APAKAH AKAR setiap keberadaan? Hening.
Apakah puncak segenap keberadaan? Hening.
Dibaca layaknya pohon, hidup dalam kehidupan ini merupakan pertumbuhan dari Hening ke Hening:
Yang senantiasa setia memangku, memeluk, mengasuh, menghidupi akar-akar yang tidak kelihatan di bawah tanah itu adalah Hening Tanah Ibu Bumi Pertiwi.
Yang senantiasa setia memayungi, mengayomi, menaungi pucuk-pucuk di puncak ketinggian sana itu adalah Hening Langit Bapa Angkasaraya.
Hening Langit Angkasaraya menebarkan sinar Matahari dengan daya penghijau sebagai energi penghidup, lalu menebarkan air hujan yang diserap disimpan dalam pelukan tanah Ibu Bumi Pertiwi, untuk kemudian disusupkan dialirkan ke dalam sekujur tubuh pohon, layaknya sang Ibu Kandung menyusui sang putra-putri.
Di sela-sela Hening Tanah Ibu Bumi Pertiwi dan Hening Langit Bapa Angkasaraya, memang, ada pula dinamika angin: terkadang halus lembut berembus mendesir sepoi-sepoi, ada kalanya pula liar menggoyang mengguncang-guncang kencang. Tapi, bukankah angin itu senantiasa hadir menjalankan tugas guna memastikan kekuatan pohon-pohon yang berkehendak bertumbuh maju lebih jauh merengkuh Hening demi Hening?
Sepanjang hayat di kandung badannya, pepohonan tiada sekali pun pernah ditinggalkan maupun menanggalkan Hening. Setiap kali detik-detik saat terlewati, Hening senantiasa setia menemani perjalanan pertumbuhan pepohonan:
Ke bawah akar-akar pepohonan kian kuat kokoh dan dalam berpelukan mesra dengan Hening Tanah Ibu Bumi Pertiwi.
Ke samping ranting-ranting pepohonan kian luas-lebar merindangi ruang-ruang yang mengitari mengelilingi pokok pepohonan; dan ke atas pucuk-pucuk di puncak semakin tinggi merengkuh Hening Langit Bapa Angkasaraya.
Begitulah makna bertumbuh ataupun maju, dalam ”bahasa pohon” yang dikontribusikan begitu mewujudnyata pada hidup dan kehidupan ini sepanjang hayat: mencakup semua arah dengan sama indah, sehingga menjadi sempurna.
Belajar dari cara pepohonan meng-ADA, kita patut jujur mengakui: betapa kerap kalah indah dan sempuna mewujudnyatakan makna hening, tumbuh, dan maju itu.
Pertumbuhan usia tak senantiasa berbanding lurus dengan pertambahan kedewasaan sikap hidup dalam kehidupan. Kemajuan pendidikan dan ekonomi tidak pula serta merta seiring sejalan dengan kesadaran dan kesantunan hidup yang menghargai kelangsungan kehidupan bersama.
Kerap kali kita justru menuai sebaliknya: tumbuh dan maju dalam satu hal di permukaan, namun mundur dan mengerdil dalam banyak hal yang esensial nan substansial. Tak jarang, memang, kita kalah wicaksana, kalah jujur, tinimbang pepohonan karena kepintaran pikiran, sehingga membikin hidup cenderung menikung: bukan dari Hening ke Hening, justru berkelok dari riuh ke gaduh.
Selamat menyempurna dalam Hening Nyepi. Dumugi kaswecanan kapaica Santa Santih Rahayu sareng sami. [T]