Judul: Trivia Kampung Sawah
Penulis: Irzi
Penerbit: Velodrom
QRCBN: 62-3927-4588-979
Cetakan Pertama: Oktober 2024
Tebal: 134 halaman; 13 x 18.9 cm
Harga: Rp 75.000,00
KEHADIRAN fenomena Joy of Missing Out (JOMO) dalam wacana modern menjadi antitesis dari Fear of Missing Out (FOMO). Di tengah dunia yang menuntut kita untuk selalu hadir, terlibat, dan terlihat, JOMO menawarkan ketenangan: memilih untuk melewatkan apa yang tak perlu demi fokus pada yang benar-benar bermakna. Dalam antologi puisi Trivia Kampung Sawah, Irzi mengejawantahkan esensi JOMO melalui puitika yang lembut, penuh detail keseharian, dan sarat lanskap urban Jakarta—baik sebagai ruang nyata maupun ruang memori.
Buku ini adalah upaya etnografi puitik; puisi-puisinya merekam fragmen kehidupan kota dengan presisi imaji dan ironi. Irzi menghadirkan sebuah mosaik yang mencakup pengalaman-pengalaman kecil tetapi universal, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh T.S. Eliot: “Puisi sejati dapat berbicara kepada kita bahkan sebelum kita memahaminya.” Dengan gaya yang jernih dan mudah diakses, puisi-puisi ini menawarkan pengalaman reflektif yang terasa dekat sekaligus transformatif.
Memorabilia McDonald Sarinah: Nostalgia dalam Imaji Khas
Salah satu puisi dalam antologi ini, “Memorabilia McD Sarinah,” adalah contoh bagaimana Irzi memadukan citraan (imagery) urban dengan perangkat puitik untuk menciptakan lanskap emosi. Dalam puisi ini, McDonald Sarinah, ikon budaya pop Jakarta, menjadi latar yang sarat kenangan. Gerai makanan cepat saji ini bukan sekadar tempat makan, tetapi menjadi simbol bagi generasi yang tumbuh di tengah modernitas Jakarta.
Melalui elemen memorabilia seperti “paket hemat ala mahasiswa,” “rendezvous,” dan “jingle,” Irzi merekonstruksi pertemuan dua kekasih yang memutuskan rencana besar: kawin lari. Kalimat seperti, “dalam rendezvous kali ini kita bersepakat perihal kawin lari”, menunjukkan bagaimana momen besar dapat dikemas dalam situasi sederhana, bahkan banal. Tetapi justru di situlah letak keindahannya: kebersahajaan cinta yang tak memerlukan validasi dunia luar.
Imaji dalam puisi ini mengingatkan kita pada kekuatan detail dalam menciptakan suasana, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ezra Pound: “Jangan gunakan kata yang berlebihan, jangan gunakan kata sifat yang tidak memberi makna.” Irzi menghadirkan McD bukan hanya sebagai latar, tetapi juga sebagai perangkat puitik yang merangkum simbol modernitas, nostalgia, dan keterhubungan manusia.
Romantisme dan Universalisme: Bahasa Cinta yang Tak Lekang Waktu
Melalui bahasa yang sederhana tetapi sugestif, Irzi menciptakan puisi yang penuh kehangatan. Frasa seperti “sementara tangan kita menggenggam erat kudapan kentang goreng yang sarat hasrat rayuanku” menunjukkan bagaimana hal-hal kecil sehari-hari dapat menjadi simbol cinta dan kemesraan. Dengan menghubungkan momen ini pada budaya populer, Irzi menciptakan puisi yang relevan bagi pembaca muda, sekaligus memiliki kedalaman universal.
Romantisme dalam puisi ini mengingatkan kita pada Pablo Neruda, khususnya puisi cintanya yang kerap bermain pada detail kecil yang melambangkan keintiman. Sebagai contoh, dalam Dua Puluh Puisi Cinta dan Satu Lagu Putus Asa, Neruda menulis: “Aku ingin melakukan padamu apa yang musim semi lakukan pada pohon-pohon ceri.” Dalam tradisi ini, Irzi mengemas cinta sebagai sesuatu yang nyata, tetapi tetap sarat dengan metafora emosional.
JOMO dan Narasi Urban: Pilihan untuk Melewatkan yang Tak Perlu
Esensi JOMO dalam puisi-puisi Irzi tampak jelas dalam narasi sepasang kekasih yang lebih memilih fokus pada momen mereka daripada memedulikan penilaian dunia luar. Frasa seperti “manalagi, manalagi selain di McD” bukan hanya sebuah jingle, tetapi juga sebuah pernyataan bahwa kebahagiaan dapat ditemukan di mana saja, bahkan dalam antrian di gerai makanan cepat saji.
Irzi mengajarkan bahwa hidup tidak selalu tentang mengejar apa yang hilang, tetapi tentang menghargai apa yang ada. Dalam puisi-puisinya, pengalaman sederhana menjadi cara untuk melawan tekanan sosial yang sering membuat kita kehilangan esensi diri. “Aku & kamu: obyek paling eksotis” adalah klaim bahwa keintiman itu cukup, tanpa perlu validasi eksternal.
Puisi ini mengingatkan kita pada W.H. Auden yang pernah berkata: “Penyair, lebih dari segalanya, adalah orang yang sangat mencintai bahasa.” Melalui bahasa yang lugas, Irzi menunjukkan cinta pada narasi kecil kehidupan urban, menjadikannya refleksi yang dalam bagi pembaca modern.
Kehidupan dalam Fragmen Puitik
Dengan Trivia Kampung Sawah, Irzi menghadirkan puitika yang menghidupkan kota dan kenangan melalui bahasa yang segar dan kaya imaji. Dari romantisme McD Sarinah hingga lanskap Jakarta yang penuh cerita, buku ini adalah perjalanan puitik yang menyentuh banyak dimensi kehidupan.
Sebagaimana disampaikan oleh Wallace Stevens: “Setelah penolakan terakhir, muncullah penerimaan, dan pada penerimaan itu dunia masa depan bergantung.” Irzi memberikan “ya” kepada momen-momen kecil yang sering kali terlewat, menunjukkan bahwa dari kenangan sederhana pun, kita bisa membangun kekayaan batin.
Antologi ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajak kita merenungkan makna kebahagiaan, cinta, dan nostalgia. Dengan puitika yang mengalir dan relevan, Trivia Kampung Sawah adalah sebuah undangan untuk menemukan kembali keindahan di balik momen-momen sederhana. Buku ini adalah JOMO dalam bentuk puisi—sederhana, menyentuh, dan tak terlupakan. [T]
Penulis: Chris Triwarseno
Editor: Adnyana Ole
- BACA artikel lain dari penulisCHRIS TRIWARSENO