KAMI adalah 23 penyu hijau yang dilepasliarkan secara seremonial, ramai-ramai, dipenuhi pejabat. Kami dilepasliarkan dari Pantai Pasir Putih, Teluk Banyuwedang, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng bagian barat, Jumat pagi, 31 Januari 2025, untuk kembali ke laut lepas.
Gembira rasanya kami dilepaskan kembali ke laut, ke rumah kami, bertemu teman-teman kami lagi.
Gembira sekali juga bahwa kami dilepaskan dalam suasana pelepasan berjalan lancar dan aman. Tentu saja aman. Kami dilepaskan oleh banyak pejabat penting. Selain Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam KSDA Bali Ratna Hendratmoko—pejabat yang siang malam menjaga alam lingkungan, termasuk kami, para penyu ini—juga ada Kapolres Buleleng AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi, S.I.K., M.H., bersama sejumlah kepala satuan di Polres Buleleng.
Oh, ya, kami juga melihat kehadiran Pj. Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana, Ketua DPRD Buleleng Ngurah Arya dan Kepala Balai Taman Nasional Bali Barat (TNBB) Prawono Meruwanto. Dan, banyak lagi pejabat lainnya, baik pejabat penting, setengah penting, maupun pejabat yang barangkali diajak ikut-ikutan.
Para pejabat dari Balai KSDA, TNBB, Kapolres Buleleng, Pj. Bupati Buleleng dan pemerhati lingkungan melepasliarkan kami, penyu ini, ke tengah laut | Foto: Polres Buleleng
Kami, para penyu ini, tak bisa menyebut nama mereka satu per satu. Yang jelas, kami sangat berterima kasih. Mereka meluangkan waktu, meninggalkan pekerjaan penting di kantor, untuk beramai-ramai melepaskan kami ke tengah lautan. Betapa luhur budi mereka. Betapa cinta sekali mereka pada alam, lingkungan, termasuk cinta pada kami—fauna tua yang sangat langka ini.
Kapolres Buleleng AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi, S.I.K., M.H., saat memberi sambutan dalam acara pelepasan kami menyatakan sejumlah hal penting terkait pelestarian penyu.
Antara lain Kapolres mengatakan penyu hijau merupakan satwa yang dilindungi dan hampir punah, sehingga perlu mendapat perhatian khusus demi kelangsungan hidupnya bagi generasi mendatang.
“Polres Bulelengberkomitmen menegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan, terutama terhadap satwa yang dilindungi seperti penyu hijau,” kata Kapolres.
Kami, para penyu yang dilepaskan kembali ke laut sangat senang mendengar sambutan Kapolres itu. Kami juga senang mendengar sambutan dari Kepala Balai KSDA Bali.
Kepala BKSDA Bali Ratna Hendratmoko mengatakan, pelepasliaran penyu di salah satu habitat merupakan bagian dari upaya konservasi serta membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan satwa yang dilindungi.
Kami–para penyu–bergerak ke lautan | Foto: Dian
Ratna juga menegaskan bahwa kesadaran masyarakat sangat berperan penting dalam menjaga kelangsungan hidup penyu di alam liar.
“Konservasi akan berhasil jika menjadi agenda bersama,” ujar Ratna.
Menurut Ratna, kondisi tubuh kami—para penyu ini—sudah dalam kondisi aman untuk dilepaskan kembali ke laut. Kami tentu saja tak boleh cemas. Karena kami dinyatakan siap untuk kembali hidup di habitat asli kami. Beberapa di antara kami bahkan telah mencapai usia matang untuk bertelur. Horeeee.
Kami Ditemukan Terikat di Tepi Pantai dan Gudang Tua
Kami—sebanyak 23 penyu yang dilepaskan ke laut ini—sebelumnya adalah korban dari kegiatan ilegal yang, tentu saja, dilakukan oleh manusia. Itu manusia biadab.
Sebanyak 22 dari kami itu sebelumya ditemukan terikat di pantai Desa Pemuteran, Gerokgak, Buleleng. Satu lagi adalah hasil sitaan Polres Jembrana. Kami—sebanyak 22 penyu ini—ditemukan pada Jumat pagi 24 Januari 2025.
Kami ditemukan dalam kondisi terikat di pinggir pantai. Pada pukul 08.00 Wita ditemukan 8 ekor di pinggir pantai, lalu pukul 11.00 Wita ditemukan lagi di gudang yang rusak sebanyak 14 ekor. Kami ditemukan dalam kondisi yang mengenaskan, terikat dan beberapa di antara kami mengalami luka akibat ikatan tali seling. Sakit sekali.
