12 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Arus Pelayaran | Cerpen Karisma Nur Fitria

Karisma Nur FitriabyKarisma Nur Fitria
July 6, 2024
inCerpen
Arus Pelayaran | Cerpen Karisma Nur Fitria

Ilustrasi tatkala.co

 “Nanti bagaimana ya, Pak, di sana?”

“Tidak usah dipikirkan, hidup kita akan jauh lebih baik di sana!”

Percakapan canggung menyoal kehidupan masa depan itu berakhir dengan tatapan kosong. Sore hari itu ayah dan ibu berlayar menuju pulau asing yang belum pernah mereka jamah. Mereka menyaksikan deburan ombak menabrak kapal disambut isi perasaan dan pikiran yang berusaha ditenangkan. Tidak ada saudara di sana, bermodal percaya kepada pemerintah dengan membawa harapan. Untunglah Mas Pur kala itu turut menyertai mereka.

“Kamu kenapa, Pur?”

“Saya hanya takut, Pak”

Ibu suka sekali bercerita masa lalu. Setiap kali diceritakannya soal perjalanan menuju Sumatera, dan setiap kali itu juga aku merasa kagum dengan perjuangan mereka. Kekaguman itu ternyata tidak bertahan lama, hingga suatu saat aku merasa tidak berasal dari sana.

Kala peristiwa besar perpindahan itu aku belum hadir di antara mereka. Bahkan aku tidak bisa mengingat dengan cara apa aku dilahirkan. Ibu selalu menceritakan kisah tentang sebuah peristiwa yang harus mengorbankan nyawanya bila perlu.

Hujan deras mengguyur dini hari saat aku belum resmi melihat dunia ini. Ibu melahirkanku di rumah gubuk kecil yang berada di tengah kebun karet. Sebuah ironi aku dilahirkan dengan kondisi yang begitu, tepat pada Mei 1998. Aku, Fadilan, ya tangisan pertamaku menghiasi rumah yang diiringi dengan gemuruh hujan deras. Di sinilah aku dilahirkan dan di besarkan, Sumatera.

Aku tinggal di sebuah desa yang jauh dari kota, pelosok begitulah sebutannya. Meskipun tanah kelahiranku adalah di Sumatera, tidak ada penghuninya adalah orang Sumatera. Lingkunganku sepenuhnya merupakan orang transmigran yang berasal dari Jawa. Ada yang dari daerah lain, namun yang mendominasi tetaplah orang Jawa. Wajar saja sejak kecil aku selalu menggunakan bahasa Jawa dan tidak nampak berasal dari Sumatera.

Kehidupan kami di desa baik-baik saja setidaknya sejauh yang aku tahu sampai sesuatu terjadi. Tidak tahu datang dari mana ataukah aku yang datang dari mana. Pertama kalinya aku melihat kedatangan orang-orang pribumi, asli wong sano. Konflik terjadi antara para pendatang seperti keluargaku dengan orang-orang pribumi itu.

“Tok tok tok tok!” Kencang sekali Mas Pur mengetuk pintu rumah.

“Ada apa, Pur?” tanya ayah.

“Ayo, Pak, kita harus segera mengungsi ke desa sebelah. Di sini sedang tidak aman!” Mas Pur menjelaskan sambil terengah-engah.

Langsung mengerti maksud Mas Pur, ayah segera menyuruh ibu menyiapkan keperluan secukupnya untuk dibawa. Kala itu perjalanan kami untuk mengungsi karena perang tepat waktu maghrib. Listrik belum mengalir ke desa sehingga gelap gulita menemani perjalanan kami. Hal itu menjadi sebuah pengertian pertamaku atas tidak diterimanya aku di tanah kelahiranku sendiri.

Aku ingat betul kejadian yang memaksa kami mengungsi sementara ke desa lain itu. Aku tidak pernah berpikir bahwa kami akan mengalaminya. Hal itu terjadi karena sengketa tanah, begitu mereka membahasakannya. Aku tidak tahu apakah itu yang sebenarnya terjadi? Setelah itu tidak ada perang semacam itu lagi.

