Dia bernama Putu Ria Wijayanti. Nama di akun facebook, Ria Laksana Wijaya. Jangan tanya kenapa nama akun dia seperti itu. Itu tak begitu penting untuk ditanyakan. Yang penting adalah postingan foto, video dan kata-kata dia di laman itu.
Hampir semua postingan dia berkaitan dengan babi. Ya, babi. Postingan tentang anak-anak dia, kadang-kadang saja. Postingan tentang gaya hidupnya yang lain juga tak banyak. Tentang suami, jarang (mungkin tak pernah) terlihat.
Bacalah salah satu postingan dia yang cukup anyar:
“Kalau dulu babi bali keluar Bali, kini saatnya babi luar masuk ke Bali” Mungkin banyak yang berfikir, mengeluarkan ternak babi, dari Bali keluar Bali, itu mudah. Padahal tidak.
Semua ada proses dan prosedurnya. Harus melewati ijin 3 instansi, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Balai Karantina, dan Balai Besar Veteriner. Apalagi semanjak virus ASF melanda. Setiap babi yang akan dikirim harus diseleksi dan uji laboratorium. Tidak uji sampel 1 babi untuk 1 pengiriman. Tapi 1 babi 1 uji lab. Ibarat PSBB saat ini, babi juga harus di-PCR bebas virus, baru boleh terbang. Kalau dari 70 ekor babi yang akan dikirim, 1 saja dinyatakan positif, maka pengiriman tidak dapat dilakukan.
Kami peternak dan pengirim taat menjalani itu karena kami juga paham, agar virus ini tidak menyebar pada rekan-rekan peternak lainnya di wilayah lintas rute pengiriman babi. Kami tidak mau jadi pembunuh bagi rekan rekan sesama peternak.
Prinsip saling melindungi ini ternyata tidak dimiliki oleh semua pelaku usaha di bidang per-babi-an. Ketika harga melambung, banyak pula yang tutup mata terima barang antah berantah tanpa berkas, dokumen apalagi uji lab, yang penting bisnis tetap jalan.
Resiko terbesarnya adalah wabah yang mulai redup akan kembali naik daun. Dan perjuangan akan makin berat untuk membuat populasi babi di Bali jadi stabil seperti sedia kala. Gerakan bersih-bersih tidak akan bisa efektif.
Ini bukan masalah babi bali atau babi luar Bali. Tapi bagaimana kita bisa menekan penyebaran virus agar peternak babi bisa bangkit lagi.”
***
Dengan postingan semacam itu, Anda pasti menebak-nebak, Ria Wijayanti adalah seorang peternak babi. Tebakan itu tepat. Tapi ibu muda ini bukanlah peternak babi biasa.
Dia bukanlah peternak yang awal tahun beli bibit babi, lalu sehari-hari memberi makan babi, pertengahan tahun panen babi, lalu raup untung, lalu beli bibit babi lagi, jual lagi, untung lagi, begitu seterusnya. Ria bukanlah peternak yang monoton semacam itu.
Sungguh bangga dia disebut sebagai pemelihara babi. Tapi sesungguhnya, yang membuat ia menikmati kebanggaan, adalah karena dia tak melulu sebagai pemelihara, di dalamnya dia mengkombinasikan berbagai aktivitas, antara lain jadi pebisnis, pekerja sosial, penyebar edukasi, pemberi pencerahan, dan sesekali juga menulis puisi.
Semua itu dilakukan dengan niat dan tujuan yang tak semata-mata untung besar, melainkan bagaimana membuat babi di Bali tetap menjadi ternak utama, ternak yang dicintai, ternak yang memberi hidup bagi warga Bali. Itu adalah kebanggaan.
Dengan kombinasi seperti itu, dalam rangkaian gerak setiap hari, dia bisa sekaligus menjadi pengusaha, peternak, penggerak kelompok, pemerhati lingkungan, penebar inspirasi, juga sebagai seorang istri dan ibu dari tiga putri. Dia bisa melakukan semua itu dengan sukacita seakan-akan tanpa beban, bahkan masih bisa bikin postingan di media sosial.
Postingannya pun bukan postingan ecek-ecek. Bukan keluh-kesah untung-rugi, bukan juga pamer gagal dan sukses. Secara gamblang, dia biasanya menulis tentang bagaimana babi harus diperjuangkan terus-menerus.