Kami berterima kasih kepada Wayan Katon, seorang nelayan yang menemukan kami pada pagi itu. Jika tidak, barangkali kami sudah dijadikan sate, lawar, atau menu masakan lain di rumah makan yang nakal.
Konon daging kami sungguh enak. Barangkali karena itulah kami terus diburu, sampai-sampai jumlah kami jadi langka, dan akhirnya kami dilindungi oleh undang-undang. Siapa yang menangkap kami dipastikan akan menerima hukuman berat.
Polisi dari Polres Buleleng sudah melakukan penyelidikan untuk menangkap siapa yang menangkap kami, mengikat kami, dan meninggalkannya di tepi pantai dan gudang tua. Semoga polisi segera menemukan orang yang menangkap dan menyiksa kami.
Terima kasih Yayasan Jaringan Satwa Indonesia, Terima Kasih Dokter Farida
Setelah ditemukan, kami—sebanyak 22 penyu hijau ditemukan terikat itu—dikirimkan ke Yayasan Jaringan Satwa Indonesia (JSI) di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Ini yayasan yang sungguh menarik. Petugasnya merawat kami dengan baik.
Kolam itu berada di tengah laut. Dan cukup jauh dari pemukiman manusia. Kami dirawat secara intensif oleh dokter hewan, Farida Ulya Nugrahatin serta tim dari JSI. Terima kasih JSI, terima kasih Dokter Farida.
Kolam penangkaran di JSI | Foto: Dian
Dokter Farida memang sangat baik. Ia tampak prihatin ketika kami, semuanya, mengalami luka tusuk. Luka itu terdapat pada bagian flipper depan di kiri dan kanan. Tentu saja, saat ditangkap oleh pemburu penyu, kami biasanya ditusuk agar kami tak bisa berontrak. Sungguh mengerikan.
“Jadi kalau pemburu mengambil penyu mereka harus menutup bagian flipper depan di kanan kiri, makanya mereka punya bekas luka tusuk. Dan itu sudah kami obati juga!” Begitu kata Dokter Farida.
Satu di antara teman kami bahkan mengalami luka robek pada flippernya. Dokter Farida bersama tim JSI, di tempat rehabilitasi itu, memberi pertolongan pada kami dengan memberikan sejumlah jahitan pada tubuh kami yang mengalami luka robek.
Ada di antara kami yang lemas, sehingga harus diinfus. Dan, setelah dirawat dengan baik, kami pun bisa berenang dengan baik di kolam rehabilitasi itu. Sungguh menyenangkan. Nafsu makan kami juga normal.
Setelah Dianggap Sehat, Kami pun Dilepaskan ke Laut Lepas
Meski kami sangat senang berada di kolam rehabilitasi yang dikelola JSI itu, tapi kami sesungguhnya lebih suka berada di laut lepas. Apalagi, menurut Dokter Farida, kami akan bisa berkembang lebih baik jika berada di laut bebas ketimbang berada di penangkaran.
Oh ya, menurut Dokter Farida, kami 22 penyu yang dirawat ini seluruhnya betina. Jika tidak segera dilepaskan, dikhawatirkan proses perkembangbiakan kami akan terhambat.
“Khawatirnya mereka ingin bertelur. Jadi kalau bertelur mereka butuh pasir, butuh daratan.” Begitu kata Dokter Farida.
Bersiap dilepaskan | Foto: Dian
Maka, Jumat pagi 31 Januari 2025, kami diputuskan untuk dilepaskanliarkan lewat Pantai Pasir Putih di Banyuwedang. Itu pantai yang indah dan sudah dijadikan destinasi wisata favorit di Buleleng barat. Mungkin tempat itu dipilih sekaligus juga untuk memperkenalkan obyek wisata itu ke dunia internasional.
Setelah dilepaskan, kami pun merangkak menemukan lidah ombak yang menjulur ke pantai. Kami masuk ke air, berenang ke tengah, dan barangkali dalam waktu dekat akan ke daratan untuk bertelur.
Kami dilepaskan secara aman, dijaga polisi, diawasi bupati. kondisi kami pun, konon, sudah aman untuk siap hidup di tengah laut. Tapi laut barangkali belum aman. Masih ada sampah, dan kami kadang bisa terjebak makan plastik. Barangkali pemburu liar itu juga akan kembali menemukan kami, dan barangkali akan ditemukan lagi oleh nelayan dalam kondisi luka dan terikat tali seling. [T]
Reporter: Tim Tatkala
Penulis/Editor: Adnyana Ole