29 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Menengok Tradisi Munjung ke Setra, “Piknik” di Kuburan ala Orang Buleleng saat Hari Pagerwesi

Rusdy UlubyRusdy Ulu
July 18, 2024
inKhas
Menengok Tradisi Munjung ke Setra, “Piknik” di Kuburan ala Orang Buleleng saat Hari Pagerwesi

Orang-orang yang melakukan Munjung | Foto: Sonhaji

SEPERTI dua orang pelajar yang sedang terburu-buru karena takut gerbang sekolah tutup akibat terlambat, saya dan seorang rekan yang biasa dipanggil Ucup, bergegas menancap gas motor. Tapi bukan ke sekolah, bukan juga ke kampus, apalagi ke kantor. Pagi itu, tepat pukul 06:30 Wita, kami bergegas ke kuburan—setra dalam bahasa Bali.

Tujuan kami ke kuburan bukan untuk melayat atau iseng mencari benda keramat. Tidak pula sedang membuat konten vlog horor-hororan. Kami ke kuburan karena salah satu hari penting dalam umat Hindu di Bali, yakni Pagerwesi, yang jatuh bertepatan pada Rabu, 17 Juli 2024. Salah satu momentum sakral yang diperingati sekali dalam 210 hari menurut kepercayaan orang Hindu Bali.

Pada saat Pagerwesi, yang menjadi catatan kami, di Buleleng, atau sebut saja Singaraja, ada satu rangkaian tradisi yang unik, yang berbeda dari tempat-tempat lain di Bali—tradisi ini barangkali memang hanya di Buleleng.

Keluarga yang sedang mempersiapkan sesajen di atas pusara | Foto: Sonhaji

Tradisi yang dimaksud adalah kegiatan berkunjung ke kuburan. Orang Singaraja biasanya menyebutnya “Munjung” atau “Munjung ke Setra” yang artinya berkunjung ke kuburan. Ketika mengetahui ada tradisi semacam itu di Singaraja, saya sedikit heran. Tentu saja, barangkali karena saya bukan orang Bali asli.

Bagaimana tidak heran, setahu saya, orang Bali dalam urusan pemakaman atau urusan dengan orang yang sudah meninggal, jenazahnya akan dikremasi atau dibakar. Bukan dikubur.

Tapi ternyata anggapan saya itu keliru. Tidak semua jenazah langsung dikremasi. Orang Bali juga ada yang menguburnya. Walaupun pada akhirnya tetap akan dikremasi juga. Karena kremasi dipercaya sebagai satu-satunya jalan untuk menuju alam arwah yang sudah ditentukan oleh Tuhan.

Namun, alih-alih ingin tahu tentang bagaimana cara orang Bali mengubur jenazah, saya lebih penasaran bagaimana mereka melakukan kunjungan ke makam pada saat Pagerwesi—atau dalam Islam dikenal sebagai ziarah kubur.

***

Ketika saya dan Ucup tiba di depan Setra Buleleng (Kuburan Buleleng) di Jl. Gajah Mada, Singaraja, kami langsung memasukinya. Setra ini ternyata berada tepat di samping Pura Dalem Desa Pakraman Buleleng.

Saat masuk ke sana, kami sedikit merinding. Entah itu karena masih sangat pagi atau karena  suasananya yang sepi. Benar. Tidak terlihat ada aktivitas di situ. Kami sempat berhenti sejenak di dalam area Setra Buleleng. Tidak ada siapa-siapa. Hanya ada pemandangan beberapa kuburan yang berjejer dan sisa-sisa peralatan kremasi.

Tempatnya cukup luas, seperti setengah dari lapangan sepak bola. Sekilas tidak tampak seperti kuburan, lebih mirip taman atau hutan kota. “Kita telat nggak ini. Atau jangan-jangan kita kepagian?” celetuk Ucup yang mulai berfirasat lain-lain—karena suasananya memang sepi.

