Tahun berapa gaguritan pertama ditulis di Bali? Apa judul gaguritan itu? Siapa menulis? Di mana ditulis? Rentetan pertanyaan ini, sampai sekarang, belum ada jawaban yang pasti.
Walau demikian, sejarah yang belum jelas, tidak membuat keberadaan gaguritan terputus penciptaannya. Sejarah yang belum jelas, tidak membuat keberadaan gaguritan yang mengalir dari tangan pencipta gaguritan ke masyarakat. Tentu, masyarakat pembaca gaguritan. Sampai sekarang, gaguritan masih dicipta juga, masih dibaca.
Keajegan keberadaan gaguritan ini, mengherankan. Padahal, menulis gaguritan tidak mudah. Gaguritan, merupkan puisi yang ditulis dalam bentuk pupuh. Dan diikat oleh aturan dan bangun pupuh itu sendiri. Setiap pupuh punya aturan dan bangun tersendiri. Sulit membayangkan, pencipta gaguritan dalam kondisi terikat, mampu menciptakan puisi yang berbeda-beda aturan dan bangunnya dalam satu kondifikasi yang linier dan padu. Lagi pula, puisi yang diciptakan bukan sekadar puisi. Tetapi puisi yang indah, transparan dan berguna.
Tidak bisa dibayangkan, apakah pencipta gaguritan mencipta begitu saja setelah mood datang dan membuatnya in the mood. Suasana mana, menyebabkan pangrupak atau pena sang pencipta bergerak menggurat di atas lontar atau kertas. Bergerak tanpa berkesudahan. Bergerak menuruti suara yang membanjir dari jiwanya. Membanjir terus menerus selama proses penciptaan berlangsung.
Tidak bisa dibayangkan, apakah sebelum mencipta gaguritan, sang pencipta membuat kerangka terlebih dulu? Kemudian, berdasarkan kerangka itu, gaguritan dicipta hingga tuntas. Atau apakah sang pencipta gaguritan membuat konsep terlebih dulu. Konsep itu, lalu, ditulis kembali dengan melakukan revisi saat penciptaan berlangsung.
Di atas dinyatakan, gaguritan, puisi yang dicipta dalam bentuk pupuh. Pupuh yang ditulis dalam bentuk gaguritan ada sepuluh, yakni: maskumambang, Pucung, Ginanti, Mijil, Ginada, Ginanti, Sinom, Pangkur, Durma, Semarandana. Di antara sepuluh pupuh itu, ada dua pupuh punya sub bagian. Ginada terdiri dari Ginada Lumrah, Ginada Pasur, Ginada Candrawati. Sinom terdiri dari Sinom Lumrah, Sinom Uug Payangan, Sinom Silir.
Begitu beragamnya pupuh, tentu gaguritan yang dicipta jumlahnya puluhan bahkan ratusan. Benar. Walau demikian, gaguritan yang telah selesai dicipta alurnya (selalu) runut. Contoh, gaguritan Ni Candrawati, jumlah baitnya 58. Gaguritan Sampik, lebih dari 100 bait jumlahnya. Gaguritan Japatuan, jumlah baitnya 231. Tentang hal ini, walau jika dibayangkan berat adanya, ternyata pencipta gaguritan mencipta ciptaannya tetap runut, tanpa kesalahan membuat tidak bosan yang membaca. Ternyata juga, penukilan latar, pelukisan tokoh, perbedaan watak tokoh jika pelaku dalam gaguritan lebih dari satu, pemaparan situasi sosial, makna filosofisnya, utuh ada di dalam gaguritan.
Kenyataan tersebut menunjukkan, seseorang sangat mumpuni, cerdas dan berpengetahuan luas. Terutama pengetahuan bahasa, sastra, filsafat, psikologi, sosiologi, sejarah. Sekaligus, seseorang yang mempunyai kepiawaian meramu kepiawaiannya akan hal yang telah disebutkan itu menjadi karya sastra yang berwujud gaguritan. Bukan sekadar karya, tetapi karya yang indah dan berguna bagi kehidupan. Dan dalam kehidupan masyarakat disebut-sebut sebagai contoh perilaku atas apa yang dilakukan tokoh pada gaguritan bersangkutan.
Berbicara soal waktu penciptaan, bisa dipastikan tempo penyelesian penuntasan gaguritan lama bahkan sangat lama. Tempo yang demikian, pastilah menuntut kesabaran tinggi pencipta gaguritan. Juga, menuntut ketekunan yang intens, menuntut kesetiaan yang ajeg dan menuntut aktivitas cipta yang total. Sekaligus menuntut kesabaran yang tinggi dalam mencipta agar tidak dikalahkan oleh ambisi berlebihan untuk menyelesaikan gaguritan yang dicipta dengan tergesa-gesa.
Tempo yang lama dan sangat lama itu, dengan sendirinya menuntut kecermatan pencipta gaguritan. Kecermatan: memformulasikan beragam pupuh, situasi dan suasana, kondisi psikologi pelaku, adat istiadat dan kebiasaan, menjadi satu kesatuan yang utuh.
Tanpa bermaksud memuji, para pencipta gaguritan adalah orang-orang terpilih. Terpilih sebagai figur pencipta karya sastra yang seimbang bakat alam dan intelektualnya, yang ketangguhan fisik dan mentalnya luar biasa, yang menjunjung tinggi nilai moral dan norma peradaban yang mulia. [T]