Judul dalam sebuah komposisi Gending merupakan identitas dari karya yang diciptakan. Dari judul, apresiator diharapkan mampu menafsirkan makna yang ingin disampaikan lewat karya ciptaannya. Oleh karena itu, judul menjadi sangat penting sebagai inti dari isi karya seni.
Pemilihan judul menjadi hal yang bersifat substansial mengandung banyak nilai, arti, falsafah dan makna. Pemilihan-pemilihan judul yang digunakan dalam karya terkadang nyeleneh, abstak, mewah, megah, dan juga bisa menggunakan kata kias. Beberapa karya terlahir menggunakan judul dari sumber sastra maupun fenomena sosial lainnya.
Bila dilihat dari karya-karya seniman dahulu, khususnya dalam karya karawitan Bali, pemilihan dan penggunaan judul gendingnya sangatlah sederhana. Karya-karya ciptaannya menggunakan judul singkat, tepat, dan terkesan sangat akrab di lingkungan kita.
Penggunaan dan pemilihan judul yang sangat sederhana bisa kita lihat pada karya-karya gending Gender Wayang. Karya-karya gending Gender Wayang dahulu menggunakan kata kias umum yang familiar di masyarakat. Judul karyanya terkesan blak-blakan dan sangat mudah diucapkan, bahkan terkesan lucu. Namun dari judul yang blak-blakan tersimpan banyak makna kias yang harus dikupas oleh penerus/penikmatnya.
Tetua kita dahulu sangat lihai dalam memilih dan menggunakan kata sebagai judul karya ciptaannya. Pemilihannya berdasarkan maksud, isi, dan makna yang ingin beliau sampaikan. Dari apa yang dikaji melalui karya-karya tetua dahulu, mereka mencipta lebih pada aspek tujuan, fungsi, dan kemurnian hatinya. Tidak ada dasar tekanan dari siapapun. Tidak ada deadline waktu. Tidak ada pembatasan waktu. Semua berdasarkan pada kejernihan intuisi terungkap melalui musikal yang sarat makna. Sehingga terlahir karya murni dari sentuhan rasa jiwa yang abadi.
Mereka pun tak mau menyebutkan dirinya dalam mencipta. Mereka seakan menanam benih untuk generasi masa depan. Generasi masa depan akan memetik dan mencari maksud dari karya ciptaannya tersebut. Karya-karya dahulu hanya menggunakan satu-dua kata, sederhana namun berwibawa dan hidup hingga kini. Berbeda halnya dengan karya-karya yang ada saat ini.
Saat ini banyak karya-karya yang menggunakan judul terkesan megah, mewah, dan sumbringah. Akan tetapi, saat ini judul dibuat semewah mungkin dengan penggunaan bahasa yang menggelegar, justru karya seninya lebih cepat terhempas waktu, bahkan hilang dari pendengaran kita. Hanya beberapa karya baru saja yang mampu bertahan. Berbeda dengan karya dahulu, hingga kini semakin menggelitik dan mampu menarik dihati penikmatnya dan terus hidup dalam lingkunganya, menjadi satu dalam bingkai ritus, adat, seni, dan budaya.
Terciptanya gending-gending Gender Wayang bersumber dari satra dan intuisi yang terlahir dari keindahan alam. Kekutan nilai dari pemahaman tentang filsafat sastra, melahirkan gending-gending Gender Wayang mengandung pemikiran, metafisika, logika, menjadi kesatuan dalam nilai estetika. Gending-gending Gender Wayang merupakan dekontruksi nilai teks tertuang melalui suara dalam jalinan melodi sarat makna.
Kapan gending-gending Gender Wayang ini tercipta, secara pastinya tidak dapat disebutkan. Namun dari penuturan-penuturan sejarah lisan dari tokoh-tokoh Gender Wayang di Bali, dapat ditarik sebuah perjalanan penciptaan gending-gending Gender Wayang bermula dari jaman kerajaan di Bali. Sebagai sebuah enasmbel musik yang tergolong tua, Gender Wayang berkembang pada masa kejayaan kerajaan Gelgel abad XIV.
Memasuki abad ke IX banyak melahirkan tokoh-tokoh Gender Wayang Bali salah satunya I Wayan Lotring (1888). Penciptaan gending-gending Gender Wayang bersumber pada kedalam pemahaman beliau tentang kesusastraan Bali. Ada keterkaitan Tembang dalam kesusastraan dalam kelahiran gending-gending Gender Wayang. Terbukti dari adanya nama-nama gending yang mengambil nama jenis Kekawin seperti Seronca, Swandewi, Sardula, Sregdara, dan lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh I Gusti Putu Sudarta berikut ini:
“Nama gending mencerminkan karakter lagu. Gending-gending gender bersumber dari Kakawin”.
