29 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Menulis Cerita Tak Semudah Mendengarkan Cerita | Catatan Workshop Menulis Mahima March March March 2024

Rusdy UlubyRusdy Ulu
March 21, 2024
inEsai
Menulis Cerita Tak Semudah Mendengarkan Cerita | Catatan Workshop Menulis Mahima March March March 2024

Kadek Sonia Piscayanti sedang membacakan cerita pendek | Foto: Rusdy

“Singa itu tak pernah benar-benar kembali. Tugu itu juga tak ada yang memperhatikan lagi. Apakah singanya masih ada atau tidak. Semua masyarakat kota singa sibuk mencari uang untuk biaya hidup sehari-hari. Mereka tak pernah peduli pada apapun lagi. Setelah pandemi semua menjadi giat bekerja kembali demi menebus hutang-hutang yang menumpuk tanpa henti. Semua harus bergulir demi sesuap nasi. Dan perkara singa yang datang dan pergi. Siapa yang mau peduli! Masyarakat kota seolah-olah tak peduli lagi. Tak perlu singa, tak perlu tugu, bahkan pemimpin pun tak perlu lagi. Pemimpin kota ini hanyalah pemimpin seolah-olah—seolah-olah ada, seolah-olah bekerja, seolah-olah memelihara kota, semuanya seolah-olah.“

BAGAIKAN sebuah pertunjukan monolog di kerumunan yang hening, Kadek Sonia Piscayanti membacakan cerita pendek Kisah dari Negeri Tanpa Singa. Cerpen itu, yang ia tulis sendiri, dibacakan di depan peserta Workshop Menulis Cerita, rangkaian acara Mahima March March March di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Minggu, 17 Maret 2024.

Masih panjang sebenarnya cerita tentang singa dan kota yang ia bacakan. Sebuah cerita yang terlanjur disimak serius oleh saya dan peserta workshop lainnya. Semua larut dalam hening mendengarkan Sonia yang bak seorang nenek yang sedang mendongeng kepada cucu-cucunya.

Peserta yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa itu dibius oleh Kisah Dari Negeri Tanpa Singa—bertabur lihai ekspresi wajah pencerita (Sonia). Cerpen itu merupakan cerita pendek ketiga yang ditulis Sonia tentang pengalaman imajinernya tentang “Tugu Patung Singa” di Kota Singaraja—sebuah patung singa yang konon mitosnya bisa bergerak sendiri di malam hari.

“Bagi saya tugu itu bukan sekadar tugu. Tugu itu memang harus ada di situ. Saya membayangkan jika suatu hari tugu itu nggak ada maka perasaan kita sebagai warga kota itu akan berubah”—alasan Sonia kenapa menulis cerita tentang itu.

Sementara di lain sisi, saya sendiri hanya sibuk memikirkan tentang: bagaimana Sonia bisa menulis cerita seperti itu? Dari mana ia mendapatkan ide cerita yang di luar nurul?

Mungkinkah dari mitos tentang patung singa itu, akan tetapi cerita yang ia bangun dalam cerpennya jauh lebih gawat dari mitos patung singanya. Sonia menulis singanya hilang, bukan sekadar bergerak. Amat darurat bukan?

Tetapi perlu digari bawahi, seorang Kadek Sonia Piscayanti bisa saja menulis semua manusia di bumi ini hilang atau semua lelaki berubah jadi kucing. Semau-maunya dan sebabas pikirannya. Tidak ada yang mustahil untuk ditulis bagi seorang penyair seperti Sonia. Penulis iya, sastrawan iya, akademisi juga iya. Tak perlu dijelaskan track record-nya dalam kepenulisan.

Nah, pertanyaanya, bisakah kita meramu cerita seperti Sonia? Yang sudah menulis sedari zaman cinta monyet. Sedangkan kita, terbiasa menjiplak kata-kata bijak yang lewat di Tiktok.  Menulis status Facebook aja perlu bertapa tujuh hari tujuh malam. Bisakah kita membangun cerita seperti Sonia? Sedang kita ini dibilang penulis aja nanggung, penyair juga bukan, apalagi akademisi—tamat aja belum.

