KETIKA undangan resmi datang dari Asia Pasific Writers dan Translators 2024, saya merasa bahagia. APWT adalah asosiasi penulis dan penerjemah se-Asia Pasifik dan saat ini merupakan salah satu jaringan penulis terbesar di Asia Pasifik.
APWT berdiri sejak tahun 2007 dan hingga kini telah mengadakan konferensi sebanyak 15 kali hingga 2024. Indonesia menjadi bagian penting dari APWT karena termasuk tempat berlangsungnya APWT pertama kalinya, yaitu di Ubud pada tahun 2007.
Sejarah APWT dimulai dari dua pendirinya yaitu Nury Vittachi dan Jane Camens yang ingin menjembatani para penulis dan penerjemah khususnya menggunakan jejaring universitas di Kawasan Asia Pasifik. Tujuannya untuk berbagi gagasan seputar dunia menulis kreatif dan mempererat jejaring penulis dan penerjemahnya.
Pertemuan pertama APWT terjadi di Ubud, Bali, pada tahun 2007, dan karena itu, Ubud adalah tempat bersejarah bagi APWT karena merupakan tempat pertemuan pertama.
Berikutnya APWT 2008 terlaksana di New Delhi India, 2010 di Hong Kong, China. Tahun 2011 di Perth Australia, 2012 dan 2013 di Thailand, 2014 di Singapore, 2015 di Phillipines, 2016 di Guangzhou China, 2017 di Singaraja, Bali. Selanjutnya di tahun 2018 di Gold Coast Australia, 2019 di Macau, China, 2022 di Bangalore India, dan 2023 di Ubud.
Tahun 2024 ini APWT digelar di Chiang Mai Thailand. Dengan tema Heart Water APWT membahas bagaimana air menjadi penghubung semua teritori Kawasan Asia Pasifik dan bagaimana hati mempertautkan kita. Memang tak berlebihan jika dikatakan bahwa kita bersatu karena air dan jiwa melalui sastra.
Direktur Eksekutif APWT Prof. Sally Breen mengatakan bahwa APWT adalah asosiasi penulis dan penerjemah se-Asia Pasifik yang lebih memprioritaskan pada kedalaman dan keterhubungan personal antar anggotanya sebagai sebuah keluarga besar yang saling mendukung dan saling merangkul.
Sebanyak kurang lebih 100 penulis berkumpul di Chiang Mai, saling berbagi, saling mendengar, saling bertukar gagasan, juga tentunya saling mendukung dan saling menguatkan.
Indonesia diundang melalui dua penulis yaitu saya sendiri (Kadek Sonia Piscayanti), dan Pranita Dewi. Kami dipilih karena karya-karya yang berbicara tentang identitas perempuan Bali dan komplesitas isu yang kami hadapi dan tuliskan melalui berbagai jenis karya sastra.
Saya sebagai penulis naskah teater, penulis puisi, cerpen, esai, juga produser film, dan pendiri festival sastra di Singaraja. Sementara Pranita Dewi adalah penulis puisi, esai, dan juga pembaca puisi. Mewakili Indonesia, kami mendapatkan dukungan pendanaan dari Dana Indonesiana.
Hari pertama, kami mengikuti jadwal yang padat yaitu Keynote Seminar dari Sunnisa Maning, panel paralel yang menampilkan banyak penulis dari kawasan Asia Pasifik di antaranya Mai Nardone, Joe Milan, Piia Mustamaki, Philip Cornwell Smith, Sara F Costa, Tony Waters, Robin Hemley dan masih banyak lagi.
Saya (kanan) bersama Anita Thomas (kiri) di APWT Chiang Mai | Foto: Dok. pribadi
Saya sendiri mendapat sesi sore yaitu di panel paralel dengan topik Make it Move – Make it Flow dipandu oleh host Roland B Tolentino. Saat itu saya menjadi narasumber bersama Maude Veilleux dan Mitch Goodwin, namun Mitch hanya hadir melalui karya visualnya.
Di panel ini saya berbicara soal puisi, naskah drama, dan film sebagai perantara gagasan menuju ke publik yang luas namun segmented. Definisi panel Make it Move Make it Flow sangat terkait dengan hampir seluruh karya saya yang berisi ajakan bergerak dan mengalir, melakukan sebuah perubahan.
Esensi tema yang baik ini menjadi inti diskusi kami, yaitu perspektif kata-kata dalam konteks ruang dan rupa realita.
Diskusi berjalan baik dan lebih menitikberatkan pada bagaimana kemungkinan karya-karya kami selain dapat dinikmati lebih luas namun juga memberi dampak dan mengubah masyarakat menjadi lebih baik. Dalam konteks lebih spesifik, salah satunya melalui film, secara audio visual film dapat menggugah hati dengan kritis.
Malam harinya ada pembacaan karya, dimana Pranita Dewi diundang sebagai penyair yang membaca puisi. Sangat menarik melihat pembacaan puisi begitu dihayati dan diresapi dengan serius.
Hari kedua kami mendengar keynote dari Robin Hemley, yang bicara soal pendekatan personal dalam sastra yang mampu mengubah dunia. Intinya, jika kita mampu memandang sesuatu secara personal dan menggarapnya dengan perspektif segar, maka akan lahir karya yang berbeda.
Selepas itu kami melanjutkan menikmati panel-panel yang seru, salah satunya adalah panel soal bagaimana isu industri kreatif penulisan saat ini bagaimana ekosistem harus dimainkan. Panel ini menghadirkan Sally Breen, Brendan Fredericks, Vanessa Barrington, Catherine Cormier-Larose, Deva Eveland, Murielle Paviet-Fanolliet, Michael Clements.
Bersama penulis-penulis lain di APWT Chiang Mai | Foto: Dok. pribadi
Bersama penulis Philip Cornwell Smith (kiri) dan Sudeep Sen (kanan) di APWT Chiang Mai | Foto: Dok. pribadi
Malam harinya, di Kalm Village kami diundang makan malam bersama seluruh penulis yang sekaligus peserta APWT, kami disuguhi pertunjukan musik dan puisi.
Lalu 24 November, pagi hari pada sesi pembacaan puisi di Kalm Village saya membacakan puisi berjudul A Cursed Poet. Puisi ini bercerita tentang bagaimana puisi mempersatukan para penulis se-Asia Pasifik di Chiang Mai Thailand.
Puisi bekerja seperti karma, tak dapat dihindari, jika saatnya lahir puisi maka puisi akan lahir, dan saatnya bersua akan bersua dengan penyair lainnya.
Seolah puisi ini benar adanya, seluruh penyair yang hadir nampak larut dan benar-benar mengapresiasi kehadiran puisi.
Masih di 24 November, film yang saya produksi diputar. Film ini telah diputar di Singaraja Literary Festival, Agustus 2024, lalu diedit kembali khusus untuk diputar di APWT Chiang Mai.
Di tanggal 24 pula, kami melakukan seremoni perpisahan, karena telah usai mengikuti seluruh program APWT. Sungguh sastra telah membawa saya menemukan diri yang lebih kaya karena bertukar gagasan dan cerita menyebabkan pertumbuhan mental yang baik. Sebagai duta budaya dari Indonesia, kami sangat dihargai, dirayakan dan dihormati. Matur suksma. [T]
BACA artikel lain dari penulis KADEK SONIA PISCAYANTI