Aku bersekolah dengan baik di sana tetapi ketika SMP aku merasa ingin keluar dari kenyamanan ini. Bu Indah, siang itu ia menjelaskan tentang pentingnya membaca buku. Hal ini menarik perhatianku, bagaimana tidak? Untuk dapat membaca buku saja aku harus menunggu ayah ke kota agar dibelikannya aku sebuah buku baru. Ayah tidak sering ke kota, selain jauh biayanya juga cukup mahal apalagi dengan kondisi jalan merah yang ketika hujan tidak bisa dilewati.

Aku berpikir saat itu, apabila membaca buku menjadi hal penting maka jawaban dari masalahku adalah dengan tidak berada di desa. Akhirnya aku memilih untuk melanjutkan SMA ke kota. Ayah dan ibu tentu merestui apa yang menjadi pilihanku.

“Kamu yakin, Lan?”

“Yakin opo, Mas?”

“Itu, mau sekolah di kota!”

“Ya yakin to!”

“Kamu harus jaga diri baik-baik yo. Jangan mau kalau dihina!”

Perkataan Mas Pur sempat membuatku ragu tetapi juga tidak menyurutkan semangatku untuk maju. Apalagi ayah dan ibu mendukungku untuk itu.

Aku diterima di salah satu sekolah favorit di kota. Hal itu membuatku senang bukan main ditambah sekolah itu boarding school dan aku setidaknya merasa aman. Atau malah tidak? Tahun pertama aku menginjakkan kaki di sekolah itu bangganya bukan main. Aku mencapai tujuanku untuk pertama kalinya.

“Hallo, aku Andi!”

“Oh iya, aku Fadilan!”

“Kamu Jawa ya? Kelihatan medoknya!” ujarnya sambil tertawa kecil

“Hehe, iya!”

“Santai aja, aku juga ada keturunan Jawa-nya kok, Lan!”

Perkenalan singkatku dengan Andi ketika menyusun barang-barang, kebetulan kami satu kamar. Masa orientasi sekolah telah usai, semua berjalan baik dan menyenangkan setidaknya sampai sebelum malamnya tiba.

Brak!

Tiba-tiba pintu kamar kami dibuka paksa dan dimatikan lampunya. Aku yang sudah menata diri di atas ranjang terkejut bukan main. Aku tidak melihat siapa yang datang dengan cara seperti itu.

“Siapa wong Jawo di sini? Ngakulah!”

Aku mengenal suara itu, sepertinya. Pemilik suara itu memaksa kami duduk di lantai kamar dan dinyalakannya lilin kecil, wajahnya sedikit lebih jelas. Ia adalah Rajo, kakak tingkat yang sudah menginjak tahun terakhirnya di sekolah.

“Kau, yo?” kata Rajo sembari mendorong kepalaku dengan telunjuknya.

“Bang, jangan, Bang!” Andi berusaha menghentikan dorongan Rajo yang semakin keras.

“Ga usah ikut-ikut kau!” Rajo menatap Andi dengan tajam.

Tentu saja aku hanya bergeming, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan tidak tahu harus berbuat apa. Kenapa harung wong Jawo yang dia cari? Apakah aku atau karena asalku yang memiliki sebuah kesalahan? Kenyataannya aku memang tidak berasal dari Sumatera. Aku hanyalah aku, Fadilan yang tidak tahu harus mengaku dirinya apa.

Sejak kejadian malam itu, hari-hari berikutnya makin kian terasa. Tidak, ternyata bukan karena aku. Wong Jawo begitulah mereka memanggilku, bukan namaku. Aku muak dengan semua itu. Bagaimana aku tidak memiliki hak atas tanah kelahiranku? Ya, kurasa memang begitulah derita sebagai seorang yang terbuang dari sukunya dan tidak diakui di tanah kelahirannya.