Peserta workshop menulis cerita | Foto: Rusdy

Ternyata menulis cerita tak semudah bersilat lidah depan pacar atau ngegosipin politikus di tongkrongan. Tak selancar curhatan teman yang sedang gegana (gelisah galau merana).

Tapi sebelum negara api menyerang kamu bosan membaca tulisan saya. Coba pikirkan kenapa kita harus menulis cerita?

Ada ungkapan “orang hebat lahir dari pemikiran gila.”

Sebelum nanti jadi hebat, sekarang pikiran gila apa yang ada di benakmu? Saya tidak bermaksud mengajak untuk berandai-andai menjadi orang hebat. Maksud saya, kita bisa saja berpikir sehebat Sonia. Atau punya imajinasi liar yang melebihi Djenar Maesa Ayu, misalnya.

Kisah hidup yang kita alami bisa saja jauh lebih berdrama dari film Korea, imajinasi kita bisa saja lebih seru dari film Harri Potter. Namun, tetap saja itu masih dalam benak pikiran.“Ide boleh hebat. Tapi kalau tidak dituliskan tetap saja tidak akan menjadi apa-apa,” ungkap Sonia.

Besok atau beberapa jam lagi kepala kita bisa saja ketiban durian runtuh atau beradu bentur dengan banteng, bisa saja tetiba amnesia. Kita tak bisa mengatur ingatan dan imajinasi untuk tetap bertahan di dalam kepala. Akan ada aja bagian yang hilang atau terlupakan.

Jikalau pun jadi cerita dari mulut ke mulut, memangnya ada berapa mulut yang mampu bertutur meneruskan tentang apa-apa yang kita rasakan dan pikirkan? Ada berapa telingan yang mampu terjangkau? Tentu tidak banyak dan tak akan bertahan lama.

Untuk hal itu Sonia mencoba memberikan alasan yang sederhana. “Cerita itu bisa untuk mengenang orang-orang yang kita sayangi.”Selain itu, Sonia yakin walaupun sebuah cerita yang dituliskan belum relate dengan apa yang sedang dipikirkan atau dirasakan oleh orang lain kini. Akan tetapi, suatu waktu bisa saja ceritanya menyentuh dan menggugah orang-orang.

Jika sebuah cerita ditulis, maka tak sulit pula untuk tersebar luas. Menjangkau orang-orang yang tak pernah kita kenal dan tahu. Cerita akan hidup dan bermekaran di mana-mana. Esok atau lusa, kini atau nanti. Aseeekkk.

Lagi pula, jika tidak terbiasa bertutur atau berbicara menyampaikan isi pikiran, maka siap-siaplah terbata-bata atau bingung dengan kata apa yang harus keluar. Jangan heran jika cerita yang seharusnya lucu bisa jadi boring, cerita yang menegangkan bisa jadi datar, cerita yang sedih bisa jadi biasa—kalau tak terbiasa menyampaikan sebuah cerita.

Menulis bisa jadi cara merapikan lagi bahasa dalam menyampaikan sesuatu. Dengan menulis kita bisa belajar menentukan dan mengevaluasi bagaimana cocoknya sebuah cerita berawal dan berakhir. Ada waktu untuk menentukan kata-kata dan alur cerita. “Kamu menuliskan cerita itu karena yakin tidak ada cara lain lagi selain menulis agar orang sampai pada cerita yang ingin kita ungkapkan,”kata Sonia.

Saya pikir, yang paling penting selain mengabadikan kenangan bersama orang tersayang adalah mengabadikan diri yang pernah hidup. “Menulis cerita itu karena kalau kita tidak menuliskannya maka cerita itu akan dibawa sampai mati,” kata Sonia lagi.

Wah, sayang bangat nggak sih. Bisa jadi ada satu juta cerita dalam dirimu, tapi karena tidak ditulis itu akan sirna bersama jasadmu kelak. Kok jadi gawat gini yah?

Oke, epribadi. Balik lagi ke persoalan awal. Bagaimana kita bisa selancar Sonia dalam menulis cerita? Ingat baik-baik! Menulis cerita tak segampang mendengarkan cerita. 

