KITA ADALAH pemimpin untuk diri sendiri, mengatur memelihara dan memanage diri sendiri, sehingga potensi yang ada dalam diri kita bisa dikelola dengan benar, supaya berdaya guna dan bermanfaat untuk kehidupan itu sendiri.
Dan berbeda kasusnya ketika memimpin sebuah keluarga. Menjadi pemimpin di keluarga tentunya tidak hanya mengatur diri sendiri saja, tapi juga mengatur segala kebutuhan keluarga, dengan mengekploitasi segala potensi yang ada dalam keluarga. Kebutuhan pun akan semakin kompleks pastinya.
Begitu juga di masyarakat, tentu masalah akan semakin kompleks dan kebutuhanpun semakin besar, sehingga diperlukan pemimpin yang memiliki dasar-dasar kepemimpinan yang sudah teruji, baik dirinya sendiri, keluarga atau mungkin di organisasi-organisasi yang pernah mempercayakan dirinya untuk menahkodai.
Dalam hal ini, pengalaman tentunya sangat penting, khususnya dalam hal penanganan masalah-masalah yang dihadapi, baik masalah diri sendiri, keluarga dan kelompoknya, atau organisasi di masyarakat.
Tahun ini adalah tahun politik, tahun yang sangat krusial karena akan memilih pemimpin yang mampu menahkodai kapal yang sangat besar, baik itu negara, provinsi, atau kabupaten.
Sehingga tidak salah kalau setiap kita mendengarkan diskusi-diskusi, baik diskusi informal seperti di warung kopi atau diskusi-diskusi formal yang melibatkan praktisi, akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat, isi dari diskusi tidak jauh dari hal-hal yang berbau politik dan masalah suksesi kepemimpinan—dan itu sangat wajar.
Justru dengan banyaknya diskusi yang kita dengar, itu mencerminkan kesadaran masyarakat akan politik yang bsemakin meningkat serta hal ini adalah sangat positif, dibandingkan abai dengan hal-hal yang berbau politik.
Diri kita sendiri adalah merupakan simbol atau pesan yang diharapkan dari seorang pemimpin, di mana pada tubuh manusia ada kepala yang terdiri dari otak, dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, empat alat gerak (dua tangan dan dua kaki) dan satu mulut.
Simbol itu memberi pesan, otak sebagai pusat berpikir dengan harapan pemimpin harus punya ide dan gagasan serta visioner, dua mata dengan makna pemimpin harus banyak melihat, dua telinga dengan makna pemimpin harus banyak mendengar, dua lubang hidung memiliki makna pemimpin harus banyak merasakan dan dengan empat alat gerak maka pemimpin harus lebih banyak memberi contoh dan mampu sebagai role model, serta satu mulut bermakna pemimpin semestinya sedikit bicara atau bicara seperlunya.
Secara umum, itulah yang dikatakan kepemimpinan yang strategis dan populis.
Kepemimpinan yang strategis dan populis adalah kombinasi yang dapat memberikan dampak positif pada organisasi dan masyarakat.
Strategi kepemimpinan yang bijaksana mampu mengarahkan tujuan jangka panjang dan mengambil langkah-langkah taktis untuk mencapainya. Sementara itu, pendekatan populis dalam kepemimpinan menekankan partisipasi dan keterlibatan aktif dari berbagai lapisan masyarakat.
Kepemimpinan strategis melibatkan analisis mendalam terhadap situasi dan perkembangan, sehingga pemimpin dapat mengidentifikasi peluang dan ancaman.
Dengan memahami konteks yang lebih luas, pemimpin yang strategis dapat membuat keputusan yang tepat guna mencapai visi jangka panjang. Di sisi lain, pendekatan populis menempatkan fokus pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Dengan mendengarkan pandangan orang-orang yang dipimpin, pemimpin yang populis dapat menjembatani kesenjangan dan menciptakan kebijakan yang lebih inklusif.
Gabungan antara strategis dan populisme membawa konsep kepemimpinan yang berwawasan luas, mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan potensi. Namun, perlu diingat bahwa penggabungan ini menghasilkan tantangan.
Pemimpin perlu memastikan bahwa kebijakan yang diambil masih sesuai dengan visi strategis organisasi tanpa terjebak dalam popularitas semata.
Dalam dunia yang terus berkembang, kepemimpinan yang strategis dan populis menjadi kunci untuk menghadapi perubahan secara efektif. Dengan memadukan visi jangka panjang dan keterlibatan masyarakat, pemimpin dapat membentuk masa depan yang lebih cerah bagi organisasi dan masyarakat secara keseluruhan.
Selain konsep strategis dan populis untuk sebuah pemimpin, yang tidak kalah pentingnya adalah berjiwa negarawan, yang bermakna segalanya yang ada pada dirinya akan diwakafkan untuk kepentingan masyarakat yang dipimpinnya, atau apapun yang ada dipikirannya, ucapannya dan perilakunya selalu didasari atas kepentingan yang lebih besar atau kepentingan masyarakat.
Semoga dengan kecerdasan dan kepedulian masyarakat akan pentingnya suksesi kepemimpinan akan bisa mengambil peran dalam perhelatan politik yang akan berlangsung, dan akan mendapatkan pemimpin yang strategis dan populis serta berjiwa negarawan.[T]
- BACA artikel lain dari penulisDOKTER CAPUTatauDR. DR. KETUT PUTRA SEDANA, SP.OG