PENGKHIANAT BERTELANJANG DADA
Berjalanlah di atas sana
darah-darah kekecewaan
barangkali mereka juga tidak peduli
sebab kau bertelanjang dada
Rebahkanlah tubuhmu di atasnya
resapi setiap darah yang masuk
ke setiap titik pori-porimu
biarkan mereka menjalar
Masuk melalui celah-celah bisingmu
menggerogotimu secara perlahan
menampar setiap apa yang mereka lalui
bahkan darahmu sekalipun
Biarkan mereka masuk ke tubuhmu
menjadi pohon-pohon merah
melekat dan mengakar
berbuah kutukan dan karma
Resapilah darah-darah kekecewaan itu
mereka ada di sekitarmu
tak perlu takut kehabisan
karena ingatannya akan terus merambah
AKU ADALAH TUAN RUMAH
Aku adalah tuan rumah
dari pekarangan bertabur bunga
dan teras yang terhamparkan oleh kapuk-kapuk
namun diinjak-injak dengan sepatu baja
Aku adalah tuan rumah
dari dinding berlapis kaca
dan tiang-tiang berselimut sutra
namun dibenturkan dengan busung dada
Aku adalah tuan rumah
dari atap bertumpuk dedaunan
lampu bersinarkan rembulan
namun diseruduk dengan kepala bebatuan
Aku adalah tuan rumah
silakan bertamu dengan riang gembira ….
PENONTON NYANYIAN ANGSA
Tokoh utama dalam pertunjukan teater malam ini
hanya merintih mengingat masa muda yang menyapa di belakangnya
kembali menoleh pada kenyataan bahwa ia telah tua
menunggu antrean untuk kembali pada gundukan tanah
Aku menonton dari kursi panjang nomor lima
tepat di tengah keramaian penonton dengan hening dan tawa
sampai pada pertengahan cerita
sesekali mereka berbincang di tengah-tengah pertunjukan layar gawai pun tak terlepas dari pandangan
Dalam kegelapan cerita yang penuh drama
dibumbui puisi-puisi isak tangis dan kebingungan
tokoh utama hanya menunggu pertunjukan hidupnya usai
pun penonton sudah tidak lagi memperhatikannya
Ia pun mungkin menangis dalam aktingnya
sebab cerita fiksinya telah menjadi nyata
siapa yang peduli dengan pelakon tua
ia hanya menunggu malaikat menjemputnya
Dan penonton kembali memandangi kotak ajaib di genggaman tangan
seraya berdiam diri, mata pelakon terselubung kesedihan; apa boleh buat, ia hanyalah pemain drama
pertunjukannya, segera usai dalam kegelapan
PERJAMUAN EGO
Duduklah, pandang bersama-sama
meja ini disuguhkan untuk kalian
taplak, serbet, dan bunga di atasnya
memukau, merah, dan wangi
Ada satu lilin di atas sini
tepat di depan minumanmu
hati-hati, jangan sampai tertiup apinya
apalagi meleleh ke dalam gelasmu
Tidak ada makanan yang kusuguhkan
bicaralah dengan lidahmu
berduri seperti mawar
lalai dan memikat
Tak usah takut
tak payah berbisik
tak ada yang mendengarmu di sini
hanya ada kau dan semua kutukanmu
Kusiapkan perjamuan ini untukmu
julurkanlah lidah menjijikanmu itu
napas bau yang tersengal-sengal
dan percikan air liur berbisa
Satukan semuanya dalam piring yang kosong
isi dengan semua serapahmu
barangkali setan pun malu;
kau berbusa di atasnya