Kemunculan beberapa gending-gending Gender Wayang, bersumber pada kakawin yang mengilhami terbentuknya melodi gending dan mengandung nilai filsafat tinggi. Hal ini juga dikuatkan oleh penuturan seorang tokoh Gender Wayang asal Buleleng bernama Putu Ardana (1957). Pengelompokan gending-gending Gender Wayang dikelompokan berdasarkan pengelompokan Karawitan Vokal Bali (Tembang) dalam 4 (empat) kelompok yakni:
- Kelompok Sekar Agung (Wirama)
Sekar Agung adalah salah satu sumber penciptaan gending-gending Gender Wayang. Dilihat dari penyajian gendingnya, gending yang termasuk dalam kelompok ini hanya terdiri dari 1 (satu) bagian gending. Gending-gending Gender Wayang yang termasuk dalam kelompok Sekar Agung diantaranya: Seronca, Swandewi, Rai Tiga, Aswalalita, Sragdara dan Wirat.
- Kelompok Sekar Madya
Kelompok gending Gender Wayang termasuk dalam kelompok Sekar Madya diantaranya: kelompok Sloka, gending Struti, gending Lengser, Rundah, Candi Rebah, Bendu Semara/Merdu Semara, Sekar Taji, Sekar Lilit (pengawak dan pengecet), dan Sekar Gendotan (sebuah penyajian gending dilihat dari permainan pukulan tangan kiri dengan pola melodi yang khas dari 2 nada: 45 45 . 45. 45 45 . 45.dst)
- Kelompok Sekar Alit
Kelompok gending Gender Wayang termasuk dalam kelompok Sekar Alit diantaranya:
- Kelompok Sekar Rare
Kelompok gending Gender Wayang termasuk dalam kelompok Sekar Rare adalah jenis gending gender angkat-angkatan, dimana secara struktur gendingnya tidak terdapat bagian. Gending disajikan mengalun dan berjalan sesuai kebutuhan pertunjukan. Gending yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: Sekar Kedaton, Selasar, Selisir, dan jenis-jenis gending “angklungan” motif gending seperti repotuar gamelan Angklung.
Dari analisis yang dilakukan menimbulkan iterpretasi tentang penggunaan nama sekar dalam judul-judul gending Gender Wayang. Kata sekar nampaknya diambil dari pengelompokan tembang Bali. Hal ini dapat dilihat dari jenis permainan melodinya yang berkaitan dengan jenis-jenis tembang yang ada. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa karya-karya seni yang bersumber dari sastra akan mempunyai nilai dan kekuatan tersendiri.
Proses (nuduk gending) pencarian gending-gending Gender Wayang, dilakukan dari menonton pertunjukan wayang kulit. Proses ini memerlukan kecermatan, ketelitian, dan kepekaan dalam mendengar gending gender ketika dimainkan. Selanjutnya dengan mengandalkan daya ingat hasil pendengaran dan pengamatan, kemudian baru dipraktekkan apa yang didengar tadi.
Seperti contohnya pertunjukan wayang oleh Dalang Pak Granyam, ketika juru gendernya baru memainkan gending Pamungkah Wayang (opening) yang ditonton oleh Dalang Patemon (Pak Kasub), selesai gending ini dimainkan kemudian Dalang Kasub mencari gending Pamungkah saat itu juga dirumahnya.
Dari proses ini dapat memicu adanya style daerah, karena penghandalan daya ingat bisa memicu perubahan dalam pencarian lagu. Lagu yang mulanya utuh diterima dengan pengdengaran, akan nada suatu perubahan dalam gaya ketika dituangkan kembali baik dari komposisi lagu, maupun kemampuan atau potensi yang dimiliki ditunjang juga oleh faktor kebutuhan gending. Individu yang mengembangkan dengan kreativitasnya (wawancara dengan I Gusti Putu Sudarta, April 2020).
Kemunculan berbagai Gending Gender Wayang merupakan penggambaran irama kehidupan. Setiap gending menyiratkan filosofi yang patut dikupas dan diketahui pesan yang ingin disampaikan oleh penciptanya terdahulu. Setiap lagu menyimpan makna sebagai refleksi dari hidup manusia di alam ini. Berikut adalah beberapa jenis gending Gender Wayang dan makna filosofi yang ada di dalamnya.
Merak Angelo
Merak (Warna, 1990:445) adalah seekor burung yang memiliki kecantikan warna yang sangat luar biasa. Angelo; berarti ngelog, ngegol, leak-leok, lincah, menari lemah gemulai. Merak Angelo berarti keindahan yang terpancar dari burung merak baik dari warna yang dimiliki maupun dari keindahan gerak burungnya. Gending Gender Wayang ini sudah ada sejak dahulu. Secara pasti tahun munculnya gending ini tidak dapat ditemukan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh pewayangan badung I Made Martha, gending ini adalah asli bebadungan (I Wayan Lotring) yang kemudian berkembang dan digubah oleh Bapak I Wayan Suweca menjadi bentuk baru seperti yang kita dengar saat ini.