Semua ini dilakukan dengan kesadaran bahwa sebagai peternak babi, dia sangat sadar bahwa dia tak bisa asyik-asyik sendiri. Ia harus “membagi diri”, sekaligus berbagi kepada orang. Maka dari itu, ia membangun komunitas bersama peternak babi yang lain.
Adalah Kelompok Ternak Babi Antoya Sari Alam yang dia dirikan beberapa tahun lalu. Awalnya, anggotanya sedikit. Banyak yang tanya-tanya; Eh, ngapain ikut komunitas semacam itu? Tapi kini, ketika para peternak tahu manfaat berkomunitas yang benar, komunitas ini kini beranggotakan peternak babi dari berbagai tipe. Ada peternak besar, peternak rumah tangga, peternak kecil, peternak muda, peternak tua, dan sebagai-sebagainya.
Komunitas ini penting. Ini bukan menghimpun kekuatan agar satu kelompok peternak bisa mengalahkan kolompok peternak lain. Bukan. Komunitas ini adalah ajang saling berbagi pengetahuan, terutama pengetahuan tentang ternak babi, penyakitnya, pakannya, perawatannya dan lain-lain.
“Jika babi diserang penyait, kita tak bisa menanggulangi sendirian. Tak akan berhasil. Peternak lain, juga harus diperhataikan. Jika babi kita sehat, babi lain sakit, babi yang sehat bisa ikut ditulari sakit. Artinya, penanggulangan harus dilakukan bersama-sama,” kata Ria.
Memelihara babi memang susah-susah gampang. Air, limbah, kotoran, adalah sumber penyakit. Sehingga, penyebaran pengetahuan soal pengelolaan air dan limbah juga penting dilakukan secara bersama-sama.
“Jika kandang kita sendiri saja yang bersih, sementara yang lain tidak, maka yang bersih pun bisa kena penyakit!” kata Ria.
Untuk itulah, sesama peternak babi harus peduli yang lain juga. Seberapa kuat pun seorang peternak menjaga peternakan sendiri, tapi tak peduli peternak lain, peternak itu juga akan kena akibatnya.
“Kenapa kita (peternak babi) bisa jatuh dan bangkrut, ya karena kita bergerak sendiri,” tegas Ria.
Pengetahuan bersama tentang proses penjualan juga harus disebarkan. Kalau peternak-peternak kecil, misalnya peternak rumah tangga yang beternak sendrian, tidak mendapatkan informasi soal harga yang benar, maka mereka mudah dibohongi.
Pembeli atau pengepul bilang harga babi sekian-sekian, peternak akan ikut saja. “Bahkan ada juga orang yang tega-teganya membohongi peternak tua. Dibilang harga 18 ribu per kilogram, padahal harga masih 25 ribu perkilogram,” cerita Ria.
Di tengah-tengah kesibukan dia memelihara babi, dan juga menjadi Ketua KSU Pudak Sabe di Desa Patemon, Seririt, Buleleng, dan juga memimpin CV ASA yang memroduksi pakan ternak, dan juga sibuk lain-lain sebagai ibu rumah tangga, Ria Wijayanti ternyata juga aktif sebagai sekretaris dalam organisasi PHMI, yakni Perhimpunan Peternak Monogastrik Indonesia.
PHMI jauh-jauh dari urusan politik praktis dan sama sekali tak bermuatan politik. Organisasi ini lebih banyak bergerak dalam bidang pembinaan peternak babi yang menjadi anggota PHMI yang tersebar di seluruh Bali. Ada di Tabanan, Kintamni, Negara, dan desa-desa lain.
Awalnya, memang kelompok lebih fokus pada kegiatan jual beli babi. Namun bagaimana bisa melakukan jual-beli jika peternak gagal panen karena edukasi tentang peternakan babi tak bisa didapat dengan benar?
Maka itu, organisasi ini pun gencar melakukan edukasi, terutama soal penanggulangan virus dan penyakit yang belakangan kerap menghantui peternak. Kalau satu peternak babinya kena virus atau penyakit, infonya akan disebarkan di grup media sosial, lalu secara organisasi mereka akan saling bekerjasama untuk menanggulanginya.