Saya pernah duduk tertegun mendengarkan cerita ulasan sepak bola dari seorang teman kos. Bak komentator ulung. Strategi menyerang dan bertahan kedua klub bola dikupas sampai ke akar-akarnya. Rekam jejak semua pemain, mungkin sampai penonton yang ada di tribun dia hafal. Sayangnya, ketika saya menyarankannya untuk menulis cerita itu, dia seketika berubah menjadi anak SD yang baru mengenal S-P-O-K (Subjek/Predikat/Objek/Keterangan).

Menulis satu kalimat saja malah nanya balik ke saya, “Seperti apa kata-kata yang harus ditulis, Rus?” Padalah ia tinggal mentraskrip apa yang baru saja keluar dari mulutnya.

Persoalan utama teman yang satu itu memaksa ingin menulis dengan kata-kata dan kalimat yang luar biasa hingga luar binasa—luar kendali bahkan. Seandainya bisa, ia ingin memakai kata-kata di universe lain.

Saya kira benar juga kegelisahan seorang kawan dulu, Anif Ahmad Alhaki namanya. Ia sempat menulis di laman tatkala.co, “Pada saat menulis, saya sering sekali menggonta-ganti kata, menggonta-ganti kalimat, seakan-akan bahasa saya harus harus harus bahasa luar biasa bahkan kalau bisa bahasa luar angkasa. Tidak hanya sekedar bahasanya saja yang harus luar biasa, tapi isinya pun saya wajibkan di luar perkara.” Begitu tulisnya beberapa tahun lalu pada era ia sedang berusaha menyaingi Puthut EA.

Saya pun demikian. Sedari dulu banyak hal yang ingin saya tulis sebagai secarik cerita. Tapi balik lagi, keinginan saya hanya kristal angan-angan. Terhenti karena bingung memikirkan bagaimana alur dalam kepenulisan cerita, bagaimana membangun dan menghidupkan kembali pengalaman diri dalam sebuah cerita. Kata apa yang harus saya tulis pertama. Bagaimana rangkaian kalimatnya. Rasa-rasanya pengen service otak biar cair. Susahnya tak bisa diajak berkompromi.

Sampai pada tulisan ini dimuat, saya masih sepakat dan percaya dengan Mahfud Ikhwan, ia tidak sedang bercanda dengan ungkapanya, “Yang gampang itu menumis, menulis sih tidak.” Perkataan ini amat serius bagi saya.

Permasalahan ini memang kerap kali terjadi pada seorang pemula dalam menulis. Tulisannya seolah-olah harus disertai rujukan yang banyak, harus menurut  ini/menurut itu, dikutip dari sana-sini, dan kalau bisa tulisannya penuh istilah asing—bila perlu kamus dan Googletidak mampu menjangkauanya. Saya pun demikian.

Begitulah, epribadi. Kita kembali saja ke seorang Kadek Sonia Piscayanti, yang berbaik hati dan tidak sombong menyampaikan hal yang perlu untuk kepemulaan kita dalam menulis. Barangkali memang perlu kita tahu sebagai seorang pemula.

Pengetahuan gratis ini Sonia bagikan cuma-cuma lewat workshop menulis yang saya ikuti. Bisa jadi ini tidak penting bagi orang lain, tapi setidaknya penting bagi saya—sepenting tulisan ini harus selesai.

Seperti Salat, Membaca Adalah Tiang—Menulis

Kira-kira kenapa Pramodya Ananta Toer bisa menulis cerita yang membuat orang berandai-andai menjadi sosok Minke—saking heroiknya cerita Minke di Novel Bumi Manusia yang ia tulis. Atau, bagaimana Seno Gumira Ajidarma membuat orang berandai-andai pula ingin mencuri matahari tenggelam seperti sosok Sukap dalam cerpennya.

Dan kenapa dua orang di atas seolah bisa dengan lancar mengarang ratusan halaman hanya dengan sekali kedipan mata. Jangan-jangan di otaknya Pram dan Seno tertanam chip. Kata-kata bisa keluar begitu saja sesuai keinginan. Ide-ide bisa mengalir deras dari tangan mereka.