Sumber lain serupa menyatakan bahwa, kemunculan atau penciptaan gending Merak Angelo berawal dari tokoh I Wayan Lotring. Pada awal penciptaannya, komposisi gending Merak Angelo terdiri dari 2 paletan gending (bagian 1 dan 2 yang kita dengar saat ini). Pada saat tokoh I Wayan Lotring mengajar gender ke Desa Tunjuk, Tabanan kala itu, beliau pun mengajarkan gending ini di sana. Sehingga gending Merak Angelo tidak saja berkembang di Desa Tunjuk namun juga berkembang hingga Desa Tajen Tabanan.
Gending ini nampaknya menggugah hati pemain Gender Desa Tajen. Oleh tokoh Gender yang bernama Ida Bagus asal Desa Tajen, beliau menambahkan pola gegineman (melodi intro) pada awal lagu. Kemudian tokoh yang lain bernama I Wayan Konolan juga mempelajari gending ini dari tokoh I Wayan Lotring. Cerita terkahir, anak dari I Wayan Konolan yang bernama I Wayan Suweca kemudian belajar gending Merak Angelo ini dari sang ayah, ketika dia datang dari Amerika pertama kali pada tahun 1970-an dan mengembangkan bentuk struktur tabuhnya (bagian ke-3) menjadi 3 palet gending seperti yang kita dengar saat ini.
Secara filosofi sesuai dengan interpretasi penulis bahwa lagu ini mempunyai makna yakni, manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, sudah terlahir dengan paras yang rupawan, dengan daya pikat yang tinggi. Manusia hendaknya menjadi orang yang bijaksana dan berbudi pekerti luhur. Manusia dalam bertutur kata harus lembut, simpati pada orang lain. Kita diajarkan untuk mengargai keindahan.
Cecek Megelut
Gending Gender Wayang Cecek Megelut bukan berarti binatang Cecak yang sedang berkelut atau bermesraan. Judul Gending Gender Wayang tersebut, sesunggunya menyimpan atau mengandung makna yang sangat dalam. Cecek adalah simbol akasara suci yang diambil dari penganggening aksara Bali.
Aksara Cecek merupakan simbol ilmu pengetahuan yang simbolkan melalui wujud Dewi Saraswati, sedangkan arti kata megelelut mempunyai makna menggeluti. Jadi judul gending Gender Wayang Cecek Megelut mempunyai makna bahwa kita sebagai manusia harus selalu menggeluti ilmu pengetahuan sesuai dengan kompetensi dan bidang kita masing-masing. Jangan malas untuk belajar dan jangan bosan untuk menimba ilmu. Seberapapun pintarnya seseorang, harus terus belajar karena ilmu pengetahuan itu tidak akan habis-habisnya untuk kita pelajari. Jadilah orang yang berguna, jangan jadikan hidupmu sia-sia.
Dalang Ngidih Nasi
Gending gender Wayang Dalang Ngidih Nasi merupakan salah satu gending yang memiliki filosofi tentang kehidupan manusia. Dalang Ngidih Nasi bukanlah seorang dalang yang meminta nasi pada saat upacara atau ngewayang. Judul lagu ini adalah sebuah kata kata kiasan yang merujuk pada konsep reinkarnasi (Punarbawa) kelahiran yang diulang-ulang menurut konsep Hindu.
Pada saat upacara bayi baru lahir, secara Hindu kita sering meminta petunjuk dari tokoh sprititual tentang siapa yang berekarnasi kembali pada si bayi. “Nyen ane ngidih nasi niki mulih” artinya siapa dari leluhur kita yang berekarnasi atau menurun ke ke keluarga.
Dalang adalah tokoh yang diibaratkan sebagai Hyang Ciwa yang turun ke dunia. Dari petikan di atas, dapat ditarik makna Dalang Ngidih Nasi adalah pemujaan Hyang Ciwa disaat beliau turun ke dunia semoga beliau memberikan kebahagian, ketenangan, kedamaian kepada kita semua di dunia ini. Pemujaan terhadap beliau juga dilakukan pada saat malam Ciwalatri, malam pemujaan Ciwa dan adanya ajaran Siwa Sidanta.
Segala sesuatu yang ada di dunia ini bukan milik kita. Semua ini titipan. Semua akan kembali ke padaNya. Berdoalah dengan selalu memuja beliau. Maknai konsep Hindu tentang Tat Twam Asi. Pujalah beliau, maka kamu kan mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian.
Cangak Merengang
Cangak adalah seekor burung yang berkaki panjang dengan paruh yang sangat tajam. Merengang berarti liar (pengelihatan); paliatne, pengelihatannya liar (Warna, 1999:450). Kenapa dalam hal ini burung cangak dipakai simbol dalam gending ini? Burung cangak dengan kelebihan anatomi tubuhnya tersebut mampu meneropong keberadaan ikan di bawah air dengan sangat teliti. Paruhnya yang panjang dan tajam sangat kuat dan cekatan menerkam mangsa. Sehingga keberadaan burung cangak sangat ditakuti oleh ikan-ikan. Merengang adalah salah satu sifat liar yang dalam hal ini berarti melihat situasi dengan selalu waspada.