“Kami kerjasama dengan beberapa pihak, termasuk doker hewan. Itu free. Peternak tak usah bayar,” tegasnya.
Ngomong-ngomong, Ria sendiri pelihara babi berapa?
“Saya pelihara babi sampai 500 ekor,” katanya.
Wah banyak juga ya.
Tunggu dulu. Babi sebanyak itu tidak dia pelihara sendiri. Sebelumnya memang babi milik dia ditempatkan dalam satu peternakan, namun sejak akhir 2020 beberapa induk dan babi dalam fase penggemukan “dilemparkan” kepada teman-temannya sesama peternak..
Artinya, babi dia lebih banyak dipelihara peternak lain. Sistemnya bisa bagi hasil, bisa juga dengan sistem lain yang sama-sama menguntungkan. Selain karena ia ingin lebih fokus mengurus bisnis, juga karena banyak peternak pada akhir tahun lalu bangkrut karena babi mereka mati terdampak virus.
“Dalam kondisi seperti ini, cari keuntungan sendiri, saya enggak!” ujarnya.
Prinsipnya, jika peternak tak punya modal sendiri, sessama peternak harus membantu. Ada juga yang punya modal, tapi masih trauma dan takut membeli bibit. Mereka itu harus dibantu. Mereka tak perlu keluar modal, tapi tetap bisa beternak babi. Maka, peternak yang punya babi banyak, diberikan ke peternak lain dengan sistem ngadas atau bagi hasil.
“Mereka, para peternak babi, harus bangkit. Kalau tak ada yang peduli, babi bisa punh di Bali. Jika babi di Bali punah, itu aneh!” katanya.
Kalau babi para peternak sudah besar, Ria juga kerap membantu distribusi agar mereka bisa mendapatkan harga yang layak dan benar. Namun jika peternak mendapatkan harga yang lebih tinggi, misalnya dari pedagang babi guling di suatu daerah, maka dia akan membiarkan peternak itu menjual ke pembeli yang bersedia mengambil babi dengan harga yang lebih tinggi.
“Jadi, tak ada monopoli. Yang dibngun kepercayaan. Peternak harus mendapatkan untung, dan semakin banyak untungnya, mereka semakin suka pelihara babi!” kata dia.
Bisnis babi itu unik. Tentu saja. Permintaan babi tak bisa dikelola sendiri karena semua proses harus berjalan kontinyu, terus-menerus. Tak bisa juga distribusi terjadi antara orang perorang, misalnya antara pedagang babi guling dengan peternak babi, yang itu-itu saja. Semua harus dilakukan secara bersama-sama, berjaringan, saling membagi info, saling membantu penyaluran.
Dan semua itu memerlukan kesetiaan. Kesetiaan seorang peternak babi, buakn sekadar kesetiaan dalam berjualan, namun kesetiaan untuk membuat babi tetap menjadi tuan rumah di Bali, tidak ada “babi tamu” dari luar, misalnya karena stok babi di Bali menipis, atau bahkan punah.
DATA PUTU RIA WIJAYANTI
- Tempat, Tanggal Lahir : Denpasar, 21 Februari 1987
- Ketua KSU. PUDAK SABE, Desa Patemon – Seririt
- Pimpinan CV. ASA (Antoya Sari Alam), Produksi Pakan Ternak
- Founder Kelompok Ternak Babi Antoya Sari Alam
- Sekretaris di PHMI, Perkumpulan Peternak Hewan Monogastrik Indonesia
- Owner Babiasa Kuliner, Produksi kuliner olahan babi
- Owner PT. Berkah Abadi Baliagro Indonesia [Peternakan Babi]
- Owner PT. Maha Jnana Medika Nusantara [pengobatan dan treatmen kesehatan babi]
- Pendidikan S1 Ekonomi Manajemen Pemasaran
- Suami: Didin Lukas Cahyono, ST(Cukup 1 saja 😁)
- Anak 3 perempuan (Jangan tanya apa mau buat 1 lagi, siapa tahu yg terakhir laki-laki 😆)
- Orang Tua: Ida Pandita Nabe Rsi Agung Dwija Bharadwaja
- Alamat : Griya Taman Tunjung Mekar, Desa Patemon, Kec. Seririt Kab. Buleleng Bali