PADA hakikatnya kegiatan berwisata merupakan hak setiap orang. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Disebutkan, setiap orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata.
Undang_undang tersebut menjadi landasan hukum atas kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata. Dengan demikian berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia. Tidak boleh ada diskriminasi dalam berwisata; baik karena faktor usia, jenis kelamin, maupun suku bangsa.
Meski demikian faktor usia sering menjadi pertimbangan dalam penjualan produk wisata. Mengingat saat ini pasar wisata didominasi oleh kelompok usia muda, yaitu generasi Z dan milenial. Sedangkan kelompok lanjut usia (lansia) kurang begitu dilirik pelaku wisata.
Sesungguhnya kelompok lansia merupakan wisatawan potensial. Mereka adalah Baby Boomer yang berusia 56 – 74 tahun. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2021, jumlah lansia di Indonesia mencapai 10,8 persen atau sekitar 29,3 juta jiwa. Angka tersebut diperkirakan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 19,9 persen pada tahun 2045
Wisata lansia karenanya potensial untuk dikembangkan di Indonesia, mengingat setiap tahun jumlah Baby Boomer terus meningkat. Angka harapan hidup yang juga meningkat, membuat wisata lansia layak dikembangkan untuk memanjakan para Baby Boomer itu.
Nostalgia
Selama ini wisata lansia belum digarap secara serius. Anggapan bahwa lansia mengalami stagnasi dalam kehidupan atau lebih suka tinggal di rumah telah mengalami perubahan, seiring dengan perbaikan gizi dan kesehatan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh sebab itu, lansia dapat menjadi pangsa pasar wisata yang potensial untuk digarap. Para lansia, termasuk di dalamnya para pensiunan, memiliki waktu luang yang banyak dan dana yang cukup untuk melakukan perjalanan wisata.
Banyak produk wisata dan pilihan daya tarik yang dapat ditawarkan untuk memanjakan para lansia. Salah satunya adalah paket wisata nostalgia atau yang dikenal dengan wisata nostalgic gateways. Kelompok lansia adalah kaum yang nostalgik, suka pada kenangan masa lalu. Kenangan itu bisa berupa tempat, peristiwa, maupun kuliner.
Yogya, Solo, Surabaya, Bandung, adalah kota-kota di pulau Jawa yang sering menjadi tempat kenangan bagi para lansia. Kota-kota tersebut merupakan tempat nostalgia ketika para lansia pernah mengunjunginya di masa muda atau pernah mengenyam kuliah. Sehingga tempat seperti jalan Malioboro di Yogya, Keraton Solo, jalan Tunjungan di Surabaya, jalan Braga dan jalan Asia Afrika di Bandung merupakan nostalgic gateways bagi lansia.
Kuliner khas suatu daerah juga merupakan bagian dari nostalgia masa lalu para lansia. Gudeg Yogya merupakan kuliner yang wajib diburu lansia ketika berwisata ke Yogya. Nasi Liwet dan Selat Solo kuliner yang penuh kenangan ketika berkunjung ke Solo. Begitu juga Ayam Betutu dan Sate Lilit Bali dapat mengundang kenangan bagi wisatawan lansia.
Faktor Risiko
Menggarap lansia sebagai bagian dari paket wisata tentunya tidak sama dengan wisatawan kelompok muda. Para Baby Boomer itu perlu dimanjakan dalam perjalanan wisatanya. Oleh karena itu penting untuk diperhatikan beberapa faktor risiko ketika kelompok usia tua itu berwisata.
Pertama, daya tahan fisik lansia. Rencana perjalanan wisata lansia dengan usia muda tentu berbeda. Para lansia menjadikan aktivitas berwisata untuk mengisi waktu luang dan rekreasi, sehingga objek wisata yang penuh tantangan kurang diminati.
Kedua, berkaitan dengan durasi wisata maupun lama tinggal di destinasi. Para lansia biasanya menghabiskan waktu tidak terlalu lama di satu obejk wisata serta menginap tidak terlalu lama di satu destinasi. Oleh karena itu paket wisata yang menawarkan durasi waktu panjang juga kurang diminati.
Ketiga, pilihan objek wisata. Faktor kenyamanan dan keamanan objek wisata menjadi prioritas bagi lansia untuk berwisata. Mereka kurang menyukai objek wisata yang terlalu ramai atau dipadati wisatawan.
Objek-objek yang menjadi pilihan seperti taman, desa wisata, tempat bersejarah, museum, pusat kerajinan, dan tempat kuliner yang menyajikan menu khas. Selain itu wisatawan lansia juga biasanya menghabiskan waktu luangnya di satu destinasi untuk berbelanja cinderamata.
Keempat, faktor risiko berwisata. Lansia sangat mempertimbangkan faktor kesehatan dan kelelahan dalam melakukan perjalanan wisatanya. Jalanan terjal dan licin akan dihindari oleh wisatawan lansia. Akomodasi yang dipilih biasanya yang mudah terjangkau transportasi umum.
Jarak tempuh objek wisata dengan tempatnya menginap akan menjadi pertimbangan penting. Karena faktor kesehatan, para lansia biasanya jarang melakukan perjalanan wisata sendirian. Kalau tidak bersama istri atau suami, mereka akan mengajak anggota keluarga atau teman.
Pengembangan wisata lansia dengan demikian perlu mempertimbangkan faktor risiko tersebut. Kesehatan adalah faktor penting dalam berwisata, sehingga para pelaku wisata perlu mempertimbangankan asuransi bagi para wisatawan lansia.
Prinsipnya, para Baby Boomer itu bukan hanya ingin menikmati keindahan alam atau kuliner semata. Mereka adalah wisatawan yang ingin dimanjakan sebagai orang yang masih mampu melakukan perjalanan wisata di usianya. [T]
BACA artikel lain dari penulisCHUSMERU