DENPASAR | TATKALA.CO – Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun 2024 ini melibatkan sebanyak 13.561 orang seniman yang berasal 285 lembaga seni seperti sanggar, yayasan, dan desa-desa di Bali. Dari jumlah itu, sekitar 90 persen terdiri dari seniman-seniman muda.
PKB tahun 2024 ini akan digelar mulai tanggal 15 Juni – 13 Juli 2024 yang dipusatkan di Taman Budaya Provinsi Bali. PKB kali ini mengangkat tema “Jana Kerthi Paramaguna Wikrama, Harkat Martabat Manusia Unggul sebagai pemantik tim pembina para duta kabupaten dan kota untuk menghasilkan karya-karya kreasi baru ataupun mendumental.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha menjelaskan, PKB XLVI rencananya dibuka Presiden RI, Joko Widodo bersamaan dengan pembukaan Peed Aya (pawai) PKB di di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Renon.
“Acara pembukaan hanya sekali, sehingga di Taman Budaya hanya menggelar pementasan seni saja,” jelas Prof. Arya Sugiartha dalam rapat dan sosialisasi yang digelar di Kantor Disbud Provinsi, Rabu (15/4/2024).
PKB tahun ini tetap menampilkan 8 (delapan) materi pokok meliputi Peed Aya (Pawai), Rekasadana (Pergelaran), Utsawa (Parade), Wimbakara (Lomba), Kandarupa (Pameran), Kriyaloka (Lokakarya), Widyatula (Sarasehan), dan Adi Sewaka Nugraha (Penghargaan Pengabdi Seni).
Sementara event budaya yang dirangkaikan pelaksanaan PKB, yakni penyelenggaraan Bali World Cultural Celebration (Perayaan Budaya Dunia di Bali) dan Jantra Kebudayaan Bali (Pekan Kebudayaan Daerah).
“Selain diikuti oleh duta kabupaten dan kota serta sanggar-sanggar seni di Bali, PKB kali ini juga melibatkan partisipasi dari luas daerah dan luar negeri, seperti grup kesenian asal Amerika, Kanada, Jepang, Hongkong, Ukraina, Malaysia, RRT, India, dan Taiwan,” kata Arya Sugiartha.
Sementara itu kurator PKB, Drs. I Gede Nala Antara, M.Hum, mengatakan tema PKB tahun 2024 ini mengangat tema “Jana Kerthi Paramaguna Wikrama”, Harkat Martabat Manusia Unggul itu yang memberikan arti satu tauladan kepada generasi muda tentang hakekat manusia unggul. “Cerita atau kisah dalam setiap pergelaran mengacu tema tersebut,” katanya.
Tim Kurator mengaku setelah mengevaluasi pelaksanan PKB sebelumnya, maka PKB kali ini diharapkan lebih berkualitas. Karena sejak Oktober 2023 lalu, Tim Kurator sudah merancang pernik-pernik sekecil apapun diperhatikan, sehinagga pelaksanaan PKB bisa menjadi lebih baik.
“Hal ini sebagai upaya Tim Kurator menjawab testimony penonton yang selalu mengatakan PKB monoton,” ucapnya.
Kelompok kesenian dari sembilan kabupaten dan kota menyatakan sudah sangat siap tampil dan telah dikurasi. Termasuk dengan partisipasi dari sanggar-sanggar seni. Sanggar-sanggar ini, sebelumnya mengajukan diri untuk tampil, bahkan sudah dikurasi, sehingga menampilkan kesenian yang kreatif, dan tidak sama dengan pementasan yang dilakukan di masyarakat.
Kurator lain, Prof. I Wayan Dibia, mengatakan, pada saat melakukan kurasi ke daerah-daerah pihaknya menekankan kepada pengisi acara agar membedakan saat tampil di PKB dengan pentas di desa-desa. PKB itu sebuah puncak penyajian kesenain-kesenian unggul dari daerah-daerah di Bali.
“Gema perjalan PKB ini sudah gencar. Lihat saja di masing-masing desa yang akan tampil di ajang PKB sudah gaduh melakukan pesiapan berbulanb-bulan. Perjalan ini yang justru lebih penting untuk membiasakan kepada generasi muda untuk menikmati perjalanan berkesenian itu,” papar Prof. Dibia.
Menariknya, perhelatan PKB tahun 2024 ini didominasi oleh anak-anak muda. Bahkan, hampir 90 persen anak-anak muda yang menyemarakan setiap pergelaran seni ataupun lomba. Hanya satu pementasan yang didominasi orang tua, yakni drama gong lawas. Sementara gong kebyar, janger, barong apalagi lomba baleganjur dilakoni anak-anak muda.
Jika pada PKB sebelumnya, masih ada orang tua yang mewarnai lomba Bleganjur, tetapi kini hampir semuanya anak-anak muda kreatif. Orang tua tidak kuat mereka bermain cepat dan keras. “Ini seakan menjadi wilayah dan kiprah untuk anak-anak muda, sehingga PKB menjadi riang. Ini menjadi wadah belajar para seniman muda untuk mengadopsi kesenian mereka dengan kontes kekinian,” paparnya.
Namun Prof. Dibia meminta, setiap materi kesenian mesti menghindari aksi jaruh. Penonton jangan hanya dihibur dengan tertawa, sehingga penyaji memaksakan dengan aksi-akai yang kurang baik. Maka jadikanlah tontonan itu sebuah tuntunan. Tontonan itu dekemas menjadi even mencerahkan melalui pesan-pesan dialog atau cerita.
Pada saat menampilkan pergelaran itu, refrensi dan sumbernya mesti jelas. Apakah itu mengangkat mitologi di daerah mana, sehingga semakin hari bisa menampilkan karya seni dangan dasar yang jelas. [T][Rls/Ado]