DENTING PENJUAL BAKSO
Dari dalam kamar, kudengar suara yang
berasal dari luar, mangkuk penjual bakso
Suaranya tak seperti biasa, begitu pilu
Pagi yang sepi sama seperti pembeli
“Tempat asal saya sedang ada bencana,
anak dan istri di sana, saya merantau”
Semenjak omongan intelektual bodoh
Bakso yang dijualnya tak dibeli banyak
Berjualan bakso untuk bertahan hidup
Tak malu memilih pekerjaan bersahaja
Jangan paksakan sesuatu yang tak alami
Kita semua satu, jangan sampai berkelahi
Politik dari dulu dikatakan sesuatu kotor
Sebab hati dan perilaku amat jauh berbeda
Denting mangkuk seperti hendak berkata:
Kemiskinan menyakitkan. Mari kita peduli.
2021
ANAK-ANAK DI UJUNG GANG
Tak ada tempat bermain, anak-anak penuhi gang-gang sempit di kota.
Bercanda, berlari, berteriak. Lepas, tanpa beban, tampak bebas-merdeka.
Ayah mereka bekerja, tak sempat temani usia penting dalam kehidupan.
Ibu sibuk memikirkan uang tambahan, berjualan online, sesekali internetan
Tradisi yang membuat mereka menikah, sebab jika terus melajang
dianggap aneh, tak laku-laku atau pencinta sesama jenis.
Setelah berumah tangga, mereka mesti punya anak,
agar tak dianggap mandul. Demi kebahagiaan keluarga.
Anak-anak tumbuh di kamar kontrakan, rumah menjadi
impian tak terbeli, karena penghasilan tiap bulan sedikit.
Berteman dengan televisi dan gawai, hidup
di luar kenyataan, menjadi apa saja, dunia
virtual berikan kehidupan semu dan palsu
Sore hari, jika kau melintasi pemukiman,
terdengar suara ramai dari anak-anak itu.
Sebuah negeri bermimpi menjaga mereka
2020
CATATAN PERJALANAN
Datang ke kantor redaksi koran, memori indah.
Menorehkan nama dan tandatangan di kertas.
Honor, bukan hanya soal besaran uang,materi.
Lebih dari itu, ada kepuasan batin, rasa cinta.
Saat tulisan atau karya dimuat, rasanya asyik.
Itu ibarat pengakuan atas jerih payah penulis.
Menulis hingga malam, atau bahkan dini hari.
Ini bukan insomnia, kami terbiasa tidur telat.
Penulis, kaum yang kini banyak dilupakan.
Lupa betapa besar jasa kami di masa lalu.
Koran-koran kini tak bisa membayar honor
Akibat serbuan dunia digital amat kejam
Pemasukan tak sesuai dengan keuntungan
Koran tergeletak di meja, kita tak membaca
Pemerintah ada baiknya segera bertindak
Dukung perusahaan koran tetap berjaya
Agar kami para penulis juga tetap hidup
Honor tulisan membuat dapur mengepul
2021
LAGU CENGENG
Namanya PK, sebut saja demikian, beliau
guru seni saat aku duduk di sekolah dasar.
Konon dia guru agama, entah kenapa bisa
mengajar seni dan beri teori menggambar.
Suatu pagi, dia meminta tugas pada kami,
anak-anak yang polos, lugu, dan baik hati.
“Kumpulkan pekerjaan rumah kalian!”
Suara berat itu penuhi ruangan kelas.
Saat aku menyerahkan lukisanku, ia berkata
keras, “tak adakah gambar lain, selain langit pagi?”
Aku terdiam, air mataku bercampur marah.
Dia tak tahu, ayahku mengajariku melukis,
bersama hikmah hidup yang terus hidup.
Saat itu aku masih kecil, orang tuaku tak pernah
melakukan apa yang dia lakukan.
Beberapa bulan kemudian, guru itu terbius
perselingkuhan. Di tembok sekolah, kabar itu
ditulis dengan tangan yang penuh amarah.
Begitulah. Kami belajar banyak hal. Meniru
apa yang kami lihat dari orang dewasa.
2021
MENGIRIM SUARA IBU KE ANGKASA
Ibu mengirim pesan suara, memintaku
untuk lebih mengalah pada pasangan
Suara itu amat lembut, penuh kedamaian.
Mendengarnya, aku tak mampu berkata.
Melalui telepon pintar milik kakak, pesan
itu masuk ke sanubari dan hati terdalam.
Itu terakhir kali kami mendengar suaranya.
Setelah itu, dini hari tenang, ibu meninggal.
