PAK Nengah, begitu sapaan pria paruh baya itu. Usianya 46 tahun. Ia datang dengan baju kaos oblong dan celana jins warna biru maroon, ditemani anak perempuan dengan ciri khas pakai topi baseball dan kemeja trendi warna biru muda. Ia datang ke ruang praktek konsultasi gizi.
“Batis tiange ngetor, Pak, pundeng, bayune enduk gati, batise sai gati kesemutan, sube uli duang bulan tiang makan bubuh jak taluh dogen mimbuh basang tiange kembung sing nyak ngentut, Pak!” kata Pak Nengah berbicara dalam bahasa Bali.
Aerinya: “Kaki saya lemas, pusing, tenaga juga berkurang, kaki sering kesemutan dan selama dua bulan ini saya hanya makan bubur dan telur rebus saja, perut kembung dan tidak bisa untuk kentut!”.
Kesehariannya Pak Nengah bekerja sebagai petani kebun dengan menggarap tanah milik orang lain. Karena ada keluhan sakit, Pak Nengah berhenti sementara agar bisa lebih fokus untuk beristirahat.
Semenjak sakit Pak Nengah beberapa kali periksa ke dokter, dan dokter bilang ia mengalami gangguan di lambung dan di pencernaan. Pak Nengah disarankan makan bubur dan telur, jangan makan buah apalagi makan sayur.
Perut kembung, kaki lemas, sesak napas disertai mual dan muntah, memang merupakan ciri khas ada masalah di lambung. Namun hal itu juga harus dipastikan dengan pemeriksaan lanjutan seperti USG untuk mengetahui kondisi organ dalam perut.
Atau bisa dilakukan dengan cek laboratorium untuk memastikan tidak ada infeksi penyakit. Atau, bisa juga dipastikan dengan melakukan rongten untuk melihat kondisi organ melalui fototheraphy.
Apabila ada masalah di lambung dipastikan ada tiga hal yang harus dilakukan biar proses penyembuhan menjadi lebih cepat dan maksimal. Yaitu, mengatur pola makan, olahraga yang teratur, dan treatment obat dan vitamin.
Kembali ke Pak Nengah. Karena ia diminta hanya makan nasi dan telur rebus, tidak makan buah dan sayur, akhirnya Pak Nengah mengikuti saran itu.
Bukannya makin sembuh malah ia merasa jadi makin sakit. Iya, memang kalau ada gangguan di lambung, pola makan terlebih dahulu yang lunak dan mudah dicerna, tetapi bukan dalam artian hanya konsumsi bubur saja dan telur rebus saja.
Terus kalau dibuatkan lauk yang enak dan lengkap buat siapa dong?
Nasi putih bisa kok tetap dimakan tapi usahakan dengan porsi yang lebih kecil dan frekuensi makan yang lebih sering, serta usahakan kunyah lama agar tekstur makanan yang masuk ke dalam lambung menjadi lebih lunak. Untuk makanan yang pedas, asam dan menggunakan minyak berlebih memang kurang direkomendasikan karena memicu asam lambung menjadi naik.
Kalau kita konsumsi bubur dengan waktu yang terlalu lama bukannya sembuh malah jadi tambah sakit karena menyebabkan tubuh kita kekurangan asupan makanan.
Anak Pak Nengah pun serius mendengarkan beberapa rekomendasi yang saya sampaikan sambil sesekali melirik bapaknya.
“Pak, bagaimana dengan buah dan sayur apakah bapak saya boleh makan buah dan sayur?” tanya si anak dengan mode seriusnya.
Sambil tersenyum di balik masker, saya menjelaskan, “Buah dan sayur boleh kok, Dik dimakan, tapi ada syaratnya!”
Apa syaratnya? Buah yang kulitnya berduri seperti durian, nangka, nenas, sukun, timbul dihindari dulu, serta hindari juga buah yang berbau agak asam seperti mangga, jeruk asam maupun buah wani (disebut binjai dalam bahasa Indonesia).
Untuk kelompok sayur hindari dulu sayuran mentah, sayuran tinggi serat dan bergas tinggi seperti daun singkong, kacang panjang, kol, dan timun.
“Kalau bapak tidak konsumsi sayur dan buah dalam jangka waktu yang lama, pasti seratnya kurang dan buang air besar menjadi terganggu,” ujar saya.
“Owh, pantesan, Pak. Bapak saya beberapa hari ini buang air besar agak terganggu,” kata anak si bapak.
Saya manggut-manggut.
“Lalu bagaimana dengan kopi? Karenapas bapak saya sakit dan tidak ada kegiatan, bapak saya bisa ngopi sampai 7 kali sehari?”
“Nah, kalau terkait dengan kopi, sebenarnya yang bermasalah adalah kopi yang kental, karena kopi itu ada kandungan zat tanin yang menghambat penyerapan zat gizi di dalam tubuh kita, dan sifatnya yang dieuretik menyebabkan kita jadi sering bolak balik ke kamar mandi untuk buang air kecil,” jawab saya.
Anak si bapak itu terdiam. Ia menunggu kelanjutan penjelasan saya.
“Tetapi kalau kopinya kopi ringan atau bening masih diperbolehkan dengan frekuensi 1 hingga 2 kali sehari,” kata saya.
Akhir konsultasi gizi saya kembali menekankan bahwa makanan itu tidak ada yang jelek, semua makanan diperlukan oleh tubuh kita. Poinnya jangan berlebih, ingat variasi makanan, jam makan yang teratur dan juga olahraga rutin 30 hingga 45 menit sehari. [T]
Penulis: Gede Eka Subiarta
Editor: Adnyana Ole