Terima kasih semua teman yang telah mengirimi kami ucapan SELAMAT TAHUN BARU ‘CAKA’. Tapi, maaf, tidak ada TAHUN ‘CAKA’.
Tahun ‘śaka’ dibaca ‘shaka’ adalah tahun yang dipakai dalam peradaban kuno Bhatara Warsa (India Kuno) dan Bhatara Kanda (negara-negara Asia Tenggara) yang dalam penulisan huruf Devanagari ditulis शक dan dalam aksara Bali ditulis ᬰᬓ dibaca ‘shaka’ bukan ‘CAKA’. Berdasarkan ilmu bahasa (fonologi) suara ‘sha’ ini merupakan konsonan ‘sa-palatal’ atau ‘sa-talawya’ditulis menjadi ‘śaka’.
Artinya apa? Tidak bisa ditulis ‘CAKA’.
Berdasarkan kesepakatan internasional penulisan kata शक ditulis ‘śaka’, ini diatur dalam aturan internasional alihaksara Sanskerta atau dikenal sebagai International Alphabet of Sanskrit Transliteration (IAST).
Kalau ngotot menulis tahun ‘śaka’ dengan huruf C maka teman-teman harus menulis dengan Ç yang dalam bahasa Perancis C dengan coret koma di bawahnya ini disebut C-cedilla. Kalau menulis tahun ‘śaka’ dengan tulisan C, dan tidak disertakan coret koma di bawahnya, maka ini keliru. Lebih baik menulis dengan huruf S: SELAMAT TAHUN BARU SAKA…. Sekalipun ini tidak sepenuhnya benar, tapi tidak begitu jauh menyimpang seperti tulisan ‘CAKA’.
Bagaimana sejarah penulisan tahun शक (‘śaka’)?
Istilah tahun ‘śaka’ adalah serapan dari Sanskrit atau bahasa Sanskerta yang diserap masuk dalam bahasa Melayu Kuno, Sunda Kuno, dan Jawa Kuno dan kita warisi sampai saat ini. Jika kita ikuti International Alphabet of Sanskrit Transliteration (IAST) maka penulisan tahun शक yang benar adalah ‘śaka’.
Kenapa banyak orang-orang tua di Indonesia menulis tahun Çaka?
Alasannya: Mereka terpengaruh pendidikan Belanda dan Perancis.
Penulisan श — yang merupakan konsonan sa-palatal atau ‘sa-talawya’— telah ditetapkan oleh Dr. Colebrooke dengan huruf Ś.
Tetapi beberapa sarjana Peranciis dan Belanda dan Prancis merubah huruf Ś dengan huruf Ç. Ini diikuti juga oleh orang Indonesia tamatan sekolah Belanda. Semenjak itu penulisan tahun ‘śaka’ ditulis menjadi Çaka. Ucapan tahun baru ‘śaka’ akhirnya berubah menjadi Çaka. Hanya saja ini berlangsung tidak lama karena ada koreksi ulang dan kembali secara internasional ditetapkan menjadi ‘śaka’.
Profesor Tjok Rai Sudharta, pakar Sanskerta terbaik Indonesia era 1970-1990an, menjelaskan bahwa Sir William Jones tidak sepakat kalau ‘sa-talawya’(sa-palatal) ditulis Ç. Pembelaan ini tercantum dalam “A Dissertation on the Orthography of Asiatick Words in Roman Letters”. Sir William Jones mempertahankan alihaksara huruf-huruf Sanskerta ke dalam huruf-huruf Latin yang dilakukan oleh Dr. Colebrooke setelah menganalisisnya dari sudut phonology, antara lain rumusannya bahwa huruf ‘sa-talawya’ditulis Ś.
Pendapat Sir William Jones diperkuat oleh Sir Monier Monier Williams yang telah menyusun Kamus Sanskrit English yang sangat penting dalam pembelajaran Sanskerta di dunia akademik.
Aturan penulisan ini (yang dirumuskan oleh Dr. Colebrooke, Sir William Jones, Sir Monier Monier Williams) pada akhirnya mendapat pengakuan oleh ahli-ahli bahasa Sanskerta di seluruh dunia: Secara internasional tidak lagi ‘sa-talawya’ditulis dengan huruf Ç (C-cedilla) tapi dengan Ś. Artinya penulisan tahun Çaka tidak benar yang benar secara internasional adalah ‘śaka’.
Celakanya, sudah pernah diajarkan dan beredar penulisan tahun Çaka di sekolah-sekolah Belanda di Nusantara. Yang umum terjadi adalah banyak orang Indonesia tidak bisa menulis Ç (C-cedilla) dan menggantinya secara serampangan dengan C biasa. Penulisan Çaka pun menjadi ‘CAKA’. Kesalahan ini seperti salah turunan, diwariskan sampai kini.
Kekeliruan Ç (C-cedilla) berubah menjadi C ini juga terjadi dalam kata-kata lain, seperti penulisan Śiva (Śiwa), sampai kini ada yang menulis Ciwa karena pernah diajarkan di sekolah masa penjajahan Belanda bahwa Śiwa ditulis Çiwa. Akibat tidak secara benar menulis Ç (C-cedilla) maka tertinggal banyak dalam kutipan penulisan buku-buku Belanda yang dulunya menulis Çiwa ketika dikutip menjadi Ciwa. Ciwa tidak memiliki arti dimaksud. Sama halnya kata Çanti menjadi Canti. Kalau mau aman maka tulislah sesuai pengucapannya menjadi Shanti. Lebih baik menulis kata Śiwa menjadi Shiwa, daripada mau menulis Çiwa akhirnya tertulis Ciwa. Penulisan yang benar adalah Śiwa, atau kalau mau aman tidak bisa menulis Ś lebih dianjurkan menulis seusai suara yang dihasilkan Shiwa atau Shiva.
Kembali kepenulisan tahun ‘śaka’, tahun depan ada baiknya tidak lagi mengirim ucapan TAHUN BARU ‘CAKA’. Tulisanlah SELAMAT TAHUN BARU ‘ŚAKA’ — ini penulisan yang sesuai dengan International Alphabet of Sanskrit Transliteration (IAST). Kalau tidak bisa menulis Ś (s dengan coret di atas atau acute accent) tulis saja: SELAMAT TAHUN BARU SAKA.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ‘śaka’ ditulis syaka. Artinya kalau mengikuti KBBI maka ditulis: SELAMAT TAHUN BARU SYAKA…
Kami lebih menganjurkan dan memilih menulis tahun ‘śaka’ tidak tahun Syaka. Jika semua serapan kata dari bahasa Sanskerta dengan ‘sa-talawya’di-indonesia-kan menjadi ‘sy’ bisa banyak menimbulkan kebingungan yang meluas, seperti kata Śanti harus ditulis Syanti, lalu Śiwa ditulis Syiwa?
Terima kasih sahabat dan keluarga kami yang telah mengirimi ucapan SELAMAT TAHUN BARU ‘CAKA’. Apapun tulisannya — entah ‘SHAKA’, SAKA, ÇAKA atau ‘CAKA’— semua doa dan niat tulusnya kami terima dengan suka cita.
Tapi, mohon ya, mohon tahun depan tidak lagi salam ditulis dengan tulisan ‘CAKA’. Tulislah ‘ŚAKA’. Kalau pakai HP tekan huruf S agak lama, maka di layar akan muncul pilihan huruf Ś.
SELAMAT TAHUN BARU ŚAKA 1943. Semoga Semesta melindungi kita. [T]