29 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Melihat Diri Sendiri ala (Gus Mus) KH. A. Mustofa Bisri

JaswantobyJaswanto
March 9, 2025
inUlas Buku
Melihat Diri Sendiri ala (Gus Mus) KH. A. Mustofa Bisri

Buku Melihat Diri Sendiri karya (Gus Mus) KH. A. Mustofa Bisri | Foto: Jaswanto

HARI-HARI ini, menurut saya, membaca kembali buku Melihat Diri Sendiri: Refleksi dan Inspirasi (2019) karya KH. A. Mustofa Bisri adalah suatu hal yang tepat. Bukan saja karena kondisi sosial-agama-politik bangsa yang sedang semerawut, tapi juga ini bulan Ramadan—bulan yang cocok untuk lebih banyak refleksi, merenung, melihat diri sendiri.

Saya nyaris lupa bahwa di rak buku saya di rumah terselip buku setebal 294 halaman terbitan Diva Press itu kalau saja saya tidak mencari buku Indonesia Kita-nya Nurcholis Madjid. Buku tersebut berdiri tepat di sebelah Indonesia Kita—dan akhirnya membuat saya mengurungkan niat untuk membaca kembali buku Cak Nur ini. Maka pada sore menjelang buka puasa, saya putuskan untuk kembali memetik hikmah-nasihat dari buku Melihat Diri Sendiri.

Buku ini memuat 50-an esai karya Gus Mus—panggilan akrab KH. A. Mustofa Bisri—yang pernah dimuat di berbagai koran dan majalah, sebagaimana pengakuan Gus Mus dalam sekapur sirihnya, “dalam rentang waktu sejak menjelang ambruknya Orde Baru hingga ramai-ramainya orang menari-nari mengikuti gendang yang ditabuh Bush bin Bush (Presiden Amerika yang kerasukan “jin teror”) dan sekutunya.” Esai-esai tersebut dibagi menjadi enam bagian dengan maksud memudahkan pembaca yang ingin langsung membaca bagian-bagian yang dipilihnya. Dan ini jelas membantu pembaca (tidak sabaran) seperti saya.

Ya, tentu saja saya tidak langsung membaca semua esai. Apalagi yang tertib dari esai pertama sampai terakhir secara berurutan. Saya membaca esai-esai yang menurut saya pendek dan saya anggap mudah memahaminya. Begitulah. Maka saya mulai membaca Niat (hal.58).

Sebagaimana judulnya, esai yang menjadi pembuka bagian kedua—keberagamaan—itu, membahas tentang niat kita dalam melakukan sesuatu. Amal atau perbuatan apa pun tergantung niatnya, kata Gus Mus. “Dua orang yang sama-sama tidur, bisa jadi yang satu mendapat pahala dan yang lain tidak. Sebab, yang satu tidur dengan niat beristirahat agar ketika bangun energinya kembali dan dapat melakukan kegiatan ibadah dengan optimal, sedangkan yang lain tidur asal tidur.” Tak hanya memberi contoh soal tidur, Gus juga menyinggung soal pernyataan orang yang berpolitik.

Niat yang menjadi standar sah dan kualitas amal itu, menurut Gus Mus, muncul dari hati, bukan dari mulut. Seorang politisi bisa saja menyatakan bahwa perbuatannya didasarkan atas niat yang baik, niat ibadah, dan mungkin orang-orang yang mendengarnya percaya, tetapi siapa sangka itu hanya sekadar ucapan manis di mulut tapi lain di hati. Maka tak mengherankan jika masih banyak pemimpin di negara ini yang korupsi, menipu, dan lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan rakyat. Itu karena sejak awal niatnya bukan murni mengabdi, melainkan menguasai.

Urusan niat ini kelihatannya sederhana, tapi sebenarnya tidak. Hanya diri sendiri dan Tuhan yang tahu niat seseorang. Kata Gus Mus, terkadang perbuatan yang tampak duniawi, lantaran niat yang benar, memiliki nilai ibadah. Sebaliknya, ada amalan yang tampaknya ibadah, lantaran niat yang salah, menjadi sekadar perbuatan duniawi yang tak ada pahalanya, bahkan bisa berbalik menjadi kedurhakaan. “Membaca al-Quran dengan niat mendapat piala, tentu tidak sama dengan niat mendapat pahala.”—dalam esai Taat, Ibadah, dan Taqarrub (hal. 72).

Dalam esai lain, Gus Mus menyinggung soal pemandangan orang-orang yang berebut mencium Hajar Aswad—batu hitam yang terpasang di pojok dekat pintu Ka’bah—dengan tak jarang malah menyakiti sesama jamaah. Gus Mus mengambarkan: “Sesekali, terlihat beberapa orang terpental kena sodok ‘saiang-saiang’ mereka sesama jamaah, kemudian kembali melaju merangsek lagi. Wajah mereka yang berhasil mencium batu hitam yang dikeramatkan itu, meskipun tampak lusuh dan kusut, jelas sekali memancarkan kelegaan dan kepuasan.”—esai Sikap Keberagamaan (hal.62).

Dengan kritis Gus Mus menegaskan, mencium Hajar Aswad adalah sunah, sedangkan mengganggu dan menyakiti sesama mukmin—yang notabene juga sedang melaksanakan ibadah—adalah haram. Bagaimana mungkin seorang muslim ingin melaksanakan kesunahan dengan melakukan keharaman? Lebih muskil lagi bila pelanggaran larangan agama itu dilakukan untuk memuaskan diri sendiri—mencari pengalaman rohani atau apa pun namanya—bersamaan dengan dan atas nama pelaksanaan ibadah agama. Ringkasnya, aneh rasanya jika ibadah dilakukan bersamaan dengan menyakiti sesama, atau membuat ibadah orang lain menjadi terganggu.

