30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

Dr. Geofakta RazalibyDr. Geofakta Razali
February 4, 2025
inEsai
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

Dr. Geofakta Razali

“Empati bukan hanya soal mendengar, tetapi juga merasakan dunia orang lain seolah itu adalah dunia kita sendiri.” – Geofakta Razali (Peneliti Psikologi Komunikasi, Tradisi Fenomenologis)

Terakhir berkunjung ke Bali, saya berkesempatan mengunjungi sebuah pura di Ubud. Di sana, saya bertemu dengan seorang pendeta yang sederhana tetapi memiliki pandangan hidup yang begitu mendalam. Singkat cerita kami, dalam percakapan kami, beliau menjelaskan filosofi Tat Twam Asi, yang berarti “Aku adalah engkau, engkau adalah aku.”

Pendeta itu berkata, “Jika kamu ingin memahami seseorang, jangan hanya mendengar kata-katanya. Rasakan bagaimana dunia mereka.” Kata-kata itu sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam. Ajaran ini terus terngiang-ngiang di benak saya, bahkan setelah saya kembali dari perjalanan itu.

Setelah pulang, saya mulai melihat ajaran itu dalam konteks yang lebih luas, terutama ketika saya menghadapi beberapa mahasiswa yang datang berkonsultasi. Sebagian dari mereka sedang berjuang melawan depresi, merasa tertekan oleh ekspektasi sosial dan isolasi yang mereka alami. Sebagai akademisi yang sering berkutat dengan psikologi komunikasi, terutama tradisi fenomenologis, saya terbiasa mendalami pengalaman subjektif seseorang. Filosofi Tat Twam Asi yang saya pelajari di Bali menjadi pengingat penting bahwa mendengarkan bukan hanya soal mendengar, tetapi soal merasakan dunia mereka dengan sepenuh hati.

Ketika seorang mahasiswa menceritakan bahwa ia merasa gagal dan tidak berarti, naluri pertama saya adalah mencoba menyemangatinya: “Semangat, kamu pasti bisa melewati ini!” Namun, saya teringat ajaran Tat Twam Asi dan hasil penelitian tentang depresi yang pernah saya baca. Saya menyadari bahwa dorongan seperti itu sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pendekatan yang lebih efektif adalah validasi negatif, yaitu pengakuan bahwa perasaan mereka adalah hal yang wajar dan manusiawi. Dengan mengatakan, “Saya paham ini pasti berat untuk Anda, dan wajar jika Anda merasa seperti ini,” saya mencoba hadir bukan sebagai pemberi solusi, tetapi sebagai pendengar yang memahami.

Namun, di sinilah saya melihat adanya jarak antara das Sollen—apa yang seharusnya dilakukan, dan das Sein—apa yang sebenarnya terjadi dalam interaksi sosial kita. Filosofi Tat Twam Asi mengajarkan kita untuk merasakan dunia orang lain dengan sepenuh hati, tetapi di era postmodernisme yang serba cepat dan terfragmentasi, empati sering kali menjadi sekadar retorika tanpa makna. Media sosial, misalnya, dipenuhi oleh toxic positivity, di mana dorongan untuk “berpikir positif” justru mengabaikan emosi negatif yang sebenarnya valid. Kita hidup dalam dunia yang sering kali lebih mengutamakan performa dibandingkan keaslian, di mana empati yang sejati jarang dipraktikkan karena kesibukan dan keterbatasan waktu.

Filosofi Tat Twam Asi adalah pengingat bahwa empati tidak hanya soal apa yang kita katakan, tetapi juga bagaimana kita hadir sepenuh hati untuk orang lain. Kita mungkin sering berpikir bahwa membantu berarti memberikan solusi, tetapi sebenarnya, membantu berarti hadir, memahami, dan menerima. Saya menyadari, sebagai akademisi yang meneliti psikologi komunikasi, gap antara das Sollen dan das Sein ini tidak hanya terjadi di masyarakat luas, tetapi juga di ruang-ruang interaksi personal seperti konseling. Kita tahu seharusnya mendengarkan dengan empati, tetapi realitasnya, kita terlalu sering terburu-buru memberikan jawaban.

