PAGI ITU matahari belum menyingsing, dingin merambat mengecup tubuh. Daun-daun kering berlari ditiup semilir, bunga-bunga bermekaran menandakan Kartika Masa akan segera berlalu. Mulai subuh sekitar pukul 05.00 WITA pada Buda Kliwon Matal, 11 Oktober 2023 prajuru adat dan para pengayah sudah berkumpul di Pura Ulun Danu Batur.
Terdengar orang-orang berdoa mengatupkan kedua tangan merapal mantra, sedang beberapa lainnya sibuk kesana kemari dengan kaki-kaki itu, bergegas mempersiapkan ritual melasti Ida Bhatara-Bhatari sakti Batur ke segara Watuklotok serangkaian karya Agung Labuh Gentuh, Meras Danu lan Gunung, Bakti Pakelem ring Segara lan Gunung Batur, Mapaselang lan Mapadanan.
Foto : Panitia Dokumentasi Karya Agung Danu Kerthi Desa Adat Batur Tahun 2023Foto : Panitia Dokumentasi Karya Agung Danu Kerthi Desa Adat Batur Tahun 2023
Setelah beberapa persiapan dilakukan Ida Bhatara-Bhatari katuran bhakti pangodal dan bhakti panyamleh barulah Ida Bhatara-Bhatari diiring melasti ke Segara Watuklotok menggunakan kendaraan. Lebih dari 15 truck dipersiapkan sejak kemarin dan telah dihias sedemikian rupa. Iring-iringan tersebut akan dimulai dari Tempek Pecalang, Jero Kraman dan Pelancang, Gong Gede-Tempek Jero Gambel, Tempek Jero Baris, Tempek Undagi, Tempek Jero Batu Dangin Rurung dan Tempek Jero Batu Dauh Rurung, Sesuhunan (pralingga Ida Bhatara) oleh Jero Mangku dan Tempek Roban juga Daha Bunga, barulah diikuti oleh pangiring.
Ribuan warga tumpah ruah mengiringi perjalanan yang ditempuh kurang lebih sejauh 45 kilometer, bahkan saking antusiasnya tidak sedikit masyarakat Batur yang sudah tiba dan bermalam di Watuklotok sehari sebelumnya. Uniknya masyarakat Batur sepertinya memiliki prinsip “bagi-bagi rejeki” karena tak satupun pedagang yang terlihat sepi dagangannya, meskipun dari rumah kami sudah berbekal makanan atau minuman. Rasanya tak lengkap kalau tidak berbelanja, entah itu sekedar membeli es kelapa muda atau sate languan khas Pesinggahan.
Foto : Panitia Dokumentasi Karya Agung Danu Kerthi Desa Adat Batur Tahun 2023Foto : Panitia Dokumentasi Karya Agung Danu Kerthi Desa Adat Batur Tahun 2023
Perjalanan kali ini mengambil rute ke arah selatan melalui Jln. Raya Penelokan menuju Kayuambua dan melintas ke arah Susut kemudian berbelok menuju kota Bangli, tiba di Gianyar lalu Tulikup dan akhirnya tiba di Segara Watuklotok. Cuaca kala itu cukup terik namun tak jua menyurutkan semangat kami. Lalu lintas juga cukup padat, kendati demikian semua berjalan lancar karena jauh hari sebelumnya sudah dilakukan koordinasi yang baik dengan aparat terkait.
Banyak sekali muncul pertanyaan, mengapa melasti kali ini dilakukan di Segara Watuklotok? Bukan di Pegonjongan. Melansir dari jawaban seorang tetua kami di Batur yang mengatakan bahwa “Pamargi ka palemahan patut Ida Bhatara-Bhatari masucian ring Segara Kidul” artinya Upacara Danu Kerthi yang merupakan sebuah ritual yang dilaksanakan untuk mengupayakan pembersihan kembali Danau dan Gunung Batur agar kembali harmonis secara sekala dan niskala merujuk pada hubungan manusia dengan alam (Palemahan) sehingga melasti dilakukan ke selatan (Kidul) tepatnya di Segara Watuklotok (Klungkung) atau Batubolong (Badung).
