Setiap tahun pemerintah pusat maupun daerah sering menyerukan pembangunan infrastruktur. Jalan raya, pelabuhan, bandar udara, rel kereta api, pembangkit listrik, perumahan dan saluran air adalah infrastruktur yang jadi prioritas sampai membenani keuangan. Proses pembangunan infrastruktur tersebut terkadang menimbulkan dampak negatif sosial dan ekologi. Tanah, sungai, danau dan laut yang digunakan untuk produksi pangan dikorbankan untuk hal tersebut. Masyarakat kehilangan mata pencaharian. Lingkungan hidup terdegradasi.
Dari tujuh infrastruktur di atas, ada dua infrastruktur yang lebih penting. Dua infrastruktur ini menentukan hidup matinya suatu bangsa. Sepanjang sejarah manusia sebagian besar kerajaan runtuh karena dua infrastruktur ini hancur. Bencana kelaparan dan kekeringan adalah tandanya.
Ketika pemerintah membunyikan slogan NKRI harga mati sementara membiarkan bahkan berperan dalam kerusakan dua infrastruktur ini sampai parah, tindakan tersebut tampak konyol. Dua infrastruktur yang dimaksud adalah tanah subur dan air yang jernih.
Tanah subur berarti tanah itu kaya dengan berbagai macam organisme. Dalam sebidang tanah subur terdapat ribuan spesies mahluk hidup yang hanya dapat diamati oleh mikroskop electron dan kaca pembesar. Mahluk hidup yang dapat diamati tanpa alat bantu yaitu cacing tanah dimana ia menggemburkan tanah.
Cacing tanah memperoleh nutrisi dari tanah dan setiap mengeluarkan sisa makanan mengembalikan nutrisi ke dalam tanah. Tanah merupakan wadah yang hidup. Ia bukan benda mati seperti bebatuan dan pasir. Tanah hidup yang digenggam bersifat lengket dan lunak. Ia tidak seperti butiran bubuk yang melayang saat ditiup. Tidak juga keras seperti batu sehingga tidak dapat memberikan tempat bagi akar tanaman untuk tinggal.
Tanah yang hidup ini membuatnya menjadi rumah bagi persemaian benih. Tanah hidup menyimpan air karena tutupan tanaman seperti pohon dan rumput menahannya. Ini membuat air tidak mengalir begitu saja yang mana menimbulkan banjir bandang. Kelebihan air yang tidak terserap oleh tanaman akan disalurkan ke bawah tanah sebagai mata air jernih. Air bawah tanah diperbaharui berkat tanah hidup
Air jernih di sini berupa sungai, danau, mata air dan lautan yang dasarnya dapat terlihat jelas meski di kedalaman lebih dari 20 meter sulit terlihat. Saat memperhatikan air jernih akan terlihat aneka warna di dasarnya. Air yang keruh mengaburkan pandangan. Kejernihan air merupakan faktor terpenting dalam kesehatan mahluk hidup di situ. Air jernih ini digunakan untuk budidaya ikan dan rumput laut, irigasi, tempat minum hewan dan kesehatan manusia yaitu mandi cuci kakus. Kekayaan sejati suatu bangsa berasal dari dua infrastruktur ini.
Amati barang barang yang dimakan dan diminum termasuk untuk obat obatan. Sentuh benda yang dikenakan di badan, dipakai saat duduk dan tidur, dan melapisi benda lainnya. Kemudian lihat kursi, meja ,lemari , pintu, jendela dan dinding bangunan yang warnahnya mirip karena berasal dari bahan yang sama.
Saat berjalan jalan di toko perhiasan ,kita dapat menemui kalung, gelang dan cincin yang menggunakan butiran butiran kerang dari dasar laut dalam dimana harga satu butir mencapai puluhan juta rupiah. Benda benda di atas yang berhubungan dengan kehidupan kita sehari hari berasal dari tanaman dan hewan yang hidup di darat maupun perairan.
Pertanian dalam arti luas adalah mengasilkan produk dari tumbuhan dan hewan di daratan dan lautan. Ini termasuk pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Semua makanan bernutrisi, obat obatan untuk menyembuhkan, cairan pewangi dengan aroma menyenangkan, bahan bangunan, mebel dan kerajinan dari kayu dan perhiasan mutiara didasari oleh dua hal yaitu tanah subur dan air jernih.
Perekonomian nyata suatu negara berasal dari sini. Betapapun canggihnya teknologi dan megahnya bangunan yang didirikan setiap manusia tidak akan pernah dapat lepas dari dua hal ini.
