Bau Kita Garam dan Darah Yang Sama
Layar hidup telah menampilkan dirinya yang lebih jujur dan robek di depanku
Warna warna hidup saling berpisah. Tak ada bentuk apa selain palung duka
dan karang karang tajam. Selain angin laut pada garam yang terus menguar
dan menyengat kulit terbakar oleh matahari siang diatas kapal pengirim-pembawa barang barang besar. Sehingga penantian terlalu lama berjejer di rak rak toko yang
dingin. Bahkan, kabar hari raya tinggal menunggu jam kembali rusak di rajam putus
asa menunggu bapak, mengetuk pintu dua kali dalam setahun:
Seorang perempuan menjadi terkutuk selama itu. Menjadi pelayar yang berlayar sendiri
dilaut kesedihan. Doa doa kekasih Hari Raya pula terkutuk. Menjadi angin yang
terbang mencari teman makan malam atau cinta bagi anak anaknya, mencari ke semua
musim berlubang, kesemua arah tetapi sia sia. Sementara ajimat yang tertempel di dinding malam. Semakin ayat ayat kian berdebu tebal di langit langit teror tanpa cahaya
gemerlap bintang. Seorang perempuan itu kemudian menabur garam di sepertiga malam! Dan, aku melihatnya sebagai kesedihan. Aku melihatnya sebagai ritual
“Maka, datanglah pada penantian hari esok!”
Sebab rindunya sudah sangat tawar dan terkutuk panjang doa doa khawatir
Pulanglah engkau, kedarat dari samudra mesti sebentar, Pak. Mesti peruntungan di
darat tidak layak. O, mendekatlah tak mesti mengelak atau khawatir. Sebab kita adalah bau garam dan darah yang sama di dermaga terakhir.
Singaraja, Agustus 2023.
Seorang Malam
Di balik tirai
Aku adalah hantu
yang datang ke balik
punggungnya malam
seorang
Aku menyelinap
sebagai hitam yang
masuk dan menjadikannya
sebagai malam paling utuh:
Aku menciumnya dengan
pelan seorang
Namun perlahan,
nafas terengah-menjadi
waktu yang memburu
kami di garis malam
Di balik punggung:
gelap semakin menyelinap
dan menjadi kemudian yang panjang
Bali, September 2023
Seorang Malam
Sebait pun tak cukup
untuk di baca satu kali
apalagi menjelaskan
tentang aku baru saja:
Mencintaimu diam-dalam.
dan kau tak akan tahu
bahwa tak mampu paham
mesti Aku berulang kali
telah membacanya,
bahkan sejak dulu!
Sebab kau puisi,
sebab itu. Aku hanya
mengambil sebait pun
tentang cinta dan berbisik
satu hal pada Tuhan:
“Beritahulah tentang rahasia!”
Bali, September 2023.
Di Mana Rumahku Terakhir
Kau adalah rumahku terakhir. Tetapi,
perjumpaan selalu berujung tersesat
sendiri dan kembali selalu Aku sunyi
Sehingga tak mungkin sajak tersusun
atau menyimpul senyum padamu indah
atau menunjukan kepadaku sesuatu
tentang bagaimana pertemuan pertama
pernah terjadi dengan arti
O, Sia sialah waktu yang terpanggang
dalam pencarian dimana rumahku terakhir itu.
Sedang api unggun tak lagi menjadi
memori yang mehangatkan seorang yang
sedang ingin pulang
O, dimana kau sebenarnya simpan binar
jalan pulang pergi kerumahku terakhir?
Bali, 2023