ADA tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam menggarap Drama Bali Modern atau Drama Modern berbahasa Bali.
Itu dikatakan Mas Ruscitadewi, sastrawan dan dramawan berkaitan dengan penggarapan Drama Bali Modern atau drama berbahasa Bali.
Tiga hal itu, kata Mas Ruscitadewi, adalah Wirasa yang memiliki rasa, Wiraga memiliki raga, dan Wirama memiliki tembang, seperti ombak dan ayunan.
Wirasa itu tidak dapat dilihat, tetapi dirasakan. Kalau Wiraga, itu adalah karya sastranya. Apakah itu karya sastra berupa kekawin, geguritan, cerita, cerita panjang, puisi, drama dan lainnya. Karena karya sastra itu mempenguruhi drama secara keseluruhan.
Sementara Wirama itu sama dengan alur yang dipakai menggambarkan cerita. ada yang memulai dengan cerita sedih, dilanjutkan dengan gembira, lalu bahagia atau lainnya.
Seni pertunjukan itu akan menjadi bagus, kalau ceritanya bagus. Karena drama tak bisa dipisahkan dengan cerita yang disajikan. Karena itu, wirasa drama, jiwanya ada pada karya sastra yang menjadi hal utama.
“Bali memiliki banyak inspirasi dalam membuat drama, tetapi intinya adalah sering dan rajin membaca teks. Bukan hanya itu saja, tetapi juga membaca situasi dan kondisi. Karena seni itu intinya adalah kejujuran,” kata Mas Ruscitadewi.
Mas Ruscitadewi memaparkan semua itu saat menjadi pemateri pada Workshop Drama Bali Modern serangkaian Bulan Bahasa Bali (BBB) VI di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provibsi Bali, Sabtu, 3 Januari 2024.
Peserta workshop itu terdiri dari siswa SMA/SMK, penyuluh bahasa Bali, dan masyarakat umum. Mereka tak hanya mendengarkan secara serius, tetapi juga aktif bertanya, sehingga suasana workshop menjadi lebih hiudp. Apalagi, dilanjutkan dengan kegiatan praktek, sehingga sebagain peserta dapat menyaksikan serta merasakan secara langsung.
Mas Ruscitadewi yang bernama lengkap Dr. A.A. Mas Ruscitadewi, M.Phil.H, dalam workshop itu mengatakan, Drama Bali Modern merupakan salah satu seni pertunjukan di Bali.
Drama itu menyajikan seni yang mengangkat cerita melalui jiwa dan raga, seorang pemain drama. Ada dua bidang seni yang terkait dengan pertunjukan drama itu, yakni sastra (cerita) ibaratnya ayah, dan seni pertunjukan itu sebagai ibu.
Kedua itu sangat berkaitan, seperti suami istri. “Drama itu tidak berada di depan atau belakang, tetapi ada di dalam jiwa dan raga pemain,” tegasnya.
Drama modern itu menggunakan bahasa Bali dalam menyampaijkan pesan, sehingga disebut dengan Drama Bali Modern.
Workshop Drama Bali Modern serangkaian Bulan Bahasa Bali (BBB) VI di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provibsi Bali, Sabtu, 3 Januari 2024 | Foto: Istimewa
Narasumber lain dalam workshop itu, I Made Sidia, S.Sp.,M.Sn., memaparkan tentang Drama Wayang Modern Bali. Drama wayang itu terdiri dari tradisi sesuai dengan pakem, drama wayang inovasi yang dibuat baru serta drama wayang konetmporer sesuai dengan perkembangan jaman (Bali Jani).
“Kalau membicarakan drama, wayang itu adalah drama. Ketika pertunjukan wayang tradisi ini dimulai dengan wirama, ada yang disajikan dengan menggelegar dan ada pula yang halus,” sebutnya.
Pertunjukan drama tradisi pada umumnya tanpa naskah. Semua peran dan kisah itu dibagi di belakang panggung. Berbeda dengan drama modern yang memakai naskah. Sementara wayang memakai transkrip.
Wayang tradisi itu biasa memakai kelir 3 atau 5 meter, tetap drama wayang moderm itu menggunakan genre layar seperti film. Drama wayang modern juga didukung dengan alat yang modern, seperti menggunakan lampu sport, proyektor yang kini disebut video mapping.
Untuk meyakinkan para peserta, Dosen Pedalangan ISI Denpasar ini juga menyajikan contoh karya wayang kontemporer yang pernah digarapnya.
Kurator BBB VI, Drs. I Gede Nala Antara, M.Hum mengatakan, Workshop Drama Bali Modern serangkaian Bulan Bahasa Bali ini penting diberikan kepada anak-anak, khususnya penggiat seni drama dan teater.
Dengan begitu, mereka bisa membedakan yang mani drama tradisi dan drama modern. Drama Bali modern itu utamanya isinya berbahasa Bali. Namun, semua pementas drama itu tidak murni bisa bahasa Bali.
Sebut saja, ketika menyajikan cerita yang menampilkan tokoh menggambarkan seorang dari Jawa tentu berbeda bahasanya. “Maka itu bahasanya bisa dicampur,” ucapnya.
Demikian pula, kalau tokoh itu orang Bali maka tidak mesti menggunakan bahasa Bali yang standar. Sebab, kalau tokoh itu dari Buleleng maka bisa saja menggunakan bahasa Bali dengan dialek Buleleng, demikian kalau tokohnya orang asing, maka mereka menggunakan bahasa Inggris.
Kalau pun nantinya orang asing itu belajar bahasa Bali, tentu kemampuan sutradara yang akan mengelola dialog itu. “Itulah warna dalam drama Bali modern. Nah, tergantung dari alur cerita dan tokoh-tokohnya termasuk pula settingnya,” katanya.
Lalu, mungkinkah drama Bali modern itu mengambil cerita dari teks tradisi yang diadaptasi menjadi modern. Bentuk teaternya modern, namun bisa mengangkat cerita modern dan bisa pula cerita tradisi yang diadaptasi kekinian. Itulah yang mesti dipahami para peserta workshop, dan terbukti mereka antusias mengikuti.
“Peserta yang hadir sangat kritis. Hal itu bisa dilihat dari petanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada narasumber. Ada yang menanyakan Tokoh Rahawana yang digambarkan boldoser. Itu yang diadaptasi dari dari tradisi ke seni modern,” katanya.
Memang, peserta workshop yang hadir kali ini memang kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Sebut saja Rio perwakilan dari penggiat teater di SMA Kota Denpasar menanyakan tentang batasan drama realis dan surealis.
Widi perwakilan dari SMA Gianyar menanyakan apakah dalam pertunjukan seni drama itu bisa memasukan unsur tari yang dominan, apakah nanti tidak seperti sendratari. Lalu Penyulu Bahasa Bali dari Bangli, I Wayan Supardita menegaskan, apa sesungguhnya drama Bali modern itu. [T][Ado]