GIGS kecil di Kedai Kopi De Kakiang, Singaraja, pada Minggu, 16 Februari 2025 malam, menampilkan pemandangan tak biasa. Di tempat itu musik DJ mengalun mengiringi genre musik Hip-hop. Malam pecah.
Di sebuah altar berwarna putih orang-orang saling bergantian, breakdance—terhanyut suasana sederhana itu untuk riang bersama ketika Sawig membawakan lagu-lagunya dari album “Lakuta”.
Dalam rangka rilis album, Sawig melakukan tournya di seluruh Bali untuk memperkenalkan lagu-lagu terbarunya itu dengan tajuk “Lakuta Bali Tour”.
Ada beberapa penampil di sana, antara lain Seventhree K, Satya D, Murai Rustle, Sawig dan Sonjah. Sementara musik DJ dimainkan oleh Aan dan Prof. D.

Sawig dan Sonjah di Kedai Kopi de kakiang Singaraja | Foto: tatkala.co/Kardian
Sawig, atau bernama lengkap I Made Gede Satriya Wiguna adalah seorang rapper asal Denpasar. Ia tak sendiri datang ke Singaraja, tiga temannya yang terlibat pada album ini pula datang membersamai. Diantaranya Sonjah (Produser), Prof. D (Visual), dan Prima (Manager). Mereka melakukan projeknya di Mooneys Records.
Sebelumnya, telah dilakukan tour yang sama ke Denpasar, Badung, Gianyar, Bangli. “Setelah bulan puasa, kira-kira di bulan April, rencananya akan melanjutkan tour ke Pulau Jawa. Mungkin ke Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Jogja, Solo, dan Malang,” kata Sawig..
Pada album “Lakuta”, Sawig membubuhkan keresahannya atas realitas di Bali akhir-akhir ini yang kompleks. Satu lagu bermuatan kritik sosial itu kontras terdengar di lagu “Prince Kuta” feat Sonjah.
Bermula dari keresahannya atas pendatang yang membuat gaduh, kemudian para pemangku kebijakan yang tak memnujukkan diri sebagai perwakilan rakyat, juga teracik di lagu ini.
Bukan hanya itu, perihal masalah perkawanan juga diselipkan. Di lagu ini, tak kalah penting, Sawig juga menyentil para pemuda yang melupakan leluhurnya. Soal keresahan, di lagu ini cukup magenep.

Sawig | Foto: tatkala.co/Son
Berbeda dengan lagu “Tanggal Merah”, Sawig lebih banyak mengekspos cerita di hari libur. Mulai dari bangun tidur, ia memasak, mandi, makan. Dan berjalan ke satu tempat menemui teman di Pantai. Di lagu ini, lebih cair dan bagaimana mengolah hari lebih chill.
Selama berkarir, Sawig memiliki tiga album, Rawuh (2018), Mogi Rahayu (2024), dan yang terbaru adalah Lakuta di tahun ini. Tapi, bagaimana Hip-hop mengalir sebagai karirnya?
Sawig lahir di Denpasar, 17 Januari 1999. Gemerlap Kuta, dari klub malamnya, kafe, dan pergaulan yang cukup urban di sana telah membawanya ke dalam genre musik ini sejak berumur 13 tahun.
“Karir saya berjalan ini karena nongkrong,” kata Sawig.

Sawig dan Sonjah di Kedai Kopi de kakiang Singaraja | Foto: tatkala.co/Kardian
Lelaki itu sempat kuliah di Jogja, di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIEM YKPN), mengambil jurusan Bisnis Manajemen. Dan bagaimana nongkrong, baik saat di Bali maupun di Jogja di sela kuliah, telah membuatnya lebih dalam tenggelam di dunia Hip-hop.
Sawig pertama berkarir di tahun 2014, bersama Boat Boyz dan sempat mengeluarkan single pertamanya. Dan pengalaman itu menjadi modal penting untuk mengambil langkah soloisnya di tahun 2015.
Di tahun itu, ia mengeluarkan single pertamanya berjudul It’s me. Saat itu nama panggungnya adalah SWG, kemudian berganti nama ke Sawig (diambil dari nama Satria Wiguna) tahun 2017. Single pertamanya adalah “Penjahat”. Kemudian tahun 2018 ia merilis album “Rawuh” dengan sembilan lagu di dalamnya.

Sonjah | Foto: tatkala.co/Son
Di album itu terdapat “Mafia Rakyat”. Melalui lagu itu, Sawig seperti mencincang mafia-mafia di negri ini sebagai sebuah ketegasannya, bahwa mereka adalah sumber kekacauan rakyat kecil. Baik yang berkelindan di tubuh pemerintahan dan pengusaha, kerap menjadi sumber ketidakadilan bagi rakyat kecil. ialaha bernama “mafia”.
Dalam membuat lagu, Sawig terbilang produktif. kecintaannya terhadap aliran Hip-hop membuatnya terus berkarya. Mau ada uang atau tidak, berkarya menjadi satu api yang terus ia jaga untuk menyalakan masa mudanya, dan ikut serta mengembangkan genre musik ini di tanah air, untuk dunia.
“Hanya butuh satu lagu untuk mengguncang dunia, tapi kan kita juga mesti punya seratus lagu,” kata Sawig sebelum akan bermalam ke penginapan.
Setelah di Singaraja, Sawig dan tim akan melanjutkan perjalanan tournya ke Klungkung, Karangasem, Negara, dan terakhir Tabanan. Selamat bermusik Sawig dan Tim. Panjang umur Hip-hop… [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole