Selayang Pandang
Ida Ratu Lingsir merupakan salah satu benda sakral disebut dengan pelawatan/tapakan yang sangat disucikan oleh Puri Agung Ubud, masyarakat Desa Adat Ubud dan sekitar. Ida Ratu Lingsir berwujud barong lebih spesifik barong ket.
Barong ket sendiri merupakan salah satu jenis barong yang ada di Bali selain barong macan, barong bangkal, barong asu, barong gajah, barong naga, barong kedinkling(belas-belasan) dan barong landung. Barong ket sendiri dengan mengambil metafora hewan singa yang sering dijumpai dalam pertunjukan tari barong dan calonarang.
Ida Ratu Lingsir menurut salah satu pengelingsir Puri Agung Ubud yaitu Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati juga di masa lalu disebut dengan Ratu Gede. Jika ditilik dari sejarahnya Ida Ratu Lingsir diyakini dibuat pada saat pemadegan Dewa Agung Jelantik di Puri Peliatan dan pemadegan Tjokorda Putu Sukawati di Puri Ubud.
Usia dari Ida Ratu Lingsir diperkiran sudah mencapai angka 250 tahun. Dalam Wretta Samatra Pura Batur Sari disebutkan bahwa Ida Ratu Lingsir topengnya (prerai) terbuat dari kayu pole keramat/suci yang berada di Puri Suci, Sebali-Bangkiang Sidem, Tegallalang (2022:14). Dari kayu pole yang sama sebelumnya sudah terwujud dua topeng/prerai barong ket yang disucikan yaitu Ida Ratu Nyeneng yang berstana di Pura Suci Desa Sebali-Bangkiang Sidem, Tegalalang dan Ratu Gede (juga disebut I Derawi) yang berstana di Puri Agung Peliatan (sekarang disungsung oleh Krama Banjar Tengah Peliatan serta berstana di Pura Madya).
Lebih lanjut Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengatakan bahwa prerai topeng Ida Ratu Lingsir merupakan sisa potongan dari Ratu Gede Peliatan (I Derawi) yang diminta oleh Raja Betara Puri Agung Ubud kepada rakanda beliau di Puri Agung Peliatan untuk membuat prerai barong di Puri Agung Ubud. Mengingat Raja Betara di Puri Saren Ubud tidak mahir dalam membuat topeng yang menyebabkan kayu pole tersebut semakin tipis, maka beliau meminta bantuan kepada rakanda beliau di Puri Saren Kangin Baleran untuk dapat menyelesaikan sesuai dengan wujud ideal prerai barong ket. Setelah prerai barong ket selesai dipahat maka dibuatkanlah badan barong yang kemudian dinamakan Anusapati.
Pada awalnya Ida Ratu Lingsir yang masih bergelar Anusapati digunakan oleh Puri Agung Ubud untuk mewadahi masyarakat dalam konteks kesenian dengan kegiatan ngelawang. Sekehe ngelawang yang menarikan Anusapati saat itu berjumlah 25 orang. Perjalanan Sekehe lawangan dari Anusapati meliputi wilayah Desa Mengwi Badung hingga sampai ke Desa Batubulan, Sukawati.
Pada suatu kesempatan dalam perjalanan pulang ngelawang dari Mengwi terdapat peristiwa yang sangat aneh dan mistis yaitu salah satu pengiring dari Anusapati hilang. Mengetahui hal tersebut Raja Betara di Puri Agung Ubud menjadi marah, seraya berguman “Beh saling bang ngringwang gumi saling Nusapati, ngringwang seke selae gen be sing ngidang, ilang kanti seke besik sing tawange”. Artinya: “Hmm bagaimana mungkin diyakini untuk menjaga masyarakat, sedangkan menjaga 25 orang saja tidak bisa, bahkan ada yang hilang satu” (Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, 2019).
Foto: Ida Ratu Lingsir Tedung Jagat Ubud
Dengan pasuecan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, saat itu di malam hari barong Anusapati berlari ke arah barat dan menemukan salah satu pengiring yang hilang di jurang timur Desa Bongkasa. Mengingat keajaiban itu, maka mulai saat itu barong Anusapati diyakini memiliki kesaktian dan disakralkan sebagai sungsungan jagat Ubud.