Manusia dalam mencari penghidupan harus berberak cepat. Mampu melihat peluang kerja. Mengatur strategi dalam bekerja. Akan tetapi jangan memandang manusia dengan ego yang kita miliki. Manusia wajib berhati-hatilah dalam bertindak. Kita harus mampu menggali potensi diri. Setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan. Mari gali potensi yang kita miliki masing-masing.
Setiap manusia hendaknya berpedoman pada konsep Tri Kaya Parisudha, berpikir yang baik, bertutur kata yang baik, dan berbuat yang baik. Kebaikan yang kita berikan akan kepada orang lain baik tutur kata maupun perbuatan, maka baik pula yang nanti akan kita terima.
Dongkang Mongkod Biu
Dongkang adalah spesies hewan yang tergolong bangsa ampibi. Dongkang mempunyai tekstur kulit mengerikan, jelek, bahkan tidak jarang orang menganggap dongkang sebagai binatang yang menjijikan. Mongkod berasal dari kata pongkod yang berarti panjat (warna, 1990:541). Mongkod berarti memanjat. Biu berarti pisang, yang merujuk pada pohon pisang.
Pohon Pisang adalah pohon yang dalam ajaran Hindu memiliki fungsi yang sangat penting yang biasanya digunakan dalam upakara Hindu. Daunnya biasanya digunakan untuk alas upakara. Termasuk daunnya yang kering yang sering disebut keraras. Pelepahnya pun digunakan untuk bahan upakara Hindu. Batangnya biasanya digunakan untuk bahan olahan sayur-sayuran (jukut ares). Lapisan kulit luar batang pohon pisang, dapat dijadikan obat luka.
Dongkang Mongkod Biu secara harafiah adalah hewan Dongkang (sebangsa katak) yang sedang memanjat pohon pisang. Fenomena tersebut dipakai sebagai judul gending Gender Wayang. Namun, sesungguhnya bila dilihat secara filosofi, sesungguhnya bukanlah seperti yang kita tafsirkan atau kita pandang secara kasat mata tentang seekor binatang (dongkang) yang sedang memanjat pohon pisang, Lagu ini mempunyai makna bahwa, seburuk apapun penampilan seseorang janganlah dipandah dari sisi luarnya. Wajah yang buruk belum tentu mempunyai hati yang buruk.
Begitu pula sebaliknya. Walaupun dalam kondisi fisik yang buruk, manusia harus mempunyai semangat yang tinggi untuk meraih kesuksesan. Kerja keras harus dilakukan diibaratkan seekor mahluk (dongkang) yang memanjat pohon pisang. Hidup adalah perjuangan. Manusia sekalipun berada di bawah, harus memapu memandang ke atas guna menggapai semua angan dan cita-citanya.
Kenapa pohon pisang tidak pohon-pohon yang lain? Pohon pisang mempunyai makna pohon yang hanya berbuah satu kali dan akan mati dengan sendirinya setelah berbuah. Manusia terlahir sekali, semasa hidup harus mampu berbuat baik dan meninggalkan karya untuk kepentingan orang lain. Katak adalah mahluk ampibi yang bisa hidup di air dan darat. Seorang manusia harus mampu hidup di mana saja. Percaya dengan kemampuan diri untuk bertahan hidup.
Alas Arum
Alas berarti hutan. Arum berarti harum. Alas Arum adalah keindahan, kesejukan, aroma harum yang terpancar dari hutan. Alas menggambarkan tentang alam. situasi yang bisa terjadi pada manusia. Gending Gender Wayang ini merupakan simbol segala sesuatu yang ada di tengah alas (hutan). Di tengah hutan, terdapat beraneka satwa, tumbuh-tumbuhan, dan binatang buas yang siap menerkam mangsanya. Namun, hutan juga memberikan keindahan dari satwa maupun flora yang ada.
Dari hal tersebut, gending Gender Wayang Alas Arum ini memiliki filosofi bahwa, sebagai manusia kita harus mampu untuk mengambil hal fositif /sisi baik yang kadang terjadi atau kita alami. Jangan memandang sesuatu dari hal negative, ambilah makna yang baik dari setiap yang dialami. Mengambil sisi baik dari kehidupan, membuang sisi negative yang ada di dunia ini. Secara musikal, gending ini terdapat pola melodi yang terputus-putus.
Gending Alas Arum menunjukan bahwa setiap jalan yang dilalui tidak ada yang sempurna. Pada iringan pewayangan, gending Alas Arum digunakan untuk menampilkan tokoh-tokoh yang akan dibawakan saat pertunjukan wayang berlangsung (pepeson wayang). Gending ini juga digunakan untuk mengiringi tokoh prabu.
Rebong
Rebong berarti rebut bersama-sama, ngerebong; merebut bersama-sama, pangerebongan; upacara agama yang melambangkan peristiwa menyerbu musuh (Warna, 1999: 572). Dalam iringan pewayangan, gending rebong adalah gending untuk membangkitkan asmara. Secara musikal gending ini terdiri dari dua palet gending. Dilihat dari pengartian secara harafiah rebong berasal dari kata re-yang berarti dua dan bong diambil dari kata bongbong yang berarti mengadu.