Pergulatan dengan diriku semakin kuat. Aku tahu keberadaan identitasku tidak diakui di Sumatera. Aku kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku di Jawa, tepatnya Salatiga. Aku datang ke Jawa dengan membawa harapan, ini akan lebih terasa seperti di rumah. Akan tetapi, ternyata aku salah.

“Baiklah teman-teman, hari ini kita akan membahas soal sistem ketatanegaraan!” Itu pembuka ceramah Pak Dosen dimulai.

Aku tidak terlalu fokus hari itu karena suasana kelas sangat berisik. Seperti biasanya, Pak Dosen tidak perlu dengan kondisi mahasiswanya. Ia berprinsip yang penting sudah mengajar maka ia setidaknya tidak memakan gaji buta.

Aku mengelilingkan mataku ke sekitar kelas untuk melihat-lihat. Ini kali pertama aku memakai kelas itu setelah tiga hari memasuki dunia perkuliahan. Mataku bertemu dengan sepasang mata tajam, sepertinya sejak tadi dia memandangku. Aku ingat, namanya Joko teman satu kelasku juga. Aku membalas tatapannya itu dengan senyuman, tetapi dia menyunggingkan bibirnya sambil tertawa kecil sambil berdecak.

Aku berusaha kembali fokus dengan pelajaran hari itu dan tidak menghiraukan ekspresi Joko tadi. Selepas kelas, tidak tahu apa yang terjadi tiba-tiba Joko mendorongku. Entahlah itu sebuah ketidaksengajaan atau bagaimana. Aku dan teman-teman segera menuju kelas selanjutnya.

Aku biasa duduk di depan bukan karena ingin terlihat pintar, tetapi agar tidak mudah mengantuk. Duduk di belakang memberikan atmosfer yang nyaman dan semakin lengkap diiringi dongeng dari dosen. Aku sudah melihat barisan depan kosong dan hendak duduk tetapi Joko tiba-tiba datang dengan cepat dan duduk di kursi pilihanku. Aku menerimanya dan memilih kursi lainnya.

Usahaku untuk tidak menghiraukan sikap Joko ternyata gagal. Aku tetap merasa terganggu dengan segala sikapnya kepadaku. Apa sebenarnya yang dia mau? Aku hanya membatin sampai akhirnya semua menjadi lebih jelas.

“Hei, Fadilan, wong Sumatera!” Tiba-tiba Joko memanggilku sambil tertawa licik.

“Apa maumu?”

“Mauku? Kamu balik saja ke hutan!” jawabnya diimbangi dengan ketawanya yang puas.

Aku mengepalkan tanganku tetapi tidak sampai hati membalasnya. Joko tidak salah, aku memang orang Sumatera, tetapi itu juga tidak benar karena aku juga orang Jawa. Sederhana saja sebenarnya aku punya dua identitas dan membawa dua budaya dalam diriku. Akan tetapi, nyatanya identitas itu membuatku semakin kehilangan diriku.

Mengapa manusia di bumi ini harus dilahirkan dengan membawa identitas asalnya? Setiap memulai kenal dengan orang baru, lingkungan baru, sekolah baru, tentu pertanyaan yang muncul adalah “Kamu berasal dari mana?”.

Lantas harus aku jawab apa pertanyaan itu? Kupikir ini tidak adil di atas bumi yang sama tetapi aku dibedakan hanya karena identitas asalku.

“Hei, wong Sumatera” atau “Baliklah ke hutan, ngapain di sini?” Atau “Tempat ini ga cocok tau buatmu!” atau “Wong ndeso!” Begitulah kiranya mereka memanggilku selama kuliah.

Sebuah hal yang tidak aku pikirkan akan terjadi di Jawa. Aku menjadi hilang kendali atas perasaanku. Perasaan soal apakah aku harus kembali ke tempat yang memberiku segalanya tetapi di sisi lain tidak ada penerimaan atas diriku. Aku seperti sedang berenang yang tiba-tiba merasa mengambang lalu tenggelam.