Ida Ratu Lingsir Sebagai Pelawatan Pembaharu Ornamentasi Barong
Pada kisaran tahun 1970an Ida Ratu Lingsir direnovasi (diodak) saat itu dipimpin oleh Gusti Nyoman Lempad dan Kaki Rata dari Desa Puaya, Batuan. Saat itu juga dibantu oleh beberapa sangging dari Desa Puaya yaitu Kaki Tongkok, Bapak Oklan dan Nyoman Doble. Pada renovasi atau pewodakan saat itu ukiran busana Ida Ratu Lingsir menggunakan motif punggel dengan memunculkan pola katik (tangkai) lebih banyak sesuai dengan ciri khas Gusti Nyoman Lempad (Wawancara dengan Nyoman Doble).
Hal baru dari segi hiasan pada busana barong saat itu dengan menggunakan cangkok kaca dengan jumlah yang banyak menghiasi pola padma dan tetes pada ukiran kulit. Saat itu masih belum lumrah barong-barong menggunakan hiasan cangkok kaca dengan jumlah yang sangat banyak. Salah satu keunikan Ida Ratu Lingsir dengan barong-barong yang lain adalah dengan pola kepes pada kampid dara bagian runtut (ekor) belakang. Disamping itu, dapat dikatakan Ida Ratu Lingsir adalah barong pertama yang memasukkan unsur logam sebagai hiasan yaitu pada sekartaji yang berbahan emas murni bertahta permata mirah bangsing (Wawancara dengan Nyoman Selamet).
Pada tahun 1997 dibawah pengerajeg Tjokorda Agung Suyasa mempercayai I Nyoman Ruka dari Desa Puaya untuk kembali ngodak Ida Ratu Lingsir dengan tukang ukir pada saat itu Bapak Sudiana. Tatatahan sekartaji berbahan emas murni saat itu ditatah oleh Bapak Tika dari Bangli dengan teknik tatah tampak sida untuk mengganti sekartaji yang lama (Wawancara dengan Nyoman Selamet). Pada saat itu juga penanda kemunculan Cokorda Gde Raka Sukawati untuk mendalami seni sangging barong hingga saat ini. Selain itu pada ngodak tahun 1997 Ida Ratu Lingsir menggunakan rambut dari bulu jaran (kuda) merah.
Foto: Ida Ratu Lingsir Tedung Jagat Ubud
Pada tahun 2009, Ida Ratu Lingsir kembali diodak di Pura Kemuda Saraswati dengan mengganti cat pada prerai, menganti bulu rambut, ukiran kulit dan tatahan emas pada sekartaji. Pengecatan (pawodakan) prerai dikerjakan oleh I Nyoman Selamet dan I Made Rudi. Busana dikerjakan oleh I Nyoman Ruka. Tatahan emas dikerjakan oleh Bapak Daging dari Desa Taro Kelod.
Hal baru dalam estetika pepayasan barong ket yang dicapai pada saat itu adalah adalah 1) Bentuk tatahan emas dengan pola punggel cembung dan timbul, 2) Menggunakan ijuk (duk) sebagai rambut dengan proses pengolahan tradisional dan 3) Menggunakan bros perak bertahta permata diamond sirkon untuk menghasilkan kesan tiga dimensi pada seluruh padma di ukiran kulit. Pada pawodakan saat itu dikomandoi oleh Cokorda Raka Kertyasa, Cokorda Gde Raka Sukawati dan Cokorda Ngurah Suyadnya.
Terakhir pada tahun 2019 kembali dilakukan pawodakan dengan mengganti busana menggunakan pola seperti gaya Gusti Nyoman Lempad dan Kaki Rata, kembali pada pola punggel dengan penonjolan katik (tangkai). Rambut dari ijuk (duk) diganti kembali dengan bulu jaran (kuda) merah dengan sangging Cokorda Gde Raka Sukawati dan I Wayan Gina dari Desa Bangkiang Sidem.
Pada pawodakan tahun 2019 ini terdapat tiga pencapaian yang sangat penting yaitu 1) Memasukkan perpaduan tatahan kulit dan perak pada busana, 2) Badong berbahan emas murni dengan bertahta miring, bangsing serta rubi dan 3) Karang tapel goak pada belakang payasan udeng menggunakan sekartaji dengan kekendoan berbahan perak yang ditatah timbul. Adapun sangging emas dari badong Ida Ratu Lingsir adalah I Made Pada dengan tim Lingga Buana Sari, Banjar Delod Seme, Desa Taro Kelod.
