— Catatan Harian Sugi Lanus, 11 Agustus 2023
Alkisah Bima traveling ke alam kematian. Di alam kematian ia berjumpa berbagai pesakitan ‘pirata’ (roh orang mati). Satria Pandawa yang tiada mengenal rasa takut ini tiba-tiba dikejutkan oleh pemandangan pirata yang kepalanya dikeliling oleh kelamin laki-laki (dalam bahasa Bali disebut pirata tendas keleng dan juga pirata yang kepalanya dikeliling kelamin perempuan (dalam bahasa Bali disebut pirata tendas teli.
Bima bertanya: “Kenapa sampai ada pirata tendas keleng dan pirata tendas teli”?
Sang penjaga neraka menjelaskan: “Manusia yang hidupnya hanya memikirkan kelamin atau doyan seksual semata, terutama doyan berselingkuh, atau menjadi ‘penjahat kelamin’ — suka berzinah, memaksa lawan jenis, serta melakukan tindakan tidak senonoh di luar kesadaran manusia berbudi — kalau mati maka rohnya akan terus dikejar-kejar kelamin, dan akhirnya kepalanya dihinggapi dan ditumbuhi oleh kelamin-kelamin yang terus dipikirkan selama masa hidupnya. Mereka dikenal sebagai pirata tenda keleng (roh berkepala penis) atau pirata tenda teli (roh kepala vagina).
WAYANG—UKIRAN PURA—MAKIAN
Kisah Bima traveling ke alam kematian ini dalam masyarakat Bali dikenal sebagai satua (cerita) BIMA SWARGA. Sering kali dipentaskan dulunya dalam pewayangan di Buleleng. Pesan moral yang sangat gamblang ini dipentaskan di depan publik bagaimana manusia mesti menjaga kelaminnya agar berfungsi secara proporsional dan tidak terjatuh menjadi “penjahat kelamin”.
Bukan hanya lewat media pewayangan, kisah Bima Swarga ini banyak bisa ditemui di pura dalem di Buleleng, yang masih ukiran lamanya terselamatkan. Salah satunya di pintu berukir megah Pura Dalem Sangsit, Buleleng. Di sana ada ukiran sangat luarbiasa memukau: pirata tenda keleng. Kalau dari arah luar berada di sebelah kanan pintu atau bentarnya.
Saya belum kesampaian menyajikan foto pitara tendas teli. Ketika berkunjung ke sana biasanya senja hari. Kebanyakan ngobrol atau biasanya duduk di depan pura dan merenung. Lalu lupa sampai lupa senja menjelma malam. Terlupa mengambil foto karena terpukau relief ukiran pagar dan pelinggih pura ini.
.
Foto-foto: Sugi Lanus
Jika Anda bergaul di Buleleng, pitara tendas keleng/teli adalah makian tertinggi dalam bahasa Bali ala orang Buleleng. Di bawahnya ada makian pirata kesasar — roh orang mati yang kesasar tanpa arah tujuan rohaniah.
Jika orang yang jahatnya tiada terkira merusak orang lain dan dirinya, tidak peduli nama keluarganya, berselingkuh atau bermain perempuan/lelaki, tiada kapok berkubang dan berulang dalam perbuatan tidak baik dalam kehidupannya, terutama menjadi “penjahat kelamin”, dan berprilaku menjengkelkan tiada kepalang, maka orang Buleleng mengumpatnya sebagai penumadian pirata tendas teli/keleng.
Penumadian artinya jelmaan atau reinkarnasi.
PESAN MORAL
Dalam khazanah umpatan tertinggi bahasa Bali masyarakat Buleleng ini ada literatur atau referensi kisah alam kematian yang dilihat oleh Bima yang melatarinya. Ada pesan moral dan etika dalam makian tertinggi ini.
Makian ini mendorong orang yang dimaki atau orang yang mendengar untuk menjadi eling atau sadar bahwa manusia mesti penuh kesadaran dalam mengurus kelamin, nafsu dan emosinya.
Demikian juga makian penumadian pirata kesasar mengandung pesan agar kita bertumbuh menjadi manusia yang waras, enteg (stabil secara emosi), hidup punya tujuan terus mengusahakan kesadaran dan kebaikan, bukan membiarkan diri kