TERCANTUMNYA kosakata bahasa Indonesia beri dan kata turunannya menjadi predikat kalimat, lumayan menyita pemikiran ketika berkomunikasi dalam bahasa Bali. Tidak cukup dengan menyematkan label kruna degag, kruna natya ka sor, dan kruna natya ka singgih.
Ketika aku dan kamu berkomunikasi dalam bahasa Bali ragam degag, tidak ada yang rumit. Ci maang cang (kamu memberi aku) atau cang maang ci (aku memberi kamu), tidak ada masalah.
Kemudian, cang maang ci, laut ci maang iya (aku memberi kamu, lalu kamu memberi dia), tidak ada masalah juga. Atau, cang maang iya, laut iya maang ci (aku memberi dia, lalu dia memberi kamu), tetap tidak ada masalah. Iya maang cang, laut cang maang ci (dia memberi aku, lalu aku memberi kamu), tetap juga tidak ada masalah.
Entah aku, kamu, atau dia menjadi subjek memberi, entah berusia lebih muda atau lebih tua, tidak ada masalah ketika berkomunikasi dalam bahasa Bali ragam degag.
Aku dalam posisi bahasa berada di sor, kamu dan dia berada di posisi singgih, tidak yang rumit. Tityang ngaturin ratu. Tityang ngaturin ida. Ratu ngicen tityang. Ida ngicen tityang. Tityang ngaturin ratu, raris ratu ngaturin ida. Tityang ngaturin ratu, raris ratu ngicen ida. Tityang ngaturin ida, raris ida ngaturin ratu. Tityang ngaturin ida, raris ida ngicen ratu. Etika berbahasa hanya itu.
Ketika baang, aturin, dan icen menjadi predikat kalimat, tidak ada masalah berkomunikasi dalam bahasa Bali. Masalah mulai tampak ketika wehin (baca: wèhin) dan suken (baca: sukèn) menyelinap menjadi predikat kalimat.
Sebelum wehin dan suken menjadi predikat kalimat, terlebih dahulu saya menyusun tokoh kalimat yaitu Tityang (aku), Ratu (kamu), Ida Agung (dia dengan usia lebih tua dari Ratu), Ida Alit (dia dengan usia lebih muda dari Ratu), Ipun Kelih (dia dengan usia lebih tua dari Tityang), dan Ipun Cenik (dia dengan umur lebih muda dari Tityang).
Dengan tokoh kalimat di atas, Ratu, Ida Agung, dan Ida Alit adalah orang yang kasinggihang oleh Tityang, Ipun Kelih, dan Ipun Cenik. Tityang, Ipun Kelih, dan Ipun Cenik adalah orang yang kasorang oleh Ratu, Ida Agung, dan Ida Alit. Tityang dan Ipun Kelih adalah orang yang kasinggihang oleh Ipun Cenik. Tityang dan Ipun Cenik kasorang oleh ipun Kelih.
Yang menjadi pedoman ketika berkomunikasi dalam bahasa Bali ragam natya, aturin ditujukan kepada orang yang kasinggihang, icen ditujukan kepada orang yang kasorang, suken ditujukan kepada orang yang kasinggihang oleh orang yang kasorang, dan wehin ditujukan kepada orang yang kasorang oleh orang yang kasorang.
Tityang, Ipun Kelih, dan Ipun Cenik memberi sesuatu kepada Ratu, Ida Agung, dan Ida Alit, tinggal mengganti memberi dengan ngaturin. Tityang ngaturin Ratu, Ipun Kelih ngaturin Ida Agung, Ipun Cenik ngaturin Ida Alit. Sebaliknya ketika Ratu, Ida Agung, dan Ida Alit memberi sesuatu kepada Tityang, Ipun Kelih, dan Ipun Cenik, tinggal mengganti memberi dengan ngicen.
Munculnya suken dan wehin dalam kalimat ketika Tityang berkomunikasi dengan Ratu, Ida Agung, dan Ida Alit dengan melibatkan Ipun Kelih atau Ipun Cenik. Ketika Ratu akan memberikan sesuatu kepada Ipun Kelih, akan tetapi Ipun Kelih sedang tidak berada di tempat, maka Tityang akan berkata kepada Ratu, “Dwaning Ipun Kelih kantun ring jaba, sane mangkin Tityang dumun icen Ratu, sane benjang Tityang nyuken Ipun Kelih.”
Ratu, Ida Agung, dan Ida Alit (saya singkat RIAIA) menitipkan pemberian kepada Tityang untuk disampaikan kepada Ipun Kelih, maka Ratu, Ida Agung, dan Ida Alit ngicen Tityang, kemudian Tityang nyuken Ipun Kelih. RIAIA menitipkan pemberian kepada Tityang untuk disampaikan kepada Ipun Cenik, maka RIAIA ngicen Tityang, kemudian Tityang ngawehin Ipun Cenik.
RIAIA menitipkan pemberian kepada Ipun Kelih untuk disampaikan kepada Tityang, maka RIAIA ngicen Ipun Kelih, kemudian Ipun Kelih ngawehin Tityang. RIAIA menitipkan pemberian kepada Ipun Cenik untuk disampaikan kepada Tityang, maka RIAIA ngicen Ipun Cenik, kemudian Ipun Cenik nyuken Tityang.
Melalui saya dan kerabat saya maka ketika RIAIA menitipkan pemberian kepada saya untuk disampaikan kepada ayah atau ibu saya, maka RIAIA ngicen saya, kemudian saya nyuken ayah atau ibu saya. RIAIA menitipkan pemberian kepada saya untuk disampaikan kepada istri atau anak saya, maka RIAIA ngicen saya, kemudian saya ngawehin istri atau anak saya.
RIAIA menitipkan pemberian kepada ayah atau ibu saya untuk disampaikan kepada saya, maka RIAIA ngicen ayah atau ibu saya, kemudian ayah atau ibu saya ngawehin saya. RIAIA menitipkan pemberian kepada istri atau anak saya untuk disampaikan kepada saya, maka RIAIA ngicen istri atau anak saya, kemudian istri atau anak saya nyuken saya. [T]
- BACA artikel lain dari penulisKOMANG BERATA