Ida Ratu Lingsir Sebagai Tedung Jagat Ubud
Pemilihan nama Anusapati sebelum bergelar Ida Ratu Lingsir setelah mengalami proses sakralisasi dan penyucian ialah sebagai sebuah tanda beliau diyakini sebagai pengayom. Kata Anusapati berdasarkan dengan Wreta Samatra Pura Batur Sari dimaknai sebagai A berarti menjadi. Nusa berarti pulau, wilayah atau kawasan dan Pati berarti raja, penguasa atau pimpinan (2022:14). Maka dengan nama Anusapati diharapkan mampu menjadi pelindung, pengayom dan penyelamat masyarakat Ubud dan sekitar.
Proses sakralisasi dari Anusapati menjadi bergelar Ida Ratu Lingsir mengingat keyakinan Puri Agung Ubud dan masyarakat Ubud sekitar sangat besar sebagai pancaran sinar suci dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud pelawatan barong ket. Sampai saat ini Ida Ratu Lingsir sangat disucikan dan disakralkan distanakan di Pura Batur Sari, Ubud. Ida Ratu Lingsir juga sebagai pengabih (pendamping) dari Ida Betara-Betari Khayangan Tiga Desa Adat Ubud dan Ida Betara Gunung Lebah Campuhan.
Sebagai pengayom masyarakat Ubud dan sekitar, ditunjukan pada prosesi Ngunye setiap sasih Keenem (bulan ke enam perhitungan Bali). Pada saat prosesi Ngunye, wilayah pelungan (menyaksikan) melingkup Desa Adat Kutuh, Desa Adat Taman Kaja, Banjar Taman Kelod dan Desa Adat Ubud sendiri. Hal ini menandakan bahwa wilayah jangkauan dari beberapa desa adat dan banjar tersebut begitu meyakini tuah dan anugrah Ida Ratu Lingsir dalam memberikan anugrah dan perlindungan bagi masyarakat. Terlebih pada sasih Keenem di Bali dipercaya sebagai periode wabah. Oleh sebab itu dengan nuwur Ida Ratu Lingsir untuk tedun (diundang untuk datang) ke desa mereka, diyakini membawa berkah dan dapat mengusir segala wabah yang dapat membahayakan warga desa secara jasmani dan rohani.
Selain itu Ida Ratu Lingsir kerap menghadiri penuwur dari masyarakat desa sekitar bahkan di luar wilayah Desa Adat Ubud untuk menyaksikan upacara besar setingkat Karya Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung, Mepeselang dan Pedanan. Pada wilayah kelurahan Ubud, Ida Ratu Lingsir pernah tedun pada upacara besar di Desa Adat Kutuh, Desa Adat Junjungan, Desa Adat Tegalantang, Desa Adat Bentuyung Sakti, Desa Adat Padangtegal, Desa Adat Taman Kaja, Banjar Taman Kelod. Sedangkan di luar Kelurahan Ubud meliputi wilayah Desa Ada Sebali Bangkiang Sidem, Tegalalang, Desa Adat Tanggayuda, Desa Adat Bunutan, Desa Adat Payogan, Desa Adat Kedewatan, Desa Adat Penestanan, Pura Dalem Puri Peliatan, Desa Adat Taro Kaja (Pura Agung Gunung Raung) dan terkahir tedun ke Pura Payogan Agung Desa Ketewel Sukawati.
Merujuk dari pemaknaan Anusapati dan jangkaun petedunan Ida Ratu Lingsir maka tidak berlebihan jika beliau disematkan gelar tedung jagat. Tidak hanya sebagai tedung jagat Ubud bahkan mengayaomi hingga masyarakat desa di sekitar Ubud. Gelar Tedung jagat sebenarnya memiliki makna yang sama dengan Anusapati. Tedung berarti payung yang memayungi dan jagat adalah wilayah. Ida Ratu Lingsir merupakan sebuah tedung (payung) jagat yang selalu memberikan perlindungan dan pengayom bagi warga desa Ubud dan sekitar sebagai manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud tapakan pelawatan barong ket. [T]
- Tulisan ini merupakan sebuah wujud bhakti dalam bentuk guratan pena kehadapan Ida Ratu Lingsir Jagat Ubud yang pada tahun ini di stana beliau dihaturkan upacara Karya Mepedudusan Agung pada rahina Buda Kliwon Wuku Pahang bertepatan dengan Purnama Kasa, tanggal 13 Juli 2022.