Hikmah dalam buku ini tidak hanya Gus Mus sampaikan lewat contoh kasus dalam ibadah Islam saja, tapi juga lewat sepak bola. Pada bagian ketiga—norma pergaulan hidup—Gus Mus menulis esai dengan judul Permainan Sepak Bola (hal.106). Dalam esai ini sang kiai menyampaikan beberapa hal betapa sepak bola telah menjadi olah raga yang paling—atau setidaknya termasuk yang paling—digemari di dunia sebelum menyampaikan pesan moral di akhir tulisan.

Kata Gus Mus, hidup tak lebih dari permainan, seperti permainan sepak bola itu. Orang berlari, berebut sesuatu yang sepele untuk kemudian dilepas dan dikejar-kejar lagi. Mereka yang mengejar dan berebut harta, misalnya, setelah berhasil mendapatkannya ada yang melepasnya secara sukarela, ada yang terpaksa melepaskannya. Demikian pula mereka yang mengejar dan berebut kursi dan kekuasaan. Untuk merebut, kalau perlu menyikut, menendang, dan menginjak saudara sendiri. Dan tak jarang orang yang berperangai religius pun melakukannya.

Soal pemimpin  yang berbuat memau-gue, Gus Mus menyampaikannya lewat esai Norma Pegaulan Hidup (hal 123). Dalam esai ini, dengan gamblang Gus Mus menggambarkan betapa banyak pemimpin di negara ini masih berbuat semaunya sendiri tanpa rasa malu dan sungkan. Coba pikir, tulis Gus Mus, alangkah banyaknya orang yang memiliki kedudukan sangat terhormat, dengan gagah memamerkan ketidaktahumaluannya, pada saat orang-orang yang kedudukannya jauh lebih rendah daripadanya saja—karena sudah menganggapnya pemimpin mereka—merasa sangat dipermalukan dengan sikapnya. Ada—kalau tidak banyak—tokoh pemimpin yang seharusnya bertanggungjawab, tanpa malu-malu selalu hanya tanggung asal jawab.

Dalam esai yang kemudian menjadi judul buku ini, Melihat Diri Sendiri (hal. 268), Gus Mus mengingatkan bahwa pandangan yang berlebihan terhadap materi dan segala yang duniawi-lah kiranya yang benar-benar menyeret orang menjadi pribadi yang egois. Kegilaab terhadap materi dan segala yang duniawi—yang sebetulnya sepele menurut Gus Mus—itu kemudian memunculkan kebakhilan, keserakahan, arogansi, dan sifat-sifat lain yang cenderung mengabaikan, bahkan melecehkan pihak lain. Dan setiap orang berpotensi memiliki sifat demikian.

Sampai di sini, benang merah dari “kesalahan berpikir”, anggap saja begitu, yang disampaikan Gus Mus dalam setiap esainya dalam buku Melihat Diri Sendiri ini adalah boleh jadi menggambarkan semangat beragama yang tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan pemahaman dan penalaran agama itu sendiri. Beragama, tapi tidak berilmu—beriman tanpa ilmu.

Melalui buku ini, Gus Mus berhasil menyampaikan pesan-pesan moral dan spiritual dengan cara yang indah dan menyentuh (jangan lupa, beliau juga seorang penyair), yang mampu meresap ke dalam hati banyak orang, melampaui sekat-sekat agama, budaya, dan ideologi. Dan seperti yang telah tertulis di sampul belakang buku, dalam Melihat Diri Sendiri, Gus Mus mengajak pembaca untuk mengembala ego, memenapkan (mengendapkan) ke-aku-an kita supaya bisa menjadi manusia sejati. Banyak renungan kehidupan yang diwedar sang kiai dalam buku ini; mulai masalah kebangsaan, keagamaan, politik, hingga diri pribadi. Semuanya itu hanya berpangkal satu tujuan, yakni agar kita tidak menjadi manusia yang linglung. [T]

Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole

  • BACA JUGA:
Pembahasan Buku “Representasi Ideologi Dalam Sastra Lekra” Karya I Wayan Artika
Saiban: Kerinduan yang Tak Terucap dan Tak Terungkap
Aku yang Sudah Lama Hilang: Menelisik Perubahan dalam Diri
Tags: BukuGus Musresensi bukuUlas buku
Previous Post

Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

Next Post

Transformasi Ubud: Gambaran Daerah Lain di Bali yang Juga Bergerak ke Arah Serupa

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Transformasi Ubud: Gambaran Daerah Lain di Bali yang Juga Bergerak ke Arah Serupa

Transformasi Ubud: Gambaran Daerah Lain di Bali yang Juga Bergerak ke Arah Serupa

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more

Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

by Hartanto
May 28, 2025
0
Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

SALAH satu penggayaan dalam seni rupa yang menarik bagi saya adalah gaya Abstraksionisme. Gaya ini bukan sekadar penolakan terhadap gambaran...

Read more

Waktu Terbaik Mengasuh dan Mengasah Kemampuan Anak: Catatan dari Kakawin Nītiśāstra

by Putu Eka Guna Yasa
May 28, 2025
0
Pawisik Durga, Galungan, dan Cinta Kasih

DI mata orang tua, seorang anak tetaplah anak kecil yang akan disayanginya sepanjang usia. Dalam kondisi apa pun, orang tua...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space
Pameran

Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space

ANAK-ANAK muda, utamanya pecinta seni yang masih berstatus mahasiswa seni sudah tak sabar menunggu pembukaan pameran bertajuk “Secret Energy Xchange”...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co