“Pencarian ilmu pengetahuan akan dan bisa membawa manusia mengenali Tuhan-nya.”
Hal itu merupakan bagian dari surat yang ditulis fisikawan tersohor Albert Eistein, tahun 1954, setahun sebelum kematiannya. Pandangan ini cukup mengagetkan karena adanya realitas skeptisisme ilmuwan barat terhadap agama. Ilmuwan-ilmuwan besar seperti Karl Marx hingga Stephen Hawking bahkan dengan lugas menyatakan diri mereka atheis.
Namun Eistein adalah penganut panteisme. “Aku percaya pada Tuhan-nya Spinoza, yang mengungkapkan dirinya dalam harmoni alam semesta, bukan Tuhan yang memperhatikan dirinya sendiri dengan takdir dan perbuatan manusia.”
Baruch de Spinoza adalah seorang filsuf di abad ke-16 yang menganut panteisme-monistik, karena baginya Tuhan dan alam semesta adalah satu dan Tuhan juga mempunyai bentuk yaitu seluruh alam jasmaniah.
Kembali pada ucapan Einstein, tentang ilmu pengetahuan yang membawa manusia dapat mengenali Tuhan-nya, ini seakan-akan sebuah gagasan yang koheren dengan tradisi perayaan hari Saraswati masyarakat Hindu di Bali. Satu lagi tradisi kearifan lokal masyarakat Bali yang membawa spirit universal, selain perayaan hari Nyepi.
Hari Raya Saraswati, yang jatuh pada hari Sabtu (Saniscara), Umanis (Legi), wuku Watugunung, dilaksanakan setiap 210 hari sekali adalah sebagai penghormatan akan turunnya ilmu pengetahuan dan seni dari Tuhan ke dunia. Ilmu pengetahuan tentu saja milik setiap insan di dunia, bukan monopoli hak perseorangan atau kelompok.
Oleh karenanya ia punya nilai yang “membumi” (universal) dan “melangit”, yang bahkan memayungi semua manusia yang berbeda suku, agama, ras, gender dan status sosial. Simaklah sabda Rasulullah SAW ini, “Sesungguhnya diantara amal kebaikan yang mendatangkan pahala setelah orang yang melakukannya wafat ialah ilmu yang disebarluaskannya…”.
Tak dapat disangkal lagi, kokohnya eksistensi universalitas dari sains itu sendiri.
Maka, pelit berbagi ilmu pengetahuan, sama saja ingin menguasai dan memiliki Tuhan itu sendiri. Dan ini sesungguhnya adalah sebuah aib dalam kehidupan manusia. Coba kita ingat kembali, guru besar Druna di kerajaan Hastina Pura yang sebetulnya telah runtuh ahlaknya bukan saat perang Bharata atau yang masyur ditulis sebagai Bharatayuda.
Namun sang maha guru telah hancur integritasnya sebagai seorang pendidik saat berlaku tak adil, tak ikhlas mendidik anak muda berbakat sang Ekalawya yang rakyat jelata, dan hanya mengutamakan sang Arjuna yang bangsawan untuk menjadi pemanah hebat. Manusia takkan sanggup menguasai kebaikan hanya untuk dirinya sendiri, kebaikanlah yang harus menguasai semua manusia.
Itulah mengapa dalam ajaran Hindu, salah satu tradisi dalam beribadah adalah apa yang disebut sebagai Jnana Marga. Panduan ini punya maksud, ibadah dapat dilakukan dengan menunutut ilmu dengan sebaik-baiknya dan setinggi-tingginya hingga ilmu tersebut kemudian dapat didedikasikan untuk kebaikan umat manusia. Dengan demikian, sesungguhnya dengan sendirinya itu adalah persembahan untuk Tuhan jua.
Sains, hingga kapan pun akan selalu menggoda hati kita untuk memujanya. Itulah yang digambarkan pada sosok Dewi Saraswati, personafikasi dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Seorang dewi yang cantik jelita adalah simbol betapa setiap manusia akan jatuh cinta pada ilmu pengetahuan dan seni.
Dewi Saraswati digambarkan memiliki empat lengan yang melambangkan empat aspek kepribadian manusia dalam mempelajari ilmu pengetahuan yaitu pikiran, intelektual, waspada (mawas diri) dan ego. Ia duduk di atas bunga teratai yang besar dan di sebelahnya berenang seekor angsa putih. Di masing-masing lengan tergenggam empat benda yang berbeda, yaitu lontar (buku) adalah kitab suci Weda, yang melambangkan pengetahuan universal, abadi, dan ilmu sejati.
Genitri (tasbih, rosario) melambangkan kekuatan sains yang tiada pernah redup, terus berkembang takkan pernah berhenti. Ini telah dibuktikan dengan realitas betapa progresifnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita semua nikmati manfaatnya di era modern ini. Bunga teratai adalah simbol keindahan dari esensi ilmu pengetahuan dan wina (kecapi) alat musik yang melambangkan sains yang kuasa memberi harmoni dalam kehidupan manusia di setiap zaman.
Angsa melambangkan penguasaan atas daya nalar yang sempurna, memiliki kemampuan memilah susu di antara lumpur, memilah antara yang baik dan yang buruk. Angsa berenang di air tanpa membasahi bulu-bulunya, yang memiliki makna filosofi, bahwa seseorang yang bijaksana dalam menjalani kehidupan tanpa terbawa arus keduniawian.
Saraswati telah mengajarkan kita pada nilai-nilai universal sebagai perekat manusia di bumi. Itulah yang saya rasakan dalam perjalanan-perjalanan saya mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah di kota-kota besar di dunia. Melbourne, Osaka dan Berlin. Kita yang berbeda dari seluruh penjuru dunia datang dalam keriangan bersama memuja Saraswati. Ia yang cantik jelita menjadikan semua orang menjadi cantik dan berwibawa saat jati dirinya sarat akan ilmu pengetahuan dan kebijakan. [T]