AKADEMISI memiliki peran strategis dalam percepatan capaian target Sustainable Development Goals (SDGs)—karena cikal bakal berkembangnya berawal dari kampus, termasuk akademisi Universitas Udayana (Unud) Bali yang bergabung dalam SDGs Center Universitas Udayana.
Sudah suatu keharusan, menjadi insan intelektual-akademis memang selayaknya bukan hanya sekadar menjadi penonton, tetapi juga proaktif menjembatani pemangku kepentingan lain—pemangku kebijakan, misalnya—sehingga SDGs terwujud secara nyata di tengah-tengah masyarakat—bahkan sampai akar rumput.
Hal tersebut disampaikan Konsultan Nasional JICA Dr. Djonet Santoso, M.A. di sela-sela pelatihan internal Tim SDGs Center Universitas Udayana, Selasa (15/7/2024). Menurut Dr. Djonet, SDGs berkembang dari teori dan konsep ekonomi hijau (green economy).
“Sehingga pembangunan dengan paradigma pertumbuhan ekonomi ditinggalkan dan praktik-praktik ekonomi hijau menguat, dan sekarang implementasinya melalui upaya perwujudan SDGs,” sambungnya.
Ekonomi hijau, lanjut Djonet, merupakan muara dari keresahan atas progam pembangunan di seluruh dunia yang berbasiskan pada pertumbuhan ekonomi. Eksploitasi sumber daya alam dan budaya untuk kepentingan ekonomi, dia berkata, berdampak buruk terhadap kualitas lingkungan alam maupun sosial masyarakat.
Pelaksanaan tri darma perguruan tinggi, kata Djonet, menjadi aktualisasi peran akademisi pada percepatan pencapaian target SDGs. Dalam kontek pengajaran, dosen dapat menyelipkan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) pada materi perkuliahan di kelas.
Menariknya, rentang kajian SDGs sangat luas, sehingga dapat diadopsi pada seluruh program studi di perguruan tinggi. Seluruh akademisi juga dapat berkontribusi terhadap SDGs melalui penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan secara periodik tiap tahunnya.
“SDGs dapat terwujud melalui partisipasi multiaktor dan dikaji dengan pendekatan multidisiplin,” tegas Djonet.
Djonet menjelaskan, ada 52 SDGs center di seluruh Indonesia yang akan mewadahi kontribusi akademisi dalam menyukseskan capaian SDGs. Dari 38 provinsi saat ini, SDGs center sudah berdiri dan tersebar di 32 provinsi.
“Sebaran SDGs center di masing-masing provinsi cukup merata, namun dilihat dari jumlah perguruan tinggi di Indonesia yang lebih dari 4.000 lembaga, keberadaan SDGs center di 52 universitas masih sangat minim,” terang Djonet.
Sampai di sini, Djonet berharap di setiap perguruan tinggi ada SDGs Center sehingga kesadaran akademisi dan pemangku kepentingan lain untuk berkontribusi pada pencapaian SDGs semakin luas.
Sejauh ini, sudah ada sejumlah SDGs Center di perguruan tinggi yang sudah terlibat aktif dalam skala nasional, seperti SDGs Hub Universitas Indonesia; SDGs Center di Universitas Dipongoro; Universitas Sumatra Utara; dan Universitas Hasannudin. Sedangkan SDGs Unud juga diharapkan bisa segera berkiprah dalam pencapaian SDGs pada level nasional.
Sementara itu, Ketua SDGs Center Unud, Prof. Dr. Ir. I Wayan Budiasa, S.P., M.P., IPU, ASEAN Eng menjelaskan pelatihan tersebut diikuti 27 dosen dengan pemateri dari Sekretarian Nasional SDGs Nasional Bappenas, Konsultan JICA (kerjasama pemerintah Jepang dan Indonesia), serta SDGs Hub Universitas Indonesia.
“Pelatihan SDGs ini bertujuan meningkatkan kapasitas akademisi yang terlibat aktif dalam pengelolaan kegiatan-kegiatan di SDGs Center Unud,” kata Direktur Program Pasca Sarjana Unud itu.
Materi pelatihan meliputi SDGs dan Meta Data, Rencana Aksi Nasional, dan Rencana Aksi Daerah, monitoring dan evaluasi, membangun kemitraan, dan sinergitas rencana aksi SDGs, serta Kajian Lingkungan Hidup Strategis.[T][Rls]
Editor: Jaswanto