Unsur tekstual yang bisa diambil dari kata Rebong merujuk pada arti katanya yakni suatu kejadian atau peristiwa peperangan pertempuran yang terjadi karena perebutan kekuasaan, sehingga terjadi adu pisik antara dua belah pihak. Secara psikologis dari gending rebong ini memberikan kesan sedih ditunjang oleh penyajian gending dalam tempo pelan dan pola melodi yang terputus-putus.
Mesem
Mesem berarti kenyus, sedih suatu penggambaran ekspresi yang melihatkan adanya kesedihan yang dialami. Mesem bisa diambil dari kata mesemu, berarti berkespresi sedih. Gending ini merupakan penggambaran dari kesedihan yang dialami. Mesem adalah sebuah pola lagu yang terputus-putus, diilhami oleh perasaan sedih ketika menangis.
Dalam konteks menangis, tangisan akan terputus-putus. Ini menjadi pembentukan lagu secara musikal ada pola melodi terputus-putus, sehingga menjadi ritmis. Adanya ruang diantara permainan melodi. Dalam hal ini bisa diistilahkan “nyanyain dalam tangisan”. Rasa sedih pasti dilalui oleh setiap manusia. Ekspresi wajah adalah gambaran yang bisa ditangkap manusia untuk menilai apa yang dirasakannya. Pada iringan pewayangan, gending ini digunakan untuk mengiringi tokoh wayang mata sipit saat adegan sedih. Gending ini dimainkan dalam tempo pelan dengan pola melodi yang terputus-putus.
Gelagah Puun
Gelagah adalah pohon sejenis semak belukar yang rentan terbakar. Pohonnnya kerap dijumpai di sawah-sawah, ladang, dan hutan. Pohonnya hidup rimbun dan berakar serabut. Puun berarti terbakar. Gelagah Puun adalah semak yang terbakar diatas kobaran api yang membara.
Gending Gender Wayang ini digunakan untuk mengiringi prosesi ngaben yang dilaksanakan pada saat arak-arakan ke setra (pemakaman). Biasanya gamelan Gender dan pemainnya di letakan di samping kiri dan kanan badai (wadah). Secara musikalitas lagu ini dimainkan dalam tempo cepat, ritmis, dan terkesan enerjik. Filosofi gending Gelagah Puun mengisyaratkan bahwa sebagai pertisentana (generasi penerus) di dalam memberikan yadnya, penghormatan kepada tertua atau orang tua yang telah meninggal harus didasari dengan keiklasan (bakti), semangat yang tinggi dari dalam diri, gotong royong, dan cinta kasih.
Gelagah Puun sebagai simbol semangat yang membara. Musikalitanya yang cepat dan dinamis mampu membangkitkan emosional masyarakat dalam menggotong bade atau wadah saat upacara ngaben.
Sekar Sungsang
Sekar berarti bunga. Sungsang berarti terbalik (Warna, 1990: 677). Secara harafiah Sekar Sungsang adalah bunga yang terbalik. Namun jika diperhatikan, dari bunga yang terbalik juga memiliki keindahan yang dapat dinikmati. Terkadang apa yang tidak biasanya terjadi adalah sebuah keragaman. Itu adalah perbedaan diatas keberagaman, perlambang kekhasan yang dimiliki.
Sekar Sungsang secara konsep musikal melodinya diulang-ulang (bolak-balik) dalam dua bagian. Bisa ngembat, (terbentuk oktaf nada) bisa ngempyung (bertemunya beberapa buah nada). Gending ini biasanya digunakan sebagai gending petegak. Gending ini adalah simbol dari perputaran roda kehidupan.
Secara filosofi yang dapat diambil dari gending gender wayang ini yakni manusia dalam menjalani kehidupan pasti pernah berada di posisi atas dan terkadang juga berada di posisi bawah. Ketika kita berada pada posisi atas, harus mampu menoleh ke bawah. Bersyukurlah ketika Tuhan memberi rejeki kepada kita dan bersemangatlah ketika kita berada dibawah untuk bisa menuju apa yang kita idamkan untuk menuju puncak itu.
Sekar Gendot
Sekar berarti bunga. Gendot; beban berat, megrendotan; memikul beban berat. Sekar Gendot dapat diartikan keindahan yang nampak dari bunga ketika mahkota bunga mengadap ke bawah. Jenis bunga yang seperti ini kerap kita jumpai.
Dari judul lagu ini dapat diambil filosofi makna yang terkandung di dalamnya. Manusia dalam menjalani kehidupan pasti mengalami suka maupun duka. Beban hidup yang berat, harus mampu dinikmati dan dijalani dengan suka cita, layaknya bunga yang berat membawa mahkotanya sehingga tetap memancarkan keindahan. Secara musikal lagu ini terdiri dari 2-3 palet gending sesuai dengan daerahnya.
Sekar Taman
Sekar Taman adalah sebuah bentuk komposisi gending Gender Wayang yang sering dijumpai pada permainan Gender wayang gaya Kayu Mas. Sekar Taman adalah sebuah interpretasi dari keindahan bunga-bunga yang ada di taman. Keindahan bunga yang ada di taman sebagai perlambang warna dalam kehidupan.
Warna-warni kehidupan adalah sebagai dinamika yang harus dilalui. Filosofi hidup yang dapat diambil yakni jangan pernah mengeluh tentang hidup ini. Nikmatilah dan selalu bersyukur. Keindahan akan memberikan ketenangan dalam diri. Secara musikal pola melodi yang mengalun memberikan gambaran tentang keindahan bunga yang bermekaran di taman.
Pakangraras
Pakangraras adalah nama seorang tokoh dalam cerita Panji (Warna, 1990: 488). Gending Gender ini digunakan untuk mengiringi wayang saat adegan roman. Bila dicermati secara harafiah, Pakang berasal dari kata Paka-ang, paekang; mendekat dan raras berarti gaya yang simpatik, lagak; ia dueg ngaba,- tingkah lakunya simpatik (Warna, 1999: 569).
Ketika melakukan roman, adanya kedekatan antara dua insan yang berbeda jenis untuk memadu kasih, memeberikan perhatian dengan mengungkapkan rasa simpatik. Rasa ini dimiliki oleh setiap insan di bumi ini. Rasa simpatik seharusnya mampu digunakan tidak saja untuk ungkapan asmara, namun juga tertuju pada setiap orang yang perlu kita bantu. Jadi dari Gender ini, bisa kita ambil pesan yang ingin disampaikan yang senada dengan musikalnya.
Candi Rebah
Candi adalah bangunan suci. Rebah berarti roboh; jatuh, tumbang. Candi juga biasanya terdapat di depan pintu masuk areal suci yang disebut dengan Candi Bentar. Di sampingnya diletakan patung besar sebagai penjaga pintu masuk.
Candi Rebah adalah sebuah gambaran rasa sedih yang dirasakan ketika bencana terjadi. Filosofi yang dapat diambil dari judul gending Gender ini, setiap bencana yang dihadapi pasti ada kesedihan yang dirasakan. Bencana yang terjadi adalah semua kehendakNya. Kebesaran dan ketabahan hati akan cobaan hidup harus mampu dilewati. Gending Gender ini digunakan untuk wayang mata dedeling (mata besar) saat adegan sedih. Secara musikal dimaiankan dalam tempo pelan. Struktur lagunya terdiri dari 1 palet gending namun dimainkan dalam 2 modulasi.
Katak Ngongkek
Katak Ngongkek adalah sebuah karya gending Gender Wayang khas Kayumas. Katak adalah hewan yang mempunyai ciri khas suara yang keluar dari rongga udara di kerongkongannya. Ngongkek berasal dari kata ongkek berarti bunyi katak. Ngongkek berarti mengeluarkan bunyi “kek” bersama-sama (Katak); ka-tak, katak bersuara bersama-sama (Warna, 1990: 477).
Katak Ngongkek adalah suara katak yang saling bersautan. Lagu ini memiliki makna, bahwa dalam kehidupan manusia, kita harus mampu menikmati hidup. Bersuka cita dalam menjalankan hidup. Jangan biarkan beban kehidupan membuat kita sedih. Lalui dengan suka cita sesuai dengan musikal gending Katak Ngongkek yang ditimbulkan dari permainan pola melodi yang dinamis dalam tempo sedang.
Pangrumrum
Pangrumrum berasal dari kata rumrum yang berarti bujuk, cumbu, rayu (Warna, 1999: 588). Gending Pangrumrum ada di daerah Kapal, Sempdi, dan Kerobokan. Gending Gender ini digunakan sebagai tabuh instrumental. Pada iringan pewayangan khas Kerobokan Badung, gending Pangrumrum digunakan untuk tabuh pembuka sebelum adegan wayang dimainkan.
Filosofi yang dapat diinterpretasi dari gending ini dengan menganalisa pola melodi gendingnya yakni setiap manusia pasti menginginkan kenyamanan dalam hidup. Hiduplah dengan penuh cinta. Tumbuhkan rasa saling menyayangi. Sayangilah pasangan hidup anda karena ia rela meninggalkan keluarganya dan memilih hidup menua bersama anda.
Tulang Lindung
Sejarah terciptanya nama gending Tulang Lindung berawal dari seorang guru gender bernama “Nang Yasi” asal Desa Tunjuk, Tabanan. Menurut keterangan tokoh gender I Nyoman Sumandhi, oleh gurunya “Nang Yasi” menamai gending Gender Wayang Tulang Lindung berkaitan dengan pola permainan gending dan melodinya yang berliuk-liuk dan terkesan putus-putus namun menjadi kesatuan.
Gending Gender Tulang Lindung merupakan sebuah bentuk struktur lagu yang terdiri dari tiga palet gending. Struktur melodinya sederhana menonjol sedemikian rupa. Kenapa diambil judul Tulang Lindung?.Lindung dalam Bahasa Indonesia berarti belut. Hewan yang hidup didalam lumpur, hidup dan bernafas di dalam lumpur. Kendatipun hidup di dalam lumpur, belut saat dia keluar dari dalam sarangnya, kulitnya terlihat sangat bersih. Lumpur tidak menempel pada tubuhnya akibat lapisan licin yang dimilikinya.
