SORE itu dapat kabar dari teman lama yang sudah seperti kakak sendiri. “Ke rumah ya, kita makan-makan,” kata dia lewat telepon.
Sudah lama tidak bersua, mendengar ajakan semacam itu, siapa yang tidak tertarik untuk datang. Tanpa pikir panjang, dan mengenakan pakaian main seperti biasa, aku berangkat menuju rumahnya.
Suasana rumah sudah ramai, tamu berdatangan dengan pakaian rapi dan beberapa rombongan datang dengan berseragam batik.
Aku parkir motor bututku, lalu mendatangi teman yang memanggil sembari terheran-heran aku bertanya, “Ada apa?”
Pertanyaan yang wajar untuk menggambarkan keheranan. “Hehe, makan dulu aja sana,” kata dia. Kuambil makanan di depan teras, seperti rumah sendiri.
Sembari makan, terlihat dia sedang menyalami satu-persatu tamu yang datang, mempersilahkan tamu-tamunya untuk duduk, lalu berbincang-bincang menanyakan kabar, bagaimana persiapan, dan siapa nanti yang menjadi pendampingnya.
Percakapan yang tidak asing untuk acara besar. Ada apa ya? Pertanyaan itu selalu ada di hatiku dengan mulut mengunyah dan menajamkan telinga agar jelas terdengar.
Tapi samar-samar, sepertinya mereka hanya menggunakan kode yang sama-sama sudah paham. Tidak lama kemudian, rombongan itu berpamitan sambil mengucapkan selamat dan menyerahkan bingkisan.
Dia mendatangiku ke meja makan, sembari tersenyum dan meletakkan bingkisan di atas meja. “Gimana, udah tau ada apa?”
Aku geleng-geleng kepala sambil meletakkan piring di atas meja. Dia hanya tersenyum lagi.
“Tebak dulu,” pintanya.
Okelah, aku menjawab dengan jawaban asal, “Nikah?”
Dia tertawa berkelakar, sambil menganggukkan kepala.
“Hah? Serius? Sama siapa? Kok tiba-tiba?” Aku serang dengan beberapa pertanyaan.
“Besok acara akadnya, besok juga tau dengan siapa!”
Gilak! Gak ada angin, gak ada hujan, dan gak ada gosip yang menyebar, tiba-tiba langsung bikin acara nikahan, keren parah!
Kucoba tenang. Dia ceritakan rencana besok, alur teknis yang bisa kukerjakan. Bla bla bla, dia menerangkan panjang kali lebar. Oke, dimengerti.
Menjelang maghrib, aku pulang.
Sesampai di rumah, aku hanya menghela nafas panjang, dengan sedikit terheran-heran, sedikit tidak percaya. Mengapa dia duluan, kapan prosesnya, radarku tidak sampai mengendus peredarannya.
Dia tadi sedikit bercerita, prosesnya memang tidak secepat seperti yang dibayangkan juga. Bermodal niat dan tekad yang kuat. Dia beranikan untuk melangsungkan akad dan resepsi pernikahan.
Aku tidak mengenal siapa calon istrinya. Dia hanya menunjukkan rumahnya di mana. Benar-benar di luar radar.
Ya, dari dia, mungkin aku mulai berkaca. Cinta akan menemukan jalannya. Dia terlihat biasa saja, tanpa bergeming untuk bercerita kepada sesamanya. Disimpan dengan rapat proses yang sedang dijalaninya. Lika-liku seperti apa saja, juga tidak ada yang tahu. Tertutup dengan senyum lebar yang biasa dia tampilkan.
Mungkin juga orang tuanya, sewaktu di rumahnya, terkesan kaget dan tiba-tiba. Tapi inilah, kabar bahagia yang mereka inginkan bersama. Mengantarkan anaknya bertemu dengan pujaan hatinya. Mereka berbahagia.
Siapapun istrinya, akan merasa beruntung. Memiliki suami yang pandai berhitung, menjaga jalinan manusia dan Tuhan senantiasa terhubung.
Ya, dia adalah laki-laki yang baik, jarang sekali pernah mengusik meskipun dia hebat dalam ilmu fisik. Kabar dia menikah menjadi anugrah, menstabilkan keduanya saat ada rasa gundah.
Atas nama Tuhan, kalian telah bersepakat menghadapi segala keluh kesah, tapi bukan untuk berpisah. Mengarungi bahtera melawati kancah hingga berlabuh di pulau yang indah. [T]
- BACA tulisan lain dari penulisCherik Ayyash