Beberapa hari ini, seorang dokter umum yang berpraktek di Blahbatuh, Gianyar viral di media sosial. Beliau adalah dr AA Gde Saputra Yasa yang berpraktek dengan tarif hanya Rp 30 ribu untuk jasa konsultasi sekaligus obat untuk pasiennya. Seorang warganet juga telah memuji dokter itu sangat ramah, sabar dan baik hati.
Warganet seorang ibu yang mendampingi anaknya berobat ke sana, tak tahan untuk bertanya, apakah dokter tidak rugi dengan tarif semurah itu? Di luar dugaan, dokter baik hati itu menjawab dengan lembut namun tegas, “Prinsip saya, yang penting bisa membantu mereka. Jika yang berobat bisa sembuh, itu sudah bayaran yang sangat cukup. Jadi dokter adalah pelayan. Jangan sampai mereka yang sakit tidak bisa berobat karena tidak punya uang.”
Hal ini, telah mengingatkan saya saat berpraktek sebagai dokter umum di desa kelahiran saya di Desa Kayuputih kecamatan Banjar, Buleleng sepanjang tahun 2005 hingga 2011. Bahkan saat sudah menjadi seorang dokter ahi penyakit dalam (internis), atas permintaan warga desa, saya masih praktek sekali seminggu sebagai dokter umum hingga sekitar tahun 2015.
Nah, tarif saya pun saya saat itu, untuk jasa konsultasi dan biaya obat hanya Rp 25 ribu. Namun itu sudah 5-10 tahun lalu. Maka saat ini, biaya berobat ke dokter umum sebesar Rp 30 ribu itu sungguh fantastis murah sekali. Menjadi sempurna ketika dokternya juga sabar dan ramah. Baik hati sudah pasti.
Wajar saja fenomena ini menjadi viral dan menyadarkan kepada kita, akan selalu ada harapan dan hal-hal luar biasa dalam drama hidup yang kian sulit dan penuh persaingan ini. Kita semua pun sudah mengetahui kisah-kisah inspiratif dari orang-orang yang berprofesi dokter seperti dokter senior bernama dr Lo Siaw Ging di Solo yang menggratiskan semua pasien miskin.
Dan tentu saja yang paling epik adalah dr Lie Dharmawan, penggagas RS Terapung yang berkeliling Nusantara untuk melayani masyarakat sampai ke pelosok-pelosok negeri secara gratis. Dan tentu masih ada yang lain, dokter-dokter yang telah mededikasikan hidupnya untuk pelayanan kemanusiaan yang akan menggugah hati dan perasaan kita.
Kita akan lebih mudah memaklumi fenomena ini jika kembali pada suatu fakta statistik yang dikenal dengan kurva normal. Yang mana, sebagian besar dari kita akan berada di area tengah-tengah sebagai karakteristik populasi rata-rata. Namun demikian, akan selalu ada populasi, dalam kwantitas yang jauh lebih kecil atau langka, di area yang ekstrim kiri atau kanan. Untuk dokter-dokter yang begitu besar jiwa pengabdiannya untuk sesama seperti tersebut di atas, boleh kita sebut populasi di area ekstrim kanan. Semoga saja tidak ada yang berada di area ekstrim kiri, meskipun ilmu statistik menduga selalu ada.
Berapa tarif atau jasa konsultasi dokter praktek sebenarnya? Profesi ini memang telah dikonotasikan dengan pelayanan kemanusiaan menyebaabkan membahas tarif menjadi satu hal yang tabu. Padahal, tentu saja dokter butuh penghasilan untuk biaya hidup bersama keluarganya. Dan terjadi kontaradiksi, justru karena masyarakat berharap kelak bisa hidup nyaman atau bahkan menjadi kaya dengan menjadi dokter.
Pada kenyataannya, tidak seperti harga barang atau pelayanan jasa selain medis yang lebih terbuka mengumumkan tarifnya, sebaliknya tarif dokter seakan malu-malu, dan lalu menjadi sangat bervariasi. Jika sebuah salon kecantikan bisa menempelkan daftar tarif pelayanan yang disiapkan seperti cream bath, cat rambut, pedicure dan lain-lain maka takkan pernah kita temukan pada dinding ruang praktek seorang dokter. Dokter mana pun takkan pernah menempelkan tarif konsultasi, suntik, cabut gigi atau operasi bisul misalnya.
Demikian pula organisasi profesi atau perkumpulan seminat , tidak pernah secara detail mengatur tarif dokter praktek swasta ini. Mungkin dengan alasan, seperti tadi, mungkin saja seorang pasien tidak memiliki uang sejumlah itu atau bahkan tidak mempunyai uang sama sekali. Sehingga dengan mematok tarif secara resmi justru akan menghilangkan kesempatan mendapat pelayanan bagi pasien-pasien kurang mampu tersebut. Biaya konsultasi dokter umum sebesar Rp 50 ribu saat ini dianggap masuk akal. Sementara untuk dokter ahli bisa mencapai Rp 80 – 100 ribu, dan bisa sampai Rp 150 ribu untuk dokter ahli konsultan. Tentu saja, masih ada yag lebih kecil atau lebih besar dari gambaran ini.
Pada akhirnya, keputusan seorang dokter untuk menentukan tarif prakteknya bersifat sangat pribadi. Seperti kisah dr AA Gde Saputra Yasa yang dengan pilihannya tersebut ia merasa bahagia karena dapat membantu orang-orang yang kurang mampu. Ia telah mengajarkan kepada kita semua dan mengingatkan kepada para dokter, bahwa bahagia tidak selamanya ditentukan oleh nilai materi yang kita peroleh. Ia telah menyesap rasa bahagia pada rangkaian proses melayani.
Dengan menjadi dokter yang sabar dan ramah, dan tentu saja tarif yang sangat terjangkau. Tiba-tiba kita pun dibawa pada kasus-kasus yang juga sedang viral, orang-orang yang menyesal telah kehilangan modalnya dari bisnis trading bombastis dengan iming-iming profit besar. Tanpa menyadari afilliator dan influencer mondar-mandir bergaya hidup mewah seakan-akan hasil trading padahal flexing. Mengungkap sisi suram manusia yang hendak kaya secara instan.
Jika harapan akan hasil telah sering kali mengingatkan kita akan kekecewaan, maka seorang dokter selalu punya ruang istimewa untuk bahagia dalam sebuah proses melayani. Betul-betul satu kemewahan teristimewa, ketika seseorang masih sanggup mengucapkan rasa terimakasih kepada seorang dokter saat keluarganya meninggal dunia dalam perawatannya. Itu, pastilah bukan dari sebuah hasil, namun tak perlu diragukan lagi, itu datang dari satu kisah pelayanan yang sangat mengesankan. Dan itu adalah sebuah pilihan sangat pribadi.[T]