Percaya atau tidak, mereka berdua bisa seperti itu karena telah membaca ribuan karya dan tulisan orang lain. Di otak mereka sama sekali tak ada chip dan hal-hal aneh lainnya. Otaknya penuh dengan buku. Tidak ada istilah over kapasistas bagi otak Pram dan Seno, mereka melahap buku sedari duduk di bangku sekolah dasar.

Peserta workshop menulis cerita foto bersama Kadek Sonia | Foto: Rusdy

Ada ungkapan “membaca” adalah cara memasukkan pengetahuan dan “menulis” adalah cara mengeluarkan kembali pengetahuan. Untuk menulis sehebat Pram dan Seno, ya kita harus baca tulisan mereka. Untuk awal-awal bisa saja tulisan kita meniru gaya tulisan mereka—sampai kita bisa menemukan gaya kepenulisan sendiri.

Untuk menemukan kata-kata yang tidak biasa maka perbendaharaan kata harus banyak. Membaca adalah cara paling ampuh menambah cadangan kosa-kota. Jika salat adalah tiang agama, maka membaca adalah tiang menulis.

“Perbanyak membaca!”pesan singkat yang serius dari Sonia.

Hindari Hal-Hal yang Klise

Klise adalah bahasa atau kata-kata yang sering kali dipakai. Sesuatu yang sudah dianggap “biasa” memang kerap “tidak menarik” lagi—sama seperti doi.

Pada suatu hari, lalu kemudian, setelah itu, akhirnya dan ungkapan lain yang dianggap klise seperti itu, tak akan merusak kebaruan bahasa cerita jika komposisinya pas. Namun tetap saja, tidak mudah menempatkan komposisi kalimat yang enak dibaca. Bagi pemula, menyusun ungkapan cerita yang terbebas dari kata-kata klise seperti itu terlampau sulit.

Kehidupan kita terlanjur terbiasa dengan kata-kata template. Tentu kita bukan penyair seperti Chairil Anwar—yang untuk mengatakan kesepian saja, ia mengungkapkannya dengan mampus kau dikoyak-koyak sepi.

Kita bukan Zainuddin dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk, yang bisa mengungkapkan penolakannya dengan kalimat: “Pantang pohon pisang berbuah dua kali, pantang pemuda makan sisa.”

Mampus kita dikoyak-koyak klise.Lalu bagaimana orang biasa yang hidup serba biasa seperti kita bisa menulis cerita yang tidak klise? Sungguh bertanya pun kita masih klise.

Di sela-sela kami menyimak Kadek Sonia Piscayanti yang sedang gigih memahamkan soal menulis cerita. Tanpa aba-aba, seorang peserta laki-laki di pojok mengankat tanganya. “Bagaimana menulis cerita dengan bahasa yang tidak biasa?” tanyanya. Sedikit kaget Sonia menjawab, “Bermeditasi.”

Entah ini jawaban pasrah atau apa. Tetapi, saya mencoba menerka yang dimaksud Sonia, barangkali menulis dengan bahasa yang tidak biasa itu perlu proses—tidak bisa serta-merta terjadi begitu saja.

“Drama, puisi, cerpen, dan novel itu hampir sama,  kekuatannya ada di pemilihan kata. Kalau sudah terbiasa memilih kata, kita bakal tau mana kata-kata yang cocok untuk sebuah tulisan. Kepekaan terhadap kata-kata berasal dari pikiran yang terus dilatih. Pikiran-pikiran unik itu harus dirangsang,”lanjut Sonia.

Nah, PR kita selanjutnya adalah memikirkan cara merangsang pikiran. Silakan pikir sendiri. Rangsang sendiri. Ingat! “Pikirkan cara merangsang pikiran”, bukan “Pikirkan yang ‘merangsang’ seperti dipikiranmu saat ini.” Dasar otak gorong-gorong.