Hal yang menarik adalah bagaimana Tat Twam Asi mengingatkan bahwa hubungan manusia jauh lebih kompleks. Anda tidak hanya menjadi “orang lain” dalam hubungan tersebut, tetapi juga cermin bagi mereka. Di dunia postmodern yang dipenuhi ekspektasi sosial dan kebisingan digital, kita perlu lebih banyak ruang untuk membangun hubungan yang autentik, di mana empati menjadi pusat. Bukan sekadar empati permukaan, tetapi empati yang benar-benar tulus: memahami bahwa kesedihan mereka adalah bagian dari diri kita juga.

Sebagai refleksi, mungkin inilah tantangan terbesar era kita. Postmodernisme telah memberi kita kebebasan berekspresi yang luar biasa, tetapi sering kali menghilangkan kedalaman dalam hubungan kita. Kita berjuang menemukan harmoni antara apa yang kita tahu seharusnya dilakukan (das Sollen) dan apa yang benar-benar terjadi (das Sein).

Filosofi Tat Twam Asi memberikan pelajaran penting bahwa di balik dunia yang terfragmentasi ini, ada satu hal yang tidak berubah: kebutuhan manusia untuk dipahami dan diterima apa adanya. Jadi, saat Anda menghadapi seseorang yang sedang berjuang, ingatlah bahwa empati sejati tidak selalu soal memberikan solusi, tetapi tentang hadir sepenuh hati dan berkata, “Aku adalah engkau, engkau adalah aku.” [T]

Penulis: Dr. Geofakta Razali
Editor: Adnyana Ole

Bencana Gempa Seririt & Himbauan Gubernur Soekarmen tentang Tat Twam Asi
Di Antara Teks dan Konteks: Re-interpretasi Agama dalam Perspektif Postmodernisme — Forbidden Questions: Dialog Eksploratif Edisi Kumaila Hakimah
Elphaba-Glinda (Wicked 2024): Cermin Kontras Psikologi Identitas dalam Komunikasi Antarbudaya
Dhyāna Paramitha: Laku Asih pada Semesta dalam Jinārthi Prakrĕti
Tags: filosofiPsikologitat twam asi
Previous Post

Meisya Ariasthi Juara Nyurat Aksara — Inilah Para Juara Bulan Bahasa Bali di Buleleng …

Next Post

Lontar Tutur Aji Mas Ganda Purantaka Petak tentang Tujuan Hidup Kemoksan, Ditemukan di Griya Sakti Nyalian-Klungkung

Dr. Geofakta Razali

Dr. Geofakta Razali

Pakar komunikasi di bidang psikologi komunikasi yang punya pandangan tajam soal perilaku masyarakat urban, media, dan pemasaran. Dengan latar belakang double degree di komunikasi dan psikologi, ia memulai karier sebagai praktisi Public Relations hingga menjadi Direktur Marketing, sebelum akhirnya melangkah sebagai Associate Professor di bidang komunikasi. Berbekal sertifikasi di bidang produser TV, digital marketing, dan hipnoterapi, ia juga aktif sebagai pembicara dan terapis well-being, mengemas ilmu komunikasi dan psikologi dengan cara yang mudah dipahami dan relevan untuk kehidupan sehari-hari.

Next Post
Lontar Tutur Aji Mas Ganda Purantaka Petak tentang Tujuan Hidup Kemoksan, Ditemukan di Griya Sakti Nyalian-Klungkung

Lontar Tutur Aji Mas Ganda Purantaka Petak tentang Tujuan Hidup Kemoksan, Ditemukan di Griya Sakti Nyalian-Klungkung

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co