PARIWISATA dunia kini sedang dirundung banyak masalah. Overtourism mengancam beberapa negara. Bukan pendapatan saja yang meningkat sebagai dampak kunjungan wisatawan, tetapi juga tekanan ekosistem akibat padatnya wisatawan.
Tiap negara memiliki strategi yang berbeda dalam mengatasi masalah di sektor pariwisata. Kota Amsterdam di Belanda misalnya, mengatasi overtourism dengan melarang pembangunan hotel baru. Pada tahun 2023 tercatat 20,67 juta wisatawan menginap di hotel-hotel Amsterdam, sementara populasi penduduk Amsterdam 1,2 juta orang.
Kota Barcelona di Spanyol juga didera overtourism. Hal ini memicu kebencian warga lokal kepada wisatawan. Bahkan Pemerintah Kota Barcelona mengeluarkan kebijakan menaikkan pajak per malam kepada wisatawan.
Hal yang sama dilakukan oleh Pemerintah Kota Venesia di Italia. Jumlah wisatawan membludak di kota itu, sehingga pemerintah setempat menaikkan pajak wisatawan. Rute kapal pesiar juga dialihkan dari kota itu.
Terlepas dari pro dan kontra; Bali, Indonesia juga sedang dihadapkan pada masalah besar pariwisata ke depan. Tekanan terhadap lingkungan di Bali mulai serius. Kemacetan dan sampah mewarnai hiruk-pikuk pariwisata Bali. Belum lagi perilaku wisatawan yang kerap melanggar norma adat dan budaya.
Atas dasar permasalahan yang menimpa sektor pariwisata, Pemerintah Daerah Bali mengeluarkan Peraturan Daerah tentang pungutan bagi wisatawan asing. Setiap wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali akan dipungut tambahan biaya 150 ribu rupiah.
Pungutan yang mulai efektif diberlakukan tanggal 14 Februari 2024 itu memiliki tiga tujuan. Pertama, perlindungan terhadap adat, tradisi, seni, dan budaya. Kedua, melindungi lingkungan dan alam Bali. Ketiga, peningkatan kualitas pelayanan kepariwisataan.
Terbaru, muncul wacana dari pemerintah untuk menyusun dana abadi pariwisata (tourism fund). Tujuan penggunaan dana abadi itu masih belum jelas. Apakah untuk kepentingan konservasi lingkungan dan budaya, ataukah untuk kepentingan promosi wisata dan penyelenggaraan event yang berkualitas.
Iuran Tiket
Di tengah wacana dana abadi pariwisata, tiba-tiba muncul isu rencana sumber dana pariwisata yang akan dibebankan kepada penumpang pesawat. Setiap penumpang akan dipungut iuran dana abadi pariwisata lewat tambahan biaya tiket pesawat.
Kontan wacana iuran tiket pesawat menuai respons negatif masyarakat. Menggali dana pariwisata melalui iuran tiket tidak tepat, tidak rasional, dan tidak proporsional. Selama ini harga tiket pesawat yang mahal justru menjadi masalah besar dalam industri pariwisata Tanah Air.
Meski kemudian Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno mencoret wacana iuran tiket pesawat, namun wacana tersebut sempat membuat wisatawan dan pelaku wisata gerah. Pasalnya, iuran tersebut justru akan membuat gairah berwisata menjadi menurun.
Pungutan lewat tiket pesawat untuk dana pariwisata juga dianggap tidak proporsional. Mengingat tidak semua penumpang pesawat memiliki tujuan perjalanan wisata. Banyak penumpang yang menggunakan pesawat untuk kepentingan bisnis, pendidikan, maupun keluarga.
Industri pariwisata yang baru saja pulih akibat pandemi Covid-19 berkepanjangan tidak semestinya dibebani lagi oleh kebijakan yang tidak kondusif. Justru pemerintah semestinya menimbang untuk memberikan stimulus berupa kemudahan dan keringanan biaya perjalanan wisata; bukan dengan mencari sumber dana untuk pemeliharaan pariwisata dari masyarakat.
Tanggung Jawab
Pariwisata dunia; termasuk Indonesia, memang sedang menunjukkan geliat menggembirakan dari sisi angka kunjungan wisatawan. Namun di balik itu, pariwisata juga sedang berhadapan dengan banyak persoalan.
Meski demikian, persoalan tekanan lingkungan dan budaya masyarakat sebagai dampak arus deras wisatawan perlu disikapi dengan lebih bijak. Pemerintah perlu menimbang dan memikul tanggung jawab pula atas berbagai masalah di sektor pariwisata.
Jika dana abadi pariwisata, tourism fund, atau apa pun namanya ditujukan untuk kepentingan konservasi lingkungan, budaya, dan peningkatan kapasitas SDM pariwisata, maka tanggung jawab itu ada di pundak pemerintah. Bukan dibebankan kepada wisatawan.
Membebankan dana pariwisata kepada wisatawan sama halnya pemerintah lepas tanggung jawab. Dengan demikian, sumber dana yang paling tepat dan rasional adalah dengan mengalokasikannya dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Bukan memungut dari wisatawan.
Apabila dana itu untuk kepentingan promosi wisata dan penyelenggaraan event berskala internasional; lagi-lagi tidak tepat jika dipungut dari wisatawan. Banyak pihak yang diuntungkan dari berbagai event internasional, seperti pihak ketiga atau vendor. Pemerintah dapat meminta kontribusi dari mereka untuk kepentingan promosi wisata.
Sejatinya wisatawan ingin menikmati perjalanan dengan nyaman, tanpa ada beban yang mengganggu pikiran. Maka, sudah sepatutnya pemerintah menimbang kembali wacana dana abadi pariwisata. [T]
BACA artikel lain dari penulisCHUSMERU