Kami kehilangan perempuan nan agung.
Air mata basahi hati yang masih keras ini.
Kemarin, kudengar lagi pesan suara ibu.
Ibu telah pergi, pulang ke rumah abadi.
Aku lalu mengirim pesan itu ke angkasa
Bekal setiap pejalan yang pulang kembali.
2021
JAKARTA, JANGAN AMBIL DIA
Masihkah kau simpan lukisan itu?
Dulu sekali, saat kita masih belia
Kau pergi lanjutkan studi ke kota
Kuberikan lukisan kecemasan itu.
Tak ingin aku kau pergi amat jauh
Aku takut perubahan. Benar saja,
kau jauh berubah setelah di kota.
Surat dariku tak pernah kau baca
Telepon kabarkan rasa sedih, kau
ingin berpisah usai kita bersama.
Ibumu, ya, ibumu tak menyukaiku.
Kita berbeda keyakinan. Cinta kita
sama, tembok tebal menghalangi.
Lelaki lain masuk dalam hidupmu
Diam-diam kalian menikam setia.
Kudengar pernikahan di pendopo
kota, kau mengundang kecewaku.
Aku terbakar amarah. Marah pada
ketidakjujuran dan kepengecutan.
Kita bertemu dalam diam, ketika
aku datang ke kotamu. Mata kita
ingatkan aku kenangan bersama
saat kita saling mencium kasih
di ruang tunggu, lugu dan polos.
Tak ingin lagi aku mengenalmu
Kita begitu jauh, terpisah jarak
Tak ada lagi pertemuan abadi
Semua hanya sandiwara radio
Sutradara atas kegagalan kita.
2021
DELAPAN PESAN BULAN MEI
Ada yang mengirim hujan ini pagi.
Apakah itu dari para kekasih hati?
Sudah lama panas menghantui
Aku teringat bulan yang datang
Separuh cahaya di langit barat
Kemenangan cinta nan hakiki
Ingatlah, kita tak pernah kalah.
Berita negeri jauh berisi tangis
Kita bersedih bumi tak damai
Manusia tak percaya pada diri
Menguasai dunia, untuk apa?
Kematian datang setiap hari
Hari ketujuh, tuhan tak tidur
Ia selalu menjaga bumi kita
Menari, bernyanyi gembira
Agar air mata tak lagi usai
2021
SEJAK AKU MENCINTAIMU
Sejak aku mencintaimu
Hari-hari begitu indah
Hati riang gembira
Langkah kian pasti
Menjalani hidup
Tak kutemui lagi
Jiwa yang muram
Seperti dulu
Pada dirimu
Aku berkaca
Kutemui ketulusan
Kepolosan
Kanak-kanak kita
Aku ingin bersamamu
Habiskan sisa usia
Mengarungi
Samudera hidup
Percaya dan yakin
Tuhan bersama kita
Peluk erat tubuh ini
Hati kita terpaut
Pada satu kata; cinta!
2015
JALAN PIDADA, DENPASAR
Ketiadaan datang menghampiri
Sebelum hujan akhiri pertemuan
Juga obrolan ditemani dua kopi
Telah sampai di manakah waktu?
Saat masa sulit menghampiri diri
Pandemi membuat kita bersiasat
Lari atau bertahan, kita selalu kalah
Melawan kematian yang pasti tiba
Dunia menjadi seperti pertempuran
Tuhan tak datang lagi menolongku
Sebab doa telah lama tak kudengar
Setelah kepergian orang-orang suci
Menunggu, kita hanya bisa menunggu
Hingga nasib baik mengubah semua
Bukan oleh politik seperti di televisi
Keringat usai bekerja bukti revolusi
2021
CERITA NABI UNTUK KEKASIH
Ada yang tak bersuara di luar kamar
Kukira pencuri, kulihat kucing lapar
Engkau ajarkan aku untuk berbagi
Rumah kita menjadi persinggahan
Perut mungil bersama kelucuan
Kita beri mereka nama manusia
Aku teringat nabi junjungan kita
Beliau gelisah menyimpan harta
Rezeki ini hari dibagikan semua
Jika tidak, beliau tak bisa tidur
Itu yang kudengar dari kekasih
Engkau ajarkan aku arti semua
Lihatlah zaman kita sekarang ini
Saudara kita amat kekenyangan
Sementara yang lain kelaparan
Mencari makan amatlah sukar
Kita bagai binatang jalanan
Manusia yang lupa jati diri
Cerita nabi semoga didengar
Itu pun jika kita masih ingat
2021
~~~~~~~~~~~~
BACA PUISI LAIN
~~~~~~~~~~