NYEPI UNTUK PULANG KE DIRI
Di mana suara suara semalam
Yang menggema di sepanjang jalan
Di mana derap langkah kaki
Yang kadang mengejar wajah dan laku raksasa
Yang melahirkan tawa riang
Serta ceracau kemabukan
Ternyata
Hari ini, mereka lindap ditelan sepi
Tenggelam di arus senyap
Terbakar oleh obor dan perapian
Pulang pada pintu kesadaran
Sesungguhnya mula dari sepi
Adalah suara suara yang menggema
Bukan hanya pada telinga
Ia pun berkebun di ladang hati
Tumbuh subur dengan rumput, gulma
Bahkan miang dan belukar
Di hari ini
Pulang, pulanglah
Pada rumah sepi
Pada huma sunyi
Yaitu diri yang papa dan piatu
Untuk kontemplasi
Beruntung, diri dibekali sekepal jantung
Dan panca indra dengan segala fungsinya
Serta lautan rasa
Agar bisa meredupkan kama
Denpasar 2024
TILEM SASIH KESANGA
Tiada seiris pun bulan yang mengambang di langit raya
Ia ditelan puncak gelap yang paling gelap
Bulan mati di tilem sasih kesanga
Menjelang tahun baru saka
Setelah segala kala diprelina
Dengan obor perapian
Wangi pedupaan
Dengan laba segehan sembilan warna
Yang mengitari buana, mengitari penjuru angin
Seperangkat sesaji
Pejati sejati, pras tulung sayut
Penyeneng, tipat dan canang
Puncak gelap menjadi terang di diri
Dengan taburan bintang di langit
Bagai gundukan bukit perawan
Dengan jutaan kunang kunang
Yang membawa keriangan pada hati
Pada indra penglihatan
Tilem sasih kesanga
Serasa purnama raya
Ketika diri berada pada waktunya
Di puncak hening
Denpasar 2024
PADA RUANGMU
Kumasuki rumahMu
Dengan tanpa kata
Hanya batinku yang berucap salam
Pintu pun terbuka lebar
Tanpa juru kunci
Apalagi anak kunci
Seperangkat hati
Menjadi oleh oleh, kan kuletakkan di mejamu
Meja yang berwarna biru
Berhias teratai dan angsa
Masih tanpa kata
Kutatap ruangmu yang maha
Terdengar rincik air
Cericit burung
Desir angin
Aroma bunga menguar
Tak ada asap perapian
Yang menjadi kabut
Dan memburamkan pandang mata
Tak ada sampah plastik
Yang menjadi serakan dan limbah
Hanya daun dan bunga
Layu dan gugur
Menjelma menjadi bakal buah
Atau menjadi rabuk
Kutatap ruangmu yang maha tinggi
Melampaui menara
Melampaui gunung gemunung
Biru dalam batas pandangku
Putih seputih kapas dalam heningku
Tak ada curam jurang
Mulus seperti dalam lukisan
Dalam ruangmu tiada sesiapa
Selain aku dan inginku
Dan menemuimu
Seperti panggilan
Tanpa alarm
Apalagi ajakan
Hanya diri yang menuntun
Hanya kesadaran yang membawa
Hanya kesabaran yang tertempuh
Selebihnya hanya diriMu
Yang selalu kurindu
Dan kutuju
Denpasar, januari 2024
MELASTI
Tak ada yang sia sia
Ketika seperangkat canang hanyut terbawa ombak
Ia akan membangunkan matahari
Agar merahnya menerangi jagat
Saat iringan pratima para dewa
Tiba di lautMu untuk mesuci
Gigil pagi pun sirna
Oleh suara bleganjur, suara ombak
Sebarisan umbul umbul
Tedung dan sesaji
Serta genta yang menggema
Iringi matahari merangkak ke mega
Suci upacara ini
Hantar pada perayaan nyepi
Menuju rumah diri
Yang sepi sunyi nan hening
Denpasar 2024
MELIK
Ia yang terlahir menjadi anak pilihan
Kecintaan para dewa
Disenangi manusia
Dikerubuti para raksasa
Dengan membawa anugerah
Yang kadang seperti kutukan
Saat tangis pertama pecah
Tersebab punarbawa
Upacara demi upacara pun digelar
Mebayuh oton
Mebayuh aran
Penglukatan melik
Sebagai penebusan
Untuk meredupkan mala
Agar rahayu sepanjang masa
Tak perlu rerajahan balian
Tak perlu bandul penyengker
Ada karma, ada hyang guru, ada hyang widhi
Menjadi penyengker yang sebenar benarnya
Agar terhindar dari bala, dari mala
Denpasar 2024
LELUHUR
Dipanggilnya ia pulang
Dalam sebentuk sanggah urip
Setelah umpal menjelma menjadi sayap
Menjadikan ia sebentuk burung kokokan
Putih bulu bulunya
Langsing tubuhnya
Terbang lintasi samudera raya
Untuk hinggap di puncak bingin
Dihantar dengan kereta puspa lingga
Dari pitara menjadi Dewa Pitara
Menuju sorgaloka
Sebelum akhirnya karma
Menjadikan moksa
Atau kembali ke samsara
Melanjutkan garis turun
Garis silsilah
Denpasar 2024
BACApuisi-puisi tatkala.coyang lain