SENANDIKA
- untuk I Made Aditya Nugraha Putra
pada sebuah lingkaran duka
kau menyalakan dendam
dibikin dari api ketakutan
masa lalu kehilangan alamat
rumah sakit jiwa
bercak-bercak lukamu telanjur dikenali
sementara kau tak mengenali siapapun
sunyi perjalananmu
seperti tagihan obat-obat mahal
tak sempat dilunasi
ibu berwarna biru. terjatuh berkali-kali
saat menemanimu
mencari ayah dalam kertas silsilah
serupa menelusuri kota
yang hilang
dalam peta dunia
ZAT ADIKTIF
alkohol
membusuk pada lambung bapak
keinginan balas dendam
melarutkan diri sebagai intisari
kehidupan
bapak merahasiakan
cerita yang telah lama menyala
seperti zat adiktif
dibakar api ketidakpercayaan diri
memar kaki bapak
berjalan di atas
kesakitan yang tak memiliki penawar
berbotol musim telah tumpah
pada rumah kecil keluarga
yang tak siap menerima
kabar besar
ROTASI
I
waktu mengeras dalam kamar
sunyi menyublim kala purnama
menerangkan nama yang
tersimpan dalam gelap lemari:
mayat hidup berkalung azimat
di depan ada cermin menyembunyikan
bayangan tubuh, menyisakan rahasia
tentang segala muasal yang ganjil
berserakan bersama kehancuran
yang telah terlalu lama menetap di ini kampung.
II
suara kecil, pemandangan kecil,
mimpi kecil, kampung kecil
kapan akhir akan bermula!
tubuh membatu
di dalam waktu
hidupkanlah kata-kata
agar sepi yang bermuka-muka
terlepas dari kewajiban—
PASIR CAHAYA
- untuk Tara Febriani Khaerunnisa
pungut aku kala purnama mengancam
dan pertarungan tak menghasilkan
siapa yang menang, siapa yang kalah
setelah itu kau harus kembali meletakkanku
agar aku bisa memberikan cahaya
kepada segala yang ingin melihat
meski dari lubang kecil kerang
serupa kebahagiaan muka pelaut
setelah lama tak pulang ke
rumah yang dihimpit hotel
membuat tegak tubuhmu perlahan menghilang
bintang-bintang kecil terjatuh
meninggalkan cahaya susut
pohon waru, hampir patah silsilah keluarga
akan kau dengar sayup bekas pertengkaran yang memaksaku
menyebar dengan sunyi ke garis pantai—
mimpiku yang terjadi setiap hari
harus kau ceritakan pada anak-anakmu
sebelum kau menjadi abu dan menyatu denganku
menyusuri pulau-pulau baru
LUNARIAN
di palung desember
“bulan akan tetap mengendalikanku,” katamu
kau telah menyembunyikan keinginan-keinginanmu
di antara hujan yang ragu-ragu dan terik matahari yang kaku
kau tidak akan melihat ke belakang
seperti rumah yang mengabaikan tanah sempit
dan pohon yang merindukan lengang angin
kau bergegas. komet malam menjemputmu
batas tak lagi menjadi pertanyaanmu yang tak kunjung selesai
berangkatlah, tidak ada masa depan
di mataku. hanya kekosongan berdiam diri
menelusuri napas terakhirmu
sebagai satu-satunya alat balas dendam
Penulis: Gilang Sakti Ramadhan
Editor: Adnyana Ole
- Baca PUISI LAIN dari penyair Indonesia