Aku ingin menjadi burung. Bergerak bebas kemana mereka mau tetapi kembali ketika sudah terlalu jauh. Sayangnya, aku tidak mempunyai tempat yang sebenarnya aku bisa kembali. Tempat-tempat itu justru hanya menjadi tempat singgahku bukan sebenarnya “rumah” untukku.

Sekarang di sinilah aku, berteman gelapnya malam dengan dingin yang menusuk. Aku mempunyai rumahku sendiri. Tidak, tidak di Sumatera apalagi di Jawa. Aku menemukan cintaku di sini. Di beranda rumahku ini aku memikirkan segala hal yang tidak akan orang ketahui. Memikirkan masa lalu tidak berarti membuatku membenci tempat yang sudah membesarkanku, tetapi aku tahu ada cara lain untuk membalasnya. Membalas tidak harus berada pada tempat yang sama. Nyatanya tanah dan air bersumber dari bumi yang sama. Pengabdianku di sini, di Timur Indonesia.

Sang mentari sedang terik-teriknya hari ini. Kalaupun aku pergi ke luar tentu akan membuat pusing.

“Permisi!”

“Iya, sebentar!”

“Nak Fadilan, Mama, boleh tida meminta tolong?”

“Boleh saja, Mama. Ada apa?”

“Mama, ingin sekali membeli buku cerita untuk Petrus. Bisa tida kalau pesawat itu datang bawakan buku?”

Aku hanya tersenyum mendengar apa yang Mama itu ungkapkan. Teringat kembali aku kepada masa lalu yang membawaku sejauh ini. Aku menemukan sesuatu di sini.

Pagi ini bumi terasa dingin namun hangat
Aku berpesta dengan pelayaran dan pengakuan
Tidak ada sesal yang menjadi bagian
Semua sudah aku putuskan
Ini adalah asal dan tujuan Tuhan ciptakanku

  • BACA cerpen lain di tatkala.co
Sejak Itu Samsu Berubah | Cerpen Khairul A. El Maliky
Sumbi Tak Mengandung Anak Tumang | Cerpen Amina Gaylene
Semalam Bersama Alien | Cerpen Putu Arya Nugraha
Tags: Cerpen
Previous Post

Puisi-puisi Jang Sukmanbrata | Ketika Sajak Itu Jejak di Sungai

Next Post

Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang | Dari Pameran Foto-Dokumen NU Buleleng dan Benda Sejarah Muslim Bali Utara

Karisma Nur Fitria

Karisma Nur Fitria

Mahasiswi berusia 20 tahun yang sedang menempuh pendidikan di program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta. Memiliki ketertarikan dalam bidang kepenulisan berbagai genre baik fiksi maupun non fiksi. Tengah berusaha mengembangkan project humanity @katabantu_ dengan konsep menjual e-book karya sastra dan 100% hasil penjualannya akan didonasikan untuk aksi kemanusiaan.

Next Post
Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang | Dari Pameran Foto-Dokumen NU Buleleng dan Benda Sejarah Muslim Bali Utara

Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang | Dari Pameran Foto-Dokumen NU Buleleng dan Benda Sejarah Muslim Bali Utara

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more

Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

by Karisma Nur Fitria
May 11, 2025
0
Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

PEMALSUAN kepercayaan sekurangnya tidak asing di telinga pembaca. Tindakan yang dengan sengaja menciptakan atau menyebarkan informasi tidak valid kepada khalayak....

Read more

Enggan Jadi Wartawan

by Edi Santoso
May 11, 2025
0
Refleksi Hari Pers Nasional Ke-79: Tak Semata Soal Teknologi

MENJADI wartawan itu salah satu impian mahasiswa Ilmu Komunikasi. Tapi itu dulu, sebelum era internet. Sebelum media konvensional makin tak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co