Belut/ Lindung dalam Hindu, digunakan sebagai sarana upakara (ulam caru) dan sebagainya. Filosofi yang dapat diambil dari Gending gender ini, yakni kendatipun kita hidup dalam kekurangan, hendaknya tetap berprilaku baik. Berusaha meminalisir kesalahan dan kekurangan dalam diri. Tunjukan bahwa walaupun kita kurang secara materi, kita memiliki harga diri yang patut dijunjung dan kita masih bisa berbuat untuk lebih baik tidak saja untuk diri sendiri tetapi juga orang lain. Segala yang dimiliki di dunia ini akan ditinggalkan ketika manusia menuju alam sunia. Tidak ada yang kekal. Hanya nama dan jejak hiduplah yang mampu dikenang.
Bendu Semara
Bendu adalah rasa kesakitan, kesedihan yang diakibatkan oleh asmara dan sulit untuk dikeluarkan. Samara; benih kasih. Secara musikal gending ini terdiri dimainkan dalam tempo pelan dan terdapat pola modulasi gending dari bagain satu ke bagaian oktaf yang lebih tinggi. Penyajian gending dalam tempo pelan sebagai pengejawantahan rasa sedih. Folosi dari gending ini yakni kesedihan pasti dilalui oleh setiap manusia dalam hidupnya. Janganlah memendam kesediahan. Luapkan kesedihan itu samapai kamu merasa nyaman, jangan dibendung.
Praspra
Gending Gender Praspra adalah gending khas dari daerah Kapal, Mengwi, Badung. Gending ini digunakan sebagai tabuh instrumental saat prosesi ritual berlangsung. Dilihat dari kosa katanya, praspra terdiri dari kata pras; peras; sarana ritual berupa sajen terdiri dari sebuah alas berisi beras sedikit, sirih “tampe”, benang putih, uang kepeng (25) dua buah tumpeng, lauk pauk, kue, buah-buahan, tebu, “sampian peras” dan canang genten” supaya upacara terselenggara dengan selamat.
Gending ini memberikan makna bahwa pentingnya suara gamelan dalam mengiringi prosesi ritual. Gamelan tidak saja hadir sebagai pelengkap ritual, namun gamelan adalah sarana penghubung doa, mantra, dan puja yang ditujukan kepada Ida Hyang Widhi Wasa. Sedangkan kata Pra berarti sebelum. Kata sebelum disini dapat dikonotasikan sebagai bunyi atau suara gender sebagai pembuka ritual, sebelum ritual dimulai. Secara musical, gending ini terdiri dari 1 palet gending dan dimainkan dalam tempo pelan.
Lasan Megat Yeh
Lasan Megat Yeh secara harafiah berasar dari kata Lasan berarti kadal, Megat berarti menyebrang, Yeh berarti air. Lasan Megat Yeh, yakni kadal menyebrangi air adalah sebuah fenomena alam yang mengilhami terbentuknya sebuah gending Gender. Seekor hewan Lasan (Kadal), dalam menyeberang dia melewati rintangan berupa air (sungai) yang memiliki arus yang dapat membahayakan dirinya. Pun ketika, manusia menyelam di laut, tentu harus memperhatikan arus laut guna keselamatan dirinya.
Bila diamati, filosofi yang dapat diambil dari kejadian atau judul gending Gender tersebut, bahwa manusia harus mampu beradaptasi terhadap segala situasi, kondisi yang terjadi. Manusia harus menyesuaikan diri dengan keadaannya. Saat terjadinya suatu tantangan, manusia harus mampu menghadapinya dan dibutuhkan suatu keberanian. Secara musikal gending ini terdiri dari dua palet gending dengan permainan melodi yang tersendat-sendat.
Buris Srawa
Buris Swara adalah sebuah bentuk gending Gender dengan motif gending angkat-angkatan. Komposisi gendingnya terdiri dari satu palet gending. Gending ini digunakan untuk mengiringi Prabu Buris Swara. Musikalnya membangkitkan semangat.
Rundah
Rundah berarti berdebar-debar, tidak tenang, berdebar-debar hatinya (Warna, 1990: 598). Rundah juga berarti gundah; suatu rasa tidak nyaman akan kekawatiran terjadinya sesuatu yang tidak diharapakan. Rasa gundah pasti pernah dirasakan. Maka, bersabarlah maka ujian hidup pasti dapat dilalui. Gending Gender ini digunakan untuk mengiringi adegan sedih pada kategori wayang mata dedeling. Komposisinya terdiri dari satu palet gending, namun dapat dimainkan secara modulasi pada oktaf satu dan dua (ke gede dan ke cenik).