Kami memutuskan untuk keluar dan memarkir motor tepat di depan Pura Dalam Desa Pakraman Buleleng. Kebetulan, saat itu orang mulai ramai datang sembahyang ke Pura Dalem.

Suasana anggota keluarga yang makan di samping kuburan | Foto: Sonhaji

Sambil mencoba untuk memotret beberapa gambar orang yang sedang sembahyang, saya berusaha mencari-cari siapa orang yang bisa ditanyai soal kegiatan Munjung di Setra Buleleng.

Nah, tiba-tiba seorang pria berkumis yang memakai udeng dan baju putih polos menghampiri saya yang sedang sibuk memotret. “Mau ke mana, Nak?” tanyanya sambil mendekat.

“Mau ambil gambar di sini, Pak. Sebenarnya mau merekam orang yang berkunjung bawa makanan ke kuburan di sebelah itu, Pak,” jawab saya.

“Oh itu. Ya, biasanya ada. Sebentar lagi. Tapi sudah tidak seramai dulu itu,” katanya sambil melangkah pergi karena sudah dipanggil istrinya. Ia diminta segera mengurus sembahyang.

Obrolan itu begitu singkat, saya dan bapak itu tidak sempat berkenalan. Akhirnya saya dan Ucup memilih untuk mengambil gambar orang sembahyang saja dulu.

Dan setelah beberapa menit memotret aktivitas sembahyang di Pura Dalem, kami mencoba lagi bergeser masuk ke area Setra Buleleng. Benar saja, saat kami masuk ke area setra, ternyata beberapa orang sudah berdatangan di sana. Ada yang datang menggunakan mobil, motor, dan beberapa terlihat berjalan kaki.

Keluarga yang sedang mempersiapkan tempat untuk maturan di atas makam | Foto: Sonhaji

Orang-orang itu menuju ke area ujung barat setra. Di sana tampak berjejer beberapa batu nisan. Jelas itu adalah makam. “Ayo, Cup. Ini yang penting kita rekam,” seru saya sambil berlari tipis agar  tidak ketinggalan momen.

Orang-orang itu datang membawa sesajen yang berisi makanan. Sesaji itulah yang mereka sebut dengan “Punjung.”

Selain sesaji, beberapa orang juga membawa tikar beserta perkakas makan dan minum yang lengkap. Sekilas tidak tampak seperti orang yang datang ke makam, lebih tepatnya seperti orang yang ingin piknik. Hanya tempatnya saja yang beda. Ini kuburan, bukan pantai, gunung, atau taman kota.

Meraka mengunjungi makam kerabat yang sudah meninggal tetapi belum diaben, dikremasi. Mereka membawa Punjung yang sangat lengkap. Tampaknya memang disiapkan untuk makan bersama. Ada yang membawa nasi lengkap dengan lauknya; ada pula buah, dan berbagai jenis cemilan serta minuman.

Makanan dan sebagainya itu telah dipersiapkan oleh pihak keluarga yang akan berkunjung ke setra selesai melakukan sembahyang di rumah atau Pura Dalem.

“Pagi tadi kami ke pura dulu. Bangun jam 4 atau 5 pagi, sembahyang dulu di rumah. Setelah itu, baru ke sini, ke makam. Habis dari sini, kami lanjut kumpul-kumpul di rumah,” kata Made Wijana (56 tahun), yang kami temui di sela-sela aktivitas Munjung-nya.

Sesajen yang mereka bawa mula-mula dihaturkan terlebih dahulu dan dibacakan doa-doa. Setelah membaca doa, beberapa orang menyiramkan atau memercikkan air di atas pusara makam. Sama seperti orang yang sedang memercikkan air tirta setelah upacara di pura.

Made Wijana | Foto: Sonhaji

Ada juga yang sesekali mengelus batu nisan dengan air tersebut dengan begitu hati-hati dan halus. Seperti sedang mengelus kepala sosok keluarga yang telah tiada.

