Hari itu, Grudug terlihat aneh. Tingkah aneh itu diperhatikan oleh temannya. Ia diperhatikan lantaran lamanya ia mencecap gelas. Seperti biasa satu gelas diputar untuk bersama, tetapi ketika temannya ingin menuangkan minuman, ternyata gelas itu masih menempel di mulut Grudug. Sebelumnya ia terlihat normal. Begitu tiba gilirannya, Grudug langsung menyambar gelas dan mengangkat minuman, sehingga teman-temannya memberi julukan “bata kering”. Giliran tiba, minuman langsung diteguk habis. Tapi yang tidak normal kemudian terlihat ketika Grudug melekatkan gelas di bibirnya. Dilumatnya gelas itu sangat lama lalu diputar-putar di bibirnya. Bahkan sesekali lidahnya menjulur ke dalam gelas. Sebetulnya menjijikkan, tetapi tidak bagi teman-temannya yang sudah mulai oleng.
Temannya, katakanlah Gung Alem, adalah orang yang memperhatikan Grudug. Gung Alem duduk di sebelah Grudug dan itu berarti, setelah Grudug, adalah giliran Gung Alem yang minum dari gelas itu. Gung Alem yang kebetulan bertugas menuangkan minuman melihat apa yang dilakukan Grudug. Seketika saja, Gung Alem yang setengah sadar itu mengejek Grudug, katanya, “Sudah berapa lama kau tak bertemu pacar, sampai-sampai gelas kau begitukan.” Lalu terdengar ledakan tawa dari teman-temannya.
Grudug hanya ketawa sambil memejam-mejamkan matanya untuk berpura-pura susah payah menghabiskan minuman kecut itu. Tak luput, ia langsung mengeluarkan lidahnya untuk membuat ia terlihat susah meminum minuman yang warnanya putih pekat itu karena rasanya tajam di lidah.
Semenjak beberapa hari yang lalu, Grudug sebenarnya kesal dengan Gung Alem. Ketika itu, mereka minum-minum namun hanya berdua, tercurahkanlah segala perasaan Gung Alem. Mereka curhat masalah adik perempuan Gung Alem yang belum menikah hingga berumur lebih dari 25 tahun, padahal, adiknya, Gek Mirah punya rencana pada umur itu akan menikah, tetapi berhubung belum bertemu dengan orang yang berkasta, Gek Mirah dilarang menikah oleh orang tuanya.
“Jaman sekarang masih saja memperhitungkan kasta. Jaman udah modern tapi orang tuaku kok kolot gitu sih, kan kasihan adikku sudah tua belum juga menikah”
Grudug merasa tersentuh dengan perhatian Gung Alem pada adiknya, tetapi ia tak punya saran sehingga ia hanya berkata, “Mana bisa kita melawan kehendak orang tua, kecuali nekad kawin lari, Gung!”
“Padahal ya, pacar adikku itu ganteng, kerja di bank dengan penghasilan besar. Aku kenal betul dengan pacarnya itu, baik orangnya.”
Grudug sontak saja menanggapi itu, “Berarti Gung Alem setuju karena lelaki itu kaya dan ganteng?”
Gung alem pun langsung menyambar pertanyaan itu dengan segala pengetahuannya tentang kesetaraan meski tertatih-tatih, “Kita mestinya melihat orang sebagai manusia, masak cuma gara-gara kasta, kita tidak mau menerima orang, Sing dadi keto!”
“Mungkin orang tuanya Gung takut anaknya nikah jauh. Jodohin sama saya aja, Gung! hahaha” celetuk Grudug.
“Boleh saja, tapi masalahnya kau masih pengangguran, lulus belum, disebut kuliah juga gak pantas karena lebih sering di rumah. Nikah itu perlu status yang jelas!”
Mendengar itu semua, tentu saja Grudug bahagia meski ditolak begitu. Toh itu cuma candaan. Ia berpikir, inilah perkembangan zaman, perkembangan kesadaran kesetaraan manusia, toh sekarang bukan zaman kerajaan lagi yang membuat orang harus menyembah-nyembah orang yang berkasta lebih tinggi.
Tapi tunggu dulu. Grudug adalah seseorang dari kasta biasa, tentu secara harfiah tidak bisa disejajarkan dengan Gung Alem yang tergolong kasta tinggi. Beberapa hari yang lalu odalan digelar di rumah Grudug, Gung Alem pun datang ke sana dengan niat ngobrol melanjutkan obrolan sebelumnya. Ketika itulah kasta bekerja.
Datanglah Ibu Grudug, membawakan buah-buahan berkelas impor, kue yang khusus dipesan dengan rasa dan penampilan berkualitas, lalu disodorkanlah pada mereka, “Ini silakan Gung, tapi ini lungsuran di Sanggah, Ibu gak punya makanan selain lungsuran, maaf ya, Gung”
Memang hal yang normal, makanan yang sempat dijadikan sesajen di Sanggah tak boleh disantap oleh orang berkasta yang lebih tinggi. Tetapi, kalau makanan itu dijadikan sesajen di Pura umum, sah-sah saja bagi siapa pun.
Ibu Grudug ketika itu, hanya menawari yang terbaik. Semua lungsuran itu dianggap istimewa dan berkelas, sementara makanan yang belum dijadikan sesajen atau Sukla hanya beberapa biji pisang yang masak pun belum, jadi terpaksa yang ditawarkan itu adalah lungsuran. Lagi pula, apabila teman-teman Grudug datang ke rumah, biasanya mereka ditawari lungsuran toh langsung disambar.
“Anak-anak sepantaran Grudug kayaknya sudah enggak mikirin hal begituan,” pikir ibu Grudug dalam hati. Tetapi sebagai rasa hormat, Ibunya selalu memberitahu, makanan itu entah Sukla, Lungsuran Pura, atau Lungsuran Sanggah pada orang yang disajikan.
Mungkin hanya sebagai bentuk kesopanan, Gung Alem pun menjawab, “Gak apa-apa, Bu. Makasi Nggih” tanpa gestur yang mengikuti ucapan itu.
Selama obrolan, Grudug terus memperhatikan tangan Gung Alem. Ia ingin tahu bagaimana responnya terhadap lungsuran itu. Setiap Gung Alem mengangkat atau memindahkan tanggannya, dalam hati Grudug tersenyum. Tetapi sampai obrolan habis, jajan terpilih yang dianggap paling enak oleh ibunya tak disentuh oleh Gung Alem.
Merasa tak sabar, Grudug mengambil jajan itu, dan menawarinya pada Gung Alem, “Enak ni, Gung. Coba aja,” kata Grudug menawari
Gung Alem menolak, Grudug jadi kesal terlebih Gung Alem bertanya, “Gak ada yang masih sukla?”
Seketika wajah Grudug memerah, namun ia tak menyampaikan isi hatinya. Biasanya hal-hal seperti ini akan diceritakan pada saat minum-minum dan kesadaran sedikit menurun, baru plong rasanya ia bercerita.
Entah bagaimana ceritanya, Gurudug tidak menyampaikan kekesalan itu pada Gung Alem pada saat minum-minum itu. Sebagai gantinya ia justru mengerjai temannya itu. Ia melumat gelasnya. Ketika gelas ia ambil, perlahan lahan ia tempelkan bibir gelas ke bibirnya lalu ia putarlah bibir gelas itu sehingga semua bagian gelas itu basah oleh bibir Grudug.
“Kalau ngomong berbuih-buih soal kesetaraan, tapi masih juga gak mau lungsuran, nih rasain senjata andalanku” kata Grudug dalam hati dengan berkobar-kobar. [T]