Srikandi
Gending Srikandi adalah salah satu gending Gender yang biasanya digunakan sebagai gending instrumentalia. Gending Srikandi diambil dari tokoh pewayangan sebagai bentuk gending dengan karakter kesatria. Gending ini terdiri dari dua palet gending. Gending ini dimainkan dalam tempo sedang dengan pola melodi yang mengalun. Filosofi yang dapat diambil dari yang Srikandi adalah menjadi seorang manusia harus mempunyai jiwa patriotisme, tegas, dan pemberani. Walaupun menjadi seorang wanita, harus berani dalam segala hal. Janganlah takut akan sesuatu demi harga diri dan kebenaran.
Sesapi Ngindang
Sesapi adalah kata kiasan yang digunakan untuk menyebutkan kata sesapa. Sesapa adalah aksara suci. Ilmu pengetahuan yang akan terus tumbuh berkembang seiring dengan kemajuan jaman. Permainan pola lagu gendingnya yang mengalun sebagai pengejawantahan dari ilmu pengetahuan yang semakin berkembang. Tetaplah belajar dan gapai semua angan-angan. Belajar sepanjang hayat.
Cerucuk Punyah
Cerucuk adalah seekor burung yang mempunyai karakter suara khas yakni ketika bersuara, suaranya sangat variatif dalam ritme yang panjang. Punyah berarti mabuk (Warna,1990:557). Jadi Cerucuk Punyah berarti burung Cerucuk yang berkicau dengan lantangnya diibaratkan dalam situasi yang tidak sadarkan diri.
Dari judul gending Gender Wayang ini memberikan makna bahwa menjadi seorang manusia jangan terlalu banyak bicara. Lakukanlah pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Jangan memprovokasi orang lain. Selain itu, manusia harus mampu mengontrol diri saat menikmati sesuatu. Apabila berlebihan, akan menimbulkan bahaya pada diri sendiri.
Astu Pungku
Astu Pungku berasal dari kata Astu berarti keselamatan dan Mpungku berarti Sulinggih atau Pendeta. Gending ini adalah satu gending sakral khas Buleleng, diyakini sebagai gending Gender yang mempunyai kekutan musikal dan pengaruh psikologis terhadap umatnya. Gending ini dimainkan untuk memohon keselamatan Sang Pendeta pada saat “ngarga tirta” memohon air suci untuk pengelukatan/pembersihan diri. Gending Astu Pungku berkaitan dengan Siwa.
Cakra Gelar
Secara konsepsi dilahat dari namanya Cakra adalah sebuah bentuk senjata yang disampinya terdapat ornament ruas-ruas. Ruas-ruas ini diibaratkan seperti ruas-ruas birama. Gelar Cakra, gelar sejata yang dilakukan secara melingkar. Gending ini terdiri dari beberapa palet dengan pola melodi melingkar. Gending ini menyebar di daerah seperti daerah Buleleng hingga Tabanan.
Bimaniyu
Bimaniyu gending yang terdiri dari 11 palet. Bimaniyu dalam peperangan Berata Yudha, untuk memasukan gelar cakra pada barisan pertahanan Korawa, melalui 11 tahapan atau lapisan. Terciptanya gending ini adalah penggambaran situasi dari epos tersebut ketika Arjuna mengajarkan Bimaniyu untuk menggunakan senjata ini dikala melawan dan menembus pertahanan Korawa. Gending ini memberikan gambaran tentang semangat patriotic yang harus dimiliki dalam diri dalam menjalankan tugas dan yakin dalam bertindak. Kunci keberhasilan adalah keyakinan yang kuat.
Gerebeg
Gending Gerebeg merupakan salah satu gending yang termasuk dalam kelompok gending pangkat (Angkat-angkatan). Gerebeg diasumsikan sebagai gending marching, gending pasukan dikala berjalan. Kelompok gending Gending pangkat dikelompokan menjadi 2 ada pangkat untuk mengiringi berjalan, ada pangkat untuk mengiringi pertempuran (pangkat bala). Gending Gerebeg penuh semangat dan pembangkit rasa dalam penyajiannya.
Seririt
Seririt adalah salah satu gending khas Tunjuk, Tabanan dan juga ditemukan di daerah Tegalcangkring, Kabupaten Jembrana. Seririt berarti nyeririt. Uang logam yang dilempar kemudian menggelinding (nyeririt). Gending yang dimainkan dalam tempo cepat sebagai implementasi dari kecepatan uang logam ketika menggelinding (nyeririt). Gending ini sebagai simbol semangat dari semua insan.
Sudamala
Sudamala adalah gending Gender Wayang yang dimainkan ketika adanya prosesi ritual permohonan tirta (air suci) untuk pebersihan atau pengelukatan. Sudamala adalah simbol kesucian. Dari gending ini dapat dimaknai bahwa seorang pemain Gender Wayang harus mempunyai jiwa suci tulus iklas dalam mengiringi prosesi ritual. Awali dari hati yang suci, iklas dalam memainkan dan menjalankan tugas untuk persembahan (Suara Gamelan/ Panca Gita) hingga akhir ritual tersebut. Pemain gamelan harus mampu menjaga etika, sikap ketika menabuh gamelan. [T]