Setelah berdoa, sesajen itu disimpan di atas atau di sebelah makam dengan dupa yang telah dibakar terlebih dahulu. Rupanya mereka tidak akan langsung memakan makanan dari Punjung itu. Seolah didiamkan dulu sejenak, sebagai persembahan untuk sosok arwah keluarga.

Di sela-sela mereka menunggu, mereka bercakap-cakap dengan sesama anggota keluarga, atau dengan keluarga lain yang berada di sekitaran makam. Terkadang mereka saling bercanda sampai tertawa.

Orang-orang yang datang berkunjung ke makam pagi itu bagaikan sedang bertamasya riang gembira bersama sanak saudara. Syahdan, alih-alih tampak suasana mencekam dan seram, kuburan itu justru terlihat seperti taman hiburan.

“Biasanya kami lakukan enam bulan sekali atau pada saat Galungan, Kuningan, dan Pagerwesi seperti sekarang—atau hari-hari tertentu,” ujar pria paruh baya yang tinggal di Banjar Jawa itu.

***

Sebenarnya tradisi ini hampir mirip dengan kebiasaan ziarah yang dilakukan orang Islam di kampung-desa sehari sebelum lebaran atau hari raya Idul Fitri. Biasa juga dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadan atau bulan Puasa.

Mereka sama-sama datang ke kuburan dengan maksud mendoakan arwah yang sudah meninggal. Biasanya, mereka juga membawa air yang dicampur dengan bunga atau daun pandan untuk disiramkan di atas kuburan. Dalam konteks Islam, prosesi itu diikuti dengan mengirimkan bacaan ayat Al-Quran. Dan sesekali membersikan kuburan dari dedaunan kering dan rumput liar.

Tetapi, dan ini yang membedakan keduanya, kalau ziarah orang Islam tidak ada acara makan-makannya. Sedangkan di sini, di Setra Buleleng, sekali lagi, orang-orang itu memang sudah mempersiapkan sesi makan bersama. Sehingga ini tampak seperti piknik keluarga.

Orang-orang yang berdatangan ke setra ini seolah datang untuk menghibur almarhum yang sudah meninggal—karena menurut kepercayaan orang Bali, arwah akan tetap di sisi jasadnya sebelum melewati proses Ngaben. Bahkan ada yang bercerita soal kenangan-kenangan lucu semasa hidup almarhum. Bagaikan momen nostalgia anggota keluarga.

Yang juga menarik, orang-orang yang berdatangan ke setra tersebut dengan senang hati menawarkan bekal makanan dan minuman kepada siapa pun yang berada di situ untuk saling cicip-mencicipi. Semacam barter makanan satu sama lain.

Bapak Putu Aksara Putra (Kelian Dadia) | Foto: Sonhaji

Bahkan, saya dan Ucup juga ditawari untuk mengambil lungsuran atau makanan yang ada. Kami berdua dikasih jeruk dan anggur. Kata Ucup, lumayan, sekalian pengganti sarapan.

Namun, hari ini, sudah tak banyak orang yang melakukan praktik ini. Tak sebanyak saat masa silam. Hal tersebut diduga karena masa kini sudah banyak pengabenan masal. Jadi, jenazah tidak lama dikubur. Setiap ada pengabenan masal langsung diangkat.

“Sekarang sedikit yang ke setra untuk maturan punjung lagi. Karena sebagian besar sudah Ngaben,” kata Putu Aksara Putra (40 tahun), seorang Kelian Dadia (pemimpin warga adat) dari salah satu keluarga yang datang pagi itu.

Barangkali juga, itu yang membuat tradisi Munjung, semakin ke sini terasa tidak pernah muncul ke permukaan. Karena semakin hari semakin berkurang jenazah yang dikubur.

Sampai di sini, awalnya saya mengira orang Bali itu tidak memiliki tradisi terkait pemakaman jenazah yang dikubur. Terkait orang Bali yang harus mengubur jenazah atau tidak, saya tak pernah menjumpai teman atau siapa pun bercakap-cakap soal itu.