Sedangkan kalau selesai pembangunan tempatnya suci atau upacara ngadegang pemangku barulan dilakukan melasti ke arah utara (Lor) yakni Segara Pegonjongan di daerah Gretek, Buleleng atau Labuan Aji (Buleleng).
Sekitar pukul 11.00 WITA rombongan telah sampai di Segara Watuklotok, adapun beberapa rangkaian upacara yang dilakukan disana selain melasti, yakni Caru Manca Kelud, Pakelem dan Nunas Tirtha Amertha di tengah laut.
Seperti biasa rangkaian upacara selalu diiringi dengan tari Baris dan Rejang Batur sebagai pelengkap upacara. Ada tari Baris Jojoran, Baris Gede, Baris Bajra, Baris Perisi, Baris Dadap, dan ditutup dengan tari Rejang Daha Bunga Batur, uniknya ketika akan menarikan tari rejang ini diantara Daha Bunga, kami menyebutnya sebagai prosesi mebaris.
Satu hal yang tak boleh terlupakan yakni sebelum menari kami selalu mengoleskan tanda titik yang berada tepat di kening, diantara kedua alis yang terbuat dari pamor (kapur) dan air suci. Saat itu kami menari beralaskan pasir ditengah terik matahari tanpa alas kaki. Dengan kipas ditangan kanan sedang selendang di tangan kiri kami.
Kami, masyarakat Batur sejak dulu mewarisi puluhan sampai ratusan tradisi, adat dan budaya khas pegunungan, dimana kami sebagai juru sapa dan juru sapu yang bertugas menjaga dan merawat kawasan Batur agar tetap harmonis, melalui ayah-ayahan krama desa adat yang senantiasa konsisten dan totalitas dengan kelengkapan struktur masyarakat yang sedemikian rupa dengan tugasnya masing-masing. Hal ini juga tidak terlepas dari peranan krama (masyarakat) Pasihan Ida Bhatara- Bhatari Batur.
Setelah rangkaian upacara telah selesai dilakukan di Segara Watuklotok, selanjutnya Iringan Ida Bhatara-Bhatari Batur menuju Pura Segara Ulundanu Batur-Pura Jati. Rute yang kami lalui yakni by Pass Prof. Ida Bagus Mantra bergerak ke Utara melalui Jln. Raya Besakih melewati Desa Suter dan bergerak menuju kawasan Pura Jati.
Sebuah perjalanan dari terik panas matahari yang menyengat, kembali menuju tempat dingin dengan kabut tipis menghiasi. Sesampainya di Pura Jati, Ida Bhatara-Bhatari katuran Bhakti Pamendak dan Lantaran Kebo yang berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Setelah itu Ida Bhatara-Bhatari Batur, dari Pura Jati diiring menuju pura Segara dengan berjalan tanpa menggunakan alas kaki melewati kain putih yang membentang disepanjang perjalanan. Kala itu bulan tidak nampak pada kejauhan, hanya ada remang lampu, suara genta dan gong yang membuat diri ini kian larut dalam suasana sakral dan indah itu.
Foto : Panitia Dokumentasi Karya Agung Danu Kerthi Desa Adat Batur Tahun 2023Foto : Panitia Dokumentasi Karya Agung Danu Kerthi Desa Adat Batur Tahun 2023
Air memang menjadi dasar dalam kehidupan, terutama pertanian. Namun kekeringan juga semakin hari menghampiri petani. Semakin hari debit air juga terus berkurang, hal ini juga diperparah saat musim kemarau. Berbagai cerita soal kegelisahan mereka tentang krisis air sangat tampak dan berada tepat sejengkal dihadapan kita.
Di tengah laju perubahan tersebut diharapkan dengan adanya upacara Danu Kerthi ini dapat melanggengkan sumber air agar tetap terjaga dengan memohon pembersihan serta kemakmuran dan secara bersama-sama tetap menjaga lingkungan agar tetap lestari.
Upaya tersebut diharapkan dapat membuka ruang belajar untuk mengalami masa lalu pada konteks saat ini. Sebagai pewaris tradisi agraris tradisional, hal ini dipandang perlu dalam penyelamatan memori kolektif agar selalu menjaga kelestarian alam sekitar yang sudah berperan besar bagi kelangsungan hidup dan keseimbangan ekosistem. [T]