu berada di jalan bhakti dan tetap memegang prinsip hands in work, heart in God dalam bekerja.
Untuk selalu menjadi rendah hati Dewi mengutip quote dari Benjamin Franklin, yaitu An investment in knowledge pays the best interest dan mengajak hadirin untuk menginvestasikan waktu dan segala yang dimiliki untuk terus belajar dan belajar mengejar pengetahuan. [T]
Reporter/Penulis: Budarsana
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: