PERNYATAAN Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Dikti-Sainstek) tentang transformasi pendidikan tinggi di Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pembangunan berkelanjutan. Transformasi ini mencakup perubahan dalam pola pikir, pendekatan pembelajaran, serta sistem pendidikan yang bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yang lebih siap menghadapi tantangan global. Seiring dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), transformasi pendidikan tinggi menjadi sangat penting untuk memastikan Indonesia dapat berkontribusi secara maksimal dalam mencapai tujuan tersebut. Meskipun demikian, implementasi kebijakan ini masih menghadapi berbagai kendala yang memerlukan perhatian serius.
Salah satu tantangan utama dalam melaksanakan transformasi pendidikan tinggi adalah keterbatasan sumber daya yang tersedia. Infrastruktur pendidikan yang memadai, pendanaan, serta kapasitas institusi pendidikan dalam menyediakan fasilitas dan program yang mendukung pendekatan transformatif masih menjadi permasalahan. Selain itu, minimnya integrasi lintas sektor turut menjadi penghambat dalam pencapaian tujuan SDGs melalui pendidikan. Integrasi antara sektor pendidikan, pemerintahan, industri, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Tanpa adanya kolaborasi yang efektif, keberhasilan transformasi pendidikan tinggi akan sulit tercapai.
Lebih lanjut, kesiapan peserta didik dan institusi pendidikan dalam mengadaptasi pendekatan transformatif juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Pendekatan pendidikan transformatif yang berfokus pada perubahan pandangan dunia dan peningkatan kesadaran terhadap isu-isu global tidak dapat diterima dengan mudah oleh semua pihak. Beberapa peserta didik dan pengajar mungkin mengalami kesulitan dalam menerima atau menerapkan perubahan ini, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, yang masih menghadapi tantangan dalam hal pemahaman dan penerimaan terhadap pendekatan baru dalam pendidikan.
Pendekatan pembelajaran transformatif yang pertama kali diperkenalkan oleh Jack Mezirow pada tahun 1970, menawarkan sebuah metode yang mampu merubah cara berpikir peserta didik secara fundamental (Mezirow, 2009). Pembelajaran transformatif berfokus pada refleksi diri dan pemahaman mendalam terhadap pengalaman, nilai-nilai, serta sistem kepercayaan yang ada. Melalui pendekatan ini, peserta didik diharapkan dapat mengkaji ulang pandangan dunia mereka, menyadari perbedaan perspektif, serta mengembangkan kesadaran tentang pentingnya isu-isu global, seperti lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Melalui transformasi pemikiran ini, peserta didik diharapkan dapat berperan aktif dalam mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Pendidikan tinggi yang mengadopsi pendekatan ini akan memfasilitasi peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif, serta siap untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Di sinilah peran penting pendidikan tinggi dalam menciptakan pemikir-pemikir yang tidak hanya kompeten dalam bidangnya, tetapi juga memiliki kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi.
Pendidikan tinggi memiliki peran strategis dalam mengembangkan pengetahuan, penelitian, serta teknologi yang dapat membantu mewujudkan solusi terhadap tantangan global yang kompleks, seperti perubahan iklim, kemiskinan, ketimpangan sosial, dan ketahanan pangan. Melalui riset dan pengembangan, pendidikan tinggi dapat memberikan kontribusi nyata dalam mencari solusi yang inovatif dan berkelanjutan.
Sebagai contoh, sektor pendidikan tinggi di Indonesia dapat berperan dalam pengembangan teknologi ramah lingkungan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui pengentasan kemiskinan. Pendidikan tinggi juga dapat memfasilitasi kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender, perlindungan hak asasi manusia, dan pembangunan sosial yang inklusif. Untuk itu, institusi pendidikan tinggi harus dapat menyediakan program studi yang relevan dengan kebutuhan global dan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi untuk memberikan solusi terhadap isu-isu tersebut.
Salah satu pendekatan penting yang mendukung transformasi pendidikan tinggi dalam konteks pembangunan berkelanjutan adalah Education for Sustainable Development (ESD) atau pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. ESD merupakan bagian dari inisiatif yang tercantum dalam Resolusi Majelis Umum PBB yang mencanangkan Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (DESD) (UNESCO, 2005). Melalui ESD, peserta didik didorong untuk mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan dalam setiap aspek kehidupan mereka, sehingga mereka dapat menjadi agen perubahan yang aktif dalam mencapai SDGs.
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab institusi pendidikan tinggi, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah. Kolaborasi lintas sektor ini sangat penting untuk memastikan bahwa tujuan SDGs dapat tercapai secara optimal. Dalam hal ini, pendidikan tinggi berfungsi sebagai motor penggerak dalam menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan.
Transformasi pendidikan tinggi merupakan langkah strategis yang sangat penting untuk memastikan bahwa Indonesia dapat berkontribusi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Meskipun pelaksanaan kebijakan ini dihadapkan pada berbagai kendala, seperti keterbatasan sumber daya dan kesiapan peserta didik, pendidikan tinggi tetap memegang peranan penting dalam menciptakan solusi inovatif untuk pembangunan berkelanjutan. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (ESD) menjadi salah satu pendekatan yang dapat menghubungkan pendidikan tinggi dengan tujuan SDGs, dan membentuk generasi yang mampu menghadapi tantangan global dengan penuh tanggung jawab.
Daftar Pustaka:
Mezirow, J. (2009). An Overview of Transformative Leaning. Contemporary Theories of Learning: Learning Theorists in Their Own Words, 90–105.
UNESCO. (2005). International Implementation Scheme. United Nations Decade of Education for Sustainable Development (2005-2014), 1–31. http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001486/148654E.pdf