Menafsir Sejumput Rondo Alla Turca dan Ziarah Akor yang Samarkan Getir
: wa mozart
angin musim gugur di salzburg
seperti ratusan tahun lalu
yang gigilkan bocah 5 tahun
saat menyusun sebuah lagu
pohon linden dan maple
menyimpan himpunan nada pada setiap daunnya
menjadi partitur pagi pelancong
membaca arah untuk paket jelajah kota
tuts piano lama seperti undakan jalan
menuju bukit di seberang sungai salzach
lalu berubah menjadi tangga di gedung opera
keluarkan suara tepuk tangan
saat malam tak libur kirimkan dingin
sekilas ingatan tentang tentara ottoman berjalan
di tepi selat bosphorus
geraknya seperti kelinci melompat
melenting ke udara dan turun
lalu memantul lagi
menyusup ke kamar saat gerimis
membawa leleh yoghurt dan selai stroberi
ke roti tawar yang tak dibakar
berasa asam dan manis
remah getir waktu kiwari
hanya mengingat tentang pesta pesta
yang terus menyala di tiap malam
lupa jendela rumah ditutup
dan tersebar igauan di bawah teduh lampu
sepertinya ada seorang pemabuk miskin
yang suaranya parau dikejar putaran jam
lalu pergi tanpa diiringi nyanyian
waktu telah teramat lelah
kuyu dan lelap
Bekasi, 8 Juni 2022
Dari Soldier of Fortune Menuju Always Somewhere
“I have often told you stories
About the way I lived the life of a drifter”
apakah kita benar benar tahu
berapa jarak antara inggris dan jerman
mungkin bisa dilihat dari jejak yang berkeliaran
di antara sejarah nazi, tiang gawang lapangan bola
atau boris becker di lapangan wimbledon
kadang sejarah memilih diam
entah pura pura atau lelah pada keadaan
sementara senar senar gitar band band itu terus saja
mencari rute bagi penempuhan resonansi
tak beda dengan sepasang kekasih yang tak jemu
mencari titik evakuasi bagi darurat kangen
tapi masih belum terlihat referensi
seperti yang dijanjikan dalam pamflet
kampanye antisipasi perubahan iklim
ada skeptis tipis tipis yang butuh tips
untuk kesepakatan memasuki lirik lagu
agar lancar seperti otomasi di bilik digital
karena selalu saja ada tonjolan di jalan
yang bisa membuat pengendara terguncang
bahkan terpental keluar dari bingkai cerita
dan sulit kembali mendapatkan peran utama
hingga lembar lembar yang telah diurutkan
menjadi bagian dari episode sia sia
dan dicatat sebagai sosok sisa sisa
ada ketegangan di lingkar krusial
penyerbuan mendadak, tendangan penalti,
juga pertarungan tiga set yang gila
menguras kocek pemodal juga pengunjung
bursa taruhan yang diam diam dipelihara
sebagai pesta warna getar dunia
karena mimpi mesti diawetkan dalam berbagai jilid
bahkan dibesarkan lagi pada konstelasi lebih api
serta perubahan dengan label pembaruan edisi
lirik lagu seperti halnya riwayat seseorang
yang menyangsikan hamburan perkataan
entah menjadi pernyataan atau malah pertanyaan
yang kembali muncul untuk menebalkan tanda
ceruk ruang dan waktu yang masih bernyawa
menyampaikan pesan pesan keremajaan
bermain di antologi petikan
yang ingin menghuni bilik rahasia
sementara interlude mengepakkan sayapnya
mengajak mengapung di atas kota kecil
yang bersedia menampung gerimis malam
dengan lampu lampu jalan yang redup
dengan sesekali angin meniup jendela rumah penghuninya
seperti napas yang amat dalam
hadir saat ini dari wisatanya di masa silam
kita di sini menyaksikan fragmen yang berulir
ke dalam tumpukan kalender
dengan gambar pelabuhan di britania dan bavaria
yang mengajak ke usapan kata kata
yang mengajak ke pelukan nada nada
“Always somewhere
Miss you where I’ve been
I’ll be back to love you again”
Bekasi, 2 November 2021
Keterangan: bagian awal dan akhir puisi diambil dari lirik lagu milik Deep Purple & Scorpions
Wasting Love & Wasted Years
: iron maiden
awal mula mata berkata kata
pandangan adalah tumpahnya ingin
seperti jarum jarum yang melesat ke udara
menuju sasaran menginjeksi racun adiksi afeksi
hingga melebam ruang penuh bayang bayang
adonan fantasi memikat tarian waktu
demikian lincah merasuk ke liang nadi
menyemburkan gelontoran warna seduksi
kencan memburu perangai mimpi
cumbuan yang memprovokasi pertempuran
ciuman dan pelukan mendaki ke arah puncak
sepasang sosok tak kuasa menahan gigil
dan menjelma api yang berkobar
akselerasi dramaturgi yang tak terelakkan
pelepasan yang entah dan muncratnya nonsens
dalam keletihan yang terkapar di lorong gua
tak bernama
hari hari rubuh dalam bulan lusuh
tahun tahun pun bertumbangan
menjadi onggokan serapah yang mengenaskan
berwarna kelam dan memadat melikat
serupa pagutan
kalimat tercekat tak kuasa lagi jadi pembela
atau pembeda bagi teritori suasana
yang pernah menjadi nyala
dan kini padam labas dan tersia
lalu jadilah sepasang sepi yang duduk diam
menanti keajaiban yang direka reka dalam ironi
namun tangan lunglai terjerat tali berduri
kaki terpasung di masa lalu yang membatu
hanya angan yang menggapai gapai
tapi langit telah runtuh berkeping
pengap segala arah dan susut ruang
ada kubangan getun yang teramat kenyal
lekat dan memerangkap geliat
tak ada lagi uluran kata
bahkan tak ada lagi bisik angin
semua bisu membiru
hanya ada dingin yang lebih menikam
daripada tahun kemarin
akhir kala mata berkaca kaca
Bekasi, 10 September 2022
Mendengarkan Kembali Hasta Siempre
amerika selatan adalah satu adanya
kumpulan nyanyian yang hendak bebas
dari partitur yang dibuat agen kapitalis
merambah mengalir serupa amazon
yang dingin dan membius
kemiskinan seperti asma yang mencengkeram
napas hingga tersendat kepayahan
dan nyaris sia sia untuk lari mengejar kebebasan
di ujung lorong nasib yang hitam dan pengap
seperti lemparan kutukan dewa rimba
tapi,
revolusi adalah jalan yang tak dibatasi waktu
terus menyala dan tak akan habis
bahkan meski melewati kematian
lapar dan dahaga adalah panggilan
yang menjadi minyak di keluasan benua
siap membakar segala kata kata manis
dari para pemeluk borjuis
carlos puebla pun masih ingat
seorang wajah dengan tatapan elang
di bawah baret yang menantang matahari
ia yang menyeruak ke tengah kota
setelah hutan menjadi karib setia
tapi hutan pula yang kemudian menelannya
ke jurang sunyi paling gelap
dengan letupan di mulut senapan
yang kirimkan cuaca ganjil dan asing
ke wajah orang orang yang ternganga
serupa patung kayu yang kaku dan terlunta
di santa clara
langit terang membuka tabirnya
sebuah nama terus bersinar
bintang satu yang tak pernah kehilangan pendar
sampai ke tembok tembok
dan baju anak anak muda yang terus memberontak
sebagai jalan keberadaan
ketidakadilan akan mendapat lawan sepadan
para penyaksi yang siap bertarung
mengurungnya hingga menyerah
dan terbit kebijaksanaan
seperti pagi yang memekarkan ruang
dan kirimkan cinta bagi harum udara
aquí se queda la clara,
la entrañable transparencia,
de tu querida presencia,
comandante che guevara
Bekasi, 1 Agustus 2022
Keterangan: bait akhir puisi diambil dari larik lagu Hasta Siempre karya Carlos Puebla (1965)
Menyusur Paradoks di Lagu I Hate Myself For Loving You
seperti orang orang bermimpi
tentang privasi di sudut kafe temaram
tempat bertemu seseorang
yang menyusup di jaringan hasrat
aku pun demikian sama seperti mereka
tetapi kota datang dengan segerombolan
pemabuk yang lupa dengan angka angka
pada arloji dari sebuah negara di eropa
tak ada kata kata jelas
tak berlaku lagi kamus dan tata bahasa
racauan menjadi penyampai pesan
dari dunia yang absurd dan meluber
ke seluruh pembuluh di tubuh
mencintai dan diabaikan
seperti berada di lorong legam yang lengang
hanya suara sendiri yang memantul
dari panggilan panggilan ingin
segala kesibukan adalah pelarian
yang dibuat buat untuk menjauh
dari sebuah wajah yang menjajah
menguasai wilayah ingatan dalam kepala
ribuan sialan memanggil gonggongan
untuk mengusir keparat yang betah
menjadi ikon di setiap arah pandang
kenapa mesti ia kenapa harus ia
kau pun tak punya tabungan jawaban
bahkan untuk sekadar berbelok ke alibi
dari jalan lempang yang terlihat nyata
tak pergi juga bayang bayang
seperti telah membuat patok
untuk menghuni dalam otak, jantung
dan paru paru yang diam diam merekam
segala kejadian dengan saksama
sambil mempertanyakan kemungkinan
kepada orang orang yang lewat
di trotoar dan kebingungan mencari kabar
kekasihnya yang menghilang
secangkir cokelat hangat
tak juga meredakan dingin tiupan musim
yang menyelimuti seluruh tubuhku
seperti kota yang bersalju
pintu dan jendela rumah tertutup
semua tampak memutih
seperti paham pada nasib warna
yang tak bisa terbit spektrum
karena prisma telah pecah berkeping
Bekasi, 16 Maret 2022
Tak Ada Pesta Halloween
dari berbagai buku ekonomi pembangunan dan inovasi
nano teknologi, kau teramat antusias bercerita mengenai
future world. segala kemajuan akan menyusun peradaban
canggih, seperti mimpi atau film fiksi ilmiah yang piawai
menjala pemirsa. kau sepertinya lupa, bahwa aku tak
butuh kalimatmu yang sebagian tak kumengerti. bukankah
aku takut pada ketinggian, dan kau hanya senang pada
kerumitan penafsiran. sementara aku menduga bahwa
lampu lampu jalan bukan bagian dari dunia masa depan.
kerlipnya yang kerap melayang di tikungan kisah dan
kesenyapan.
kau berteriak seperti di lagu forever and one, seperti
sedang menebalkan kalimat yang dulu kau tuliskan di
halaman belakang buku tulis. buku catatan yang kau
pinjam dariku sebagai alat bantu bagi kata katamu yang
macet saat bertemu. ya memang selalu ada residu sangsi
karena tak ada yang benar benar pasti, selain prakiraan
yang sering dikemas dengan begitu rapi. hujan deras kerap
menggigilkan percakapan kita yang terlalu penuh dengan
rencana. hanya bisikan yang tetap menyala, semacam
mengingatkan tentang jarak dan pesan, seperti sajak dan
perulangan.
setiap malam kini dijejali boneka dengan wajah kusut.
seperti topeng yang gagal membagikan keseraman,
karena nasib telah memainkan lakon lebih rumit daripada
beraneka wajah horor. aku hanya butuh cuaca jernih tanpa
distorsi, juga tanpa penundaan ataupun gaung yang tak
perlu. kau pun tak usah mati matian menjadi gemuruh
yang menderu, yang menjenuhkan waktu. yang penting
cukup bisa kudapati sepoi, darimu yang telah paham
tentang windmill. kurasa kita telah membuat pesta paling
meriah. dan halloween mungkin ada di era yang lain.
Bekasi, 25 Januari 2022
Mendengar Lagu Blues dan Teringat Chairil Anwar
1/
janis joplin di kamarnya
seperti tak nafsu makan
lagu cry baby mengalun sendiri
kalimat jadi sungai
mengalir ke jantung hari esok
seperti ingatan pada analogi
bahwa keterpisahan seseorang dari kekasihnya
perulangan ketersapihan bayi dari puting susu ibunya
2/
terkisahkan seorang penyair dari seberang laut
datang ke jawa seperti dapat pintu masuk
menempuh halaman halaman buku
dan sajak dari benua biru
seribu tahun puisi dan lagu terus menyayat
hari hari jadi kian menipis
dengan warna cecer darah
menyimpan luka dan bisa
bukan tuberkulosis sedu sedan itu
tapi metafora yang menjadi refrein
bagi sepi yang tak bisa mati
bahasa adalah rangka putih
bagi imajinasi yang menderai sampai jauh
lalu yang terdengar hanya deru angin
3/
diam diam joss stone menyimpan
lirik lagu i put a spell on you
di dalam kepalanya
barangkali ia kangen pada penyair
yang rajin jaga malam
memburu sebuah kata di belantara diam
sampai mata memerah
terbakar sekujur cakrawala
asap bergulung di bait bait perlawanan
Jakarta, 11 Juli 2022
- BACA puisi-puisi tatkala.co yang lain