***

Tradisi Munjung memang tidak semeriah upacara Ngaben. Jika Ngaben terdapat prosesi arak-arakan di jalan dengan menggunakan “bade” atau tempat membawa jenazah, Munjung tidak seramai itu.

Ngaben, apalagi bagi kalangan menengah ke atas, biasanya diiringi berbagai pernak-pernik yang menunjukkan kemewahan. Ngaben di beberapa tempat di Bali bahkan ada yang diisi pertunjukkan sebelum jenazah dibakar bersama bade-nya—sebagai bentuk persembahan terakhir keluarga yang masih hidup.

Tetapi, ternyata ada juga beberapa pihak keluarga yang mengharuskan jenazah dikubur terlebih dulu. Karena beberapa desa adat mempercayai jika orang yang meninggal tidak boleh langsung diaben. Mesti harus dikubur dulu. Atau kembali dulu ke dalam tubuh Ibu Pertiwi. Seperti Made Wijana dan warga Banjar Jawa, Kecamatan Buleleng, yang percaya akan awig-awig (aturan adat) di desa adat mereka.

“Kalau di keluarga saya di Banjar Jawa ini, aturan adatnya memang jenazah harus kami kembalikan dulu ke tanah atau Bumi Pertiwi,” ucap Wijana saat kami ajak ngobrol di depan makam adiknya pagi itu.

Bagi Wijana dan keluarganya, Munjung bagaikan tempat nostalgia untuk sosok keluarga yang sudah tidak ada, sekaligus tempat silaturahmi untuk keluarga yang masih hidup.

Akhirnya, bisa dikatakan, Munjung bagaikan terminal pengantaran terakhir sebelum arwah orang yang sudah tiada benar-benar bersatu dengan Semesta—pakai “S” besar. Pula tempat keluarga yang masih hidup untuk merenungkan kembali tentang kematian.[T]

Reporter: Rusdy Ulu
Penulis: Rusdy Ulu
Editor: Jaswanto

5 Hal Unik Pagerwesi di Buleleng || Akibat Pandemi, Yang Nomor 4 Berubah
5 Hal Unik Pagerwesi di Buleleng – Dari Pegorsi, Rent Car, hingga Makan di Kuburan
Mandala Kesejahteraan Pagerwesi
Hari Pagerwesi Meriah di Buleleng, Kenapa?
Tags: bulelengpagerwesiTradisi Munjung
Previous Post

Hujan, Panggung Basah, Kain Penari dan Penabuh pun “Belus” Hingga ke “Bagian Dalam” – Cerita PKB 2024 dari Duta Tabanan

Next Post

Pameran Roman Muka: Membaca, Memaknai, dan Menemukan Kembali Segala Rupa Ekspresi Sandang Nusantara

Rusdy Ulu

Rusdy Ulu

Kontributor tatkala.co

Next Post
Pameran Roman Muka: Membaca, Memaknai, dan Menemukan Kembali Segala Rupa Ekspresi Sandang Nusantara

Pameran Roman Muka: Membaca, Memaknai, dan Menemukan Kembali Segala Rupa Ekspresi Sandang Nusantara

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more

Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

by Hartanto
May 28, 2025
0
Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

SALAH satu penggayaan dalam seni rupa yang menarik bagi saya adalah gaya Abstraksionisme. Gaya ini bukan sekadar penolakan terhadap gambaran...

Read more

Waktu Terbaik Mengasuh dan Mengasah Kemampuan Anak: Catatan dari Kakawin Nītiśāstra

by Putu Eka Guna Yasa
May 28, 2025
0
Pawisik Durga, Galungan, dan Cinta Kasih

DI mata orang tua, seorang anak tetaplah anak kecil yang akan disayanginya sepanjang usia. Dalam kondisi apa pun, orang tua...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space
Pameran

Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space

ANAK-ANAK muda, utamanya pecinta seni yang masih berstatus mahasiswa seni sudah tak sabar menunggu pembukaan pameran bertajuk “Secret Energy Xchange”...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co