Suatu kesalahan besar menanduskan tanah dan mengkeruhkan air demi pertumbuhan ekonomi jangka pendek dengan penanaman monokultur yang menimbulkan penebangan hutan skala besar dan pengeringan lahan basah. Dua hal ini dilakukan untuk perkebunan monokultur sawit.
Akibat lain monokultur adalah penggunaan berlebihan pupuk dan pembasmi hama kimia yang diperoleh dari menambang perut bumi lalu mencemari udara dengan gas rumah kaca, membuat air tak layak dihuni ikan ikan, dan biota tanah seperti cacing jumlahnya langka dalam sebidang tanah yang terlalu banyak zat kimia dibandingkan tanah pertanian ramah lingkungan.
Atas nama pembangunan, industri dan tambang membuang sampah padat dan limbah beracun ke sungai, danau dan lautan. Kualitas air menurun. Bahkan mata air yang sudah terkena zat kimia tidak layak untuk membasahi sawah dan pekarangan rumah yang pada gilirannya menurunkan kualitas makanan. Jarang ada orang yang mau menyentuh air itu atau izinkan hewan piarannya minum air tersebut jika tidak terpaksa.
Hasil-hasil pertanian dari lahan, sungai, danau, tepi pantai dan laut yang dekat dengan daratan terpuruk. Di atas kertas pemegang kebijakan ekonomi, kegiatan yang merusak ini direstui karena mendatangkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto dimana dalam indicator ini pertumbuhan uang dari barang dan jasa adalah tanda kemakmuran suatu negara meski efek sampingnya diabaikan.
Mendirikan perkebunan skala besar dan pabrik raksasa membuat perputaran uang yang luar biasa besar dan cepat. Kegiatan perputaran uang ini mencakup pemusnahan lahan, pembangunan jalan dan pelabuhan, pengadaan mesin mesin, bahan bangunan dan kimia dan tenaga kerja, pelubangan bukit, dan penyaluran ke konsumen. Perputaran uang di sini mencapai trilliun rupiah.
Dalam prosesnya di tengah jalan, banyak rakyat kecil dan satwa liar dirampas rumahnya tanpa ada kompensasi sedikitpun karena dianggap tidak berkontribusi pada PDB. Jika hutan dan lahan basah dibiarkan asri dengan keragaman hewan dan tanamannya yang berfungsi sebagai pemurni udara dan menjaga mata air jernih selama ribuan tahun dan komunitas setempat menggunakaannya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan berbagi habitat dengan satwa liar, itu tidak menghasilkan PDB.
PDB akan dihasilkan saat hutan dijadikan kayu dan lahan basah yang mana burung dan nelayan menangkap ikan dijadikan gedung dan perumahan oleh pengembang. Satwa liar semakin terancam punah dan rakyat menghadapi kesengsaraan ekologis seperti sesak nafas dan berbagai penyakit dari limbah. Kepunahan flora dan fauna, kesengsaraan ekologi rakyat kecil, degradasi tanah dan pencemaran air merupakan beban dari Produk Domestik Bruto. Jika empat beban itu dimasukkan dalam proses mengasilkan Produk Domestik Bruto maka pertumbuhannya dapat menjadi minus.
Saat ini kelangkaan air bersih dan tanah subur terus mengintai yang berujung pada konflik di masyarakat. Paradigma alternatif harus dibangun berdasarkan pada dua hal ini yaitu tanah subur dan air jernih sebagai solusi permulaan. Untuk dapat hidup makmur setiap orang butuh makanan bernutrisi, air jernih, pakaian yang sesuai, tempat berteduh layak, ketercukupan energi, kesehatan fisik, jiwa dan lingkungan, rasa aman dan pendidikan relevan untuk mengembangkan daya cipta rasa dan karsa.
Barang barang yang diperoleh untuk memenuhi delapan kebutuhan pokok tersebut berasal dari hubungan yang erat antara siklus air dan kesuburan tanah. Peran negara menurut konstitusi dimana menjamin setiap warga hidup layak wajib memfasilitasi tiap warganya untuk mengakses delapan kebutuhan pokok tersebut.
Tanah subur dan air jernih adalah modal dasar untuk itu. Jika pertumbuhan PDB kecil (setelah keuntungan dikurangi dengan empat beban yang dihasilkan dengan perhitungan jujur) sementara tiap warga negara dapat mencukupi delapan kebutuhan tersebut, kualitas ekologi terjaga, habitat satwa yang terdegrasi dipulihkan, air keruh menjadi jernih dan tanah tandus kembali subur itu bukti bahwa kelayakan hidup bangsa tercapai.[T]