“Rare angon ngigelang layang-layang, sambilang ya matembang, ngibur hatine liang”
PETIKAN tersebut merupakan lagu yang berjudul “Rare Angon” dari MR.Botak. Lagu yang menggambarkan para pelayang Bali itu berkumandang di carik Gagadon, Beringkit, Mengwi, Badung, sejak pukul 08.00 pagi.
Kepulan asap dupa dan sajian pejati telah dihaturkan oleh Jero Mangku Penghulu, lomba layang-layang STSJ Kite Festival III pun siap untuk dilaksanakan. Festival layang-layang tradisional ini merupakan perlombaan kali ketiga yang dilaksanakan Sekaa Truna Satrya Jaya, Banjar Menak, Beringkit, Mengwi. Perlombaan pertama kali digelar pada tahun 2019, berselang dua tahun, tepat 2021 festival ini kembali digelar.
Layangan Janggan pada STSJ Kite Festival III| Foto: Dok. Panitia
Tiga tahun kemudian, atas restu Tuhan festival ini dapat kembali digelar, walau penuh dengan rintangan. Festival kali ini terbilang merupakan festival dengan kategori dan seri yang lebih bervariasi. Kategori dalam lomba layang-layang tradisonal Bali meliputi setidaknya empat kategori pokok atau wajib. Yakni kategori layangan Bebean, pecukan, dan janggan.
Ketiga jenis layangan tersebut kembali dilombakan ke dalam beberapa seri pada perlombaan yang dilaksanakan tanggal 29 September 2024 ini, yakni seri plastik atau remaja dengan kisaran ukuran 1,5 meter hingga 2,5 meter. Sedangkan untuk kategori kain atau dewasa jatuh pada ukuran 2,5 meter, 3,5 meter, dan 5 meter. Ukurannya diambil dari guan atau bagian sayap dari layang-layang itu sendiri. Selain ketiga jenis layangan itu, terdapat beberapa kategori baru dalam perlombaan kali ini.
Layangan Bebean | Foto: Dok. Panitia
Beberapa di antaranya adalah janggan buntut, cotekan, cotek blolong, dankaplik. Janggan buntut merupakan layangan kreasi baru yang mengadopsi dari rupa layangan janggan namun dengan ekor yang cenderung pendek. Karena rupa dari ekornya yang menyerupai angsa atau bebek tak jarang pada bagian kokondo atau kepala dari layangan ini dihiasi dengan tapel paksi atau burung.
Sedangkan cotek blolong merupakan jenis layangan asli daerah Mengwi yang terinspirasi dari layangan cotekan biasa namun dengan kepes atau ekor yang lebih pendek, serta memiliki sirip yang lebih pendek.
Layangan Janggan Buntut | Foto: Dok. Panitia
Layang-layang kaplik merupakan jenis layangan yang mengadopsi rupa dari layangan beban. Namun bentuknya sudah diinovasi dengan kepes atau ekor yang lebih kurus, tanpa sirip tambahan. Beberapa layangan seperti janggan, bebean, janggan buntut, pecukan, dan kaplik ditambahkan guwangan. Guwangan merupakan bagian dari layangan yang dapat menciptakan suara pada saat diterpa angin.
Suara yang ditimbulkan bersumber dari pita guwangan yang dibuat dari aneka bahan, seperti penyalin, kampil, pita, dan ibus. Dari sekian bahan yang digunakan masih tergantung dari seberapa pintar si pembuat guwangan itu. Sehingga ini pun menjadi kategori penilaian yang amat penting.
Layangan Cotekan Blolong | Foto: Dok. Panitia
Menurut salah satu juri pantau, yakni Bli Rah Ramon, setidaknya ada empat kategori pokok yang dinilai. Seperti kombinasi warna penukub, onyahan atau egolan layangan saat di udara, suara guwangan, bentuk layang-layang, posisi saat di udara, kerjasama saat menaikan dan menurunkan layangan. Dalam memberikan aba-aba kepada para peserta pemandu perlombaan akan memberikan komando dan isyarat dengan bendera. Bendera yang digunakan terbagi dalam tiga warna.
Warna merah untuk persiapan sebelum mengudara; warna hitam adalah waktu mengudara; warna merah layang-layang harus diturunkan kembali dalam waktu 10-15 menit. Jika lebih, akan diberikan bendera kuning yang menandakan layang-layang dalam posisi yang berbahaya—karena lebih dari waktu yang telah ditentukan dan berpengaruh pada akumulasi nilai.
Layangan Kaplik | Foto: Dok. Panitia
Dalam festival yang diketuai oleh Bli Rah Tabis ini diikuti oleh 530 layang-layang yang berasal dari beberapa wilayah seperti Tabanan, Badung, hingga Denpasar.
Suasana saat perlombaan begitu riuh dan seru. Para peserta yang tak saling kenal seketika menjadi akrab di lapangan. Mengapa tidak, mereka harus berkomunikasi dengan baik, tidak hanya dengan teman satu tim, namun dengan tim lain. Hal tersebut penting, agar saat menarik layang-layang mereka akan saling menjaga posisi.[T]
Reporter/Penulis: IGP Weda Adi Wangsa
Editor: Jaswanto