BERBICARA Subak di Bali, rasanya mustahil untuk tidak menyebut nama Jatiluwih. Desa yang terletak di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, itu memang terkenal dengan lanskap sawahnya yang, bukan saja indah, tapi juga subur. Maka tak heran jika desa tersebut banyak dikunjungi wisatawan dan dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan. Seperti Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XV, misalnya, juga melaksanakan kegiatannya di sana.
Di Desa Jatiluwih, BPK mengadakan kegiatan “Diseminasi Film Warisan Budaya Dunia Subak Bali”, Senin, (18/9/2023) malam. Kegiatan tersebut sebagai bentuk realisasi program tahun 2023 yang bertujuan untuk menghadirkan informasi tentang Subak melalui media inovatif dan relevan dengan perkembangan zaman.
Banyak tamu undangan yang hadir dan memenuhi tempat yang telah disediakan. Terlihat dari raut wajahnya, mereka tampak antusiasi. Mengingat, film yang diputar berkisah tentang budaya yang selama ini telah mereka jaga, rawat, dan lestarikan. Jadi sangat relevan.
Kegiatan pemutaran film yang dihadiri Kepala Balai Pelestarian Budaya wilayah XV dan komunitas masyarakat Jatiluwih—yang terdiri dari masyarakat dinas, adat, dan generasi muda sekaa truna truni—diharapkan dapat menjadi salah satu media edukasi dan sosialisasi untuk melestarikan Subak sebagai warisan budaya dunia.
“Subak bukan hanya semata warisan budaya dunia, tetapi Subak adalah sebuah spirit yang mengandung nilai-nilai kesemestaan, filosofis, sosial dan budaya yang mendasari kehidupan masyarakat Bali,” ujar Abi Kusno, Kepala BPK Wilayah XV, dalam sambutannya.
Dengan membawa Subak ke dalam dunia perfilman, lanjutnya, Balai Pelestarian Budaya XV berupaya untuk menyampaikan pesan-pesan tentang pelestarian Subak. Pesan tersebut dikemas melalui film dengan alur cerita yang ringan dan dekat dengan realitas serta keseharian para generasi muda, sehingga diharapkan akan lebih menyentuh dan menginspirasi generasi muda.
Film yang diputar berjudul Soma (Muasal). Film ini mengangkat kisah seorang pemuda bernama Wayan Soma yang tumbuh dalam keluarga petani di Bali. Soma adalah contoh dari banyak generasi muda di Bali yang menghadapi dilema antara meneruskan tradisi sebagai petani atau mencari kehidupan yang berbeda di kota.
Dalam mencari nafkah di hiruk-pikuk dunia wisata, Soma menghadapi pertanyaan mendalam tentang bagaimana mencapai keseimbangan dalam hidup yang sejalan dengan prinsip Tri Hita Karana. Dalam budaya Bali, Tri Hita Karana mencakup keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, alam semesta, dan sesama manusia.
Film tersebut menggambarkan perjalanan Soma ketika ia meninggalkan desa kelahirannya untuk mencari kehidupan di kota. Namun, seiring dengan pengejaran karier dan kemewahan, Soma mulai merasakan kehilangan hubungan dengan akar budaya dan nilai-nilai leluhurnya.
Film ini menjadi narasi mendalam tentang pencarian keseimbangan dalam hidup, serta tantangan pelestarian Subak sebagai warisan budaya yang tak ternilai di Bali. Soma, dalam perjalanannya, mencari jawaban untuk sebuah pertanyaan penting: “Kalau semua orang seperti Wayan Soma, siapa yang akan menjadi penjaga Tri Hita Karana?”
Pada akhirnya, Wayan Soma, seorang pemuda yang tumbuh dalam keluarga petani, merasa terpanggil untuk terkoneksi kembali dengan alam, budaya, dan spirit Bali yang termanifestasi di dalam Subak.
Kegamangannya yang semakin menjadi membuat Soma merefleksi kembali dirinya dan relasinya dengan spirit tanah kelahirannya yang membuat dirinya ingin memahami lebih jauh tentang Subak.
“Film ini bukan hanya sebuah karya seni, sekaligus menjadi media bagi kita untuk memahami Subak lebih jauh dan juga sekelumit realita yang barangkali menjadi tantangan bagi kita dalam melestarikan Subak di masa kini,” terang Abi.
Menurut Abi, pemutaran film ini adalah wujud dari upaya BPK untuk menginspirasi, mengedukasi, dan memotivasi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menjaga dan merawat Subak sebagai bagian tak ternilai dari Warisan Budaya Dunia.
“Kami berharap, film ini akan menyentuh hati dan menjadikan Subak sebagai bagian yang tak terpisahkan dari identitas dan kebanggaan kita sebagai masyarakat Bali,” pungkasnya.[T][Jas/*]