Sebelum Orang Lain Terkejut, Kejutkan Dirimu

Sebentar, ini bukan maksudnya kamu harus pura-pura kaget lebih dulu di depan orang lain sebelum orang itu seolah-olah ikutan kaget. Nggak gitu. Bukan, bukan itu maksudnya. Ini bukan soal kaget-kagetan biasa.

Ini tidak jauh beda dengan kemampuan pemilihan kata. Mampuhkan ungkapan dalam cerita menyentuh emosional orang. Orang bisa ikutan sedih, marah, dan tertawa sewaktu membaca sebuah cerita karena untaian kata di dalam tulisan menembus perasaannya. Bahasa perasaan banyak dimainkan.

Dan satu-satunya orang pertama yang harus memastikan tulisan itu punya daya tarik emosional adalah diri kita sendiri. Sederhananya, tulisan cerita itu harus terus dievaluasi. Jika kamu sendiri saja muntah membaca tulisanmu, bisa dipastikan orang lain alergi dengan tulisan itu.

“Sebelum tulisanmu menyerang mental orang lain, pastikan mental diri sendiri dulu yang terserang,” tutur Sonia. Bila perlu, agar terlihat serius menyerang, tidak apa-apa bekali aja dengan parang atau kapak. Menyerang-kan sudah itu.

Cuman terkait kejut-kejutan yang satu ini, tidak semua orang punya level keterkejutan yang sama. Perlu diperhatikan keterkejutan seperti apa yang ingin dicapai.

“Ketika kamu dirayu dengan ‘kau cantik bagaikan rembulan di malam gelap’ dan membuatmu girang setengah mati. Keterkejutanmu itu udah low level sekali. Perlu diasah lagi level surprisenya,” ujar Sonia.

Saran saya, untuk lelaki yang pengen melatih gombalan dahsyat yang mampu membumihanguskan hati wanita, coba perbanyak nonton akun ig @garenbj. Dijamin deh pokoknya. “Kata-kata hari ini”-nya garenbj bisa langsung dipraktekkin ke doi. Bikin dia klepak-klupuk seperti kupu-kupu hutan.

Oke. Cukup sudah, epribadi. Untuk mengakhiri celotehan ini, saya ingin mengutip perkataan Kadek Sonia Piscayanti pada sebuah diskusi buku Komunitas Mahima 5 tahun lalu:

“Menulislah karena menulis adalah bagian dari mengabadikan pikiran. Pikiran kita setiap waktu terus berubah. Kita akan melihat perbedaan pikiran kita yang ada di setiap masa jika kita rajin menulis pikiran kita setiap waktunya.” Itu.[T]

Hari Pertama Mahima March March March 2024: Catatan dari Dapur
Berbagi Puisi di Perayaan Hari Jadi Komunitas Mahima
Ruang Ketiga; Kebudayaan yang Menguar di Tongkrongan
Tags: ceritaKomunitas MahimaMahima March March March 2024menulissastra
Previous Post

Interpretasi Kartu Tarot Sebagai Media Mawas Diri: Apakah Sama Dengan Ramalan?

Next Post

Lebaran, Masyarakat Tradisional, dan Komunikasi

Rusdy Ulu

Rusdy Ulu

Kontributor tatkala.co

Next Post
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

Lebaran, Masyarakat Tradisional, dan Komunikasi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more

Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

by Hartanto
May 28, 2025
0
Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

SALAH satu penggayaan dalam seni rupa yang menarik bagi saya adalah gaya Abstraksionisme. Gaya ini bukan sekadar penolakan terhadap gambaran...

Read more

Waktu Terbaik Mengasuh dan Mengasah Kemampuan Anak: Catatan dari Kakawin Nītiśāstra

by Putu Eka Guna Yasa
May 28, 2025
0
Pawisik Durga, Galungan, dan Cinta Kasih

DI mata orang tua, seorang anak tetaplah anak kecil yang akan disayanginya sepanjang usia. Dalam kondisi apa pun, orang tua...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space
Pameran

Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space

ANAK-ANAK muda, utamanya pecinta seni yang masih berstatus mahasiswa seni sudah tak sabar menunggu pembukaan pameran bertajuk “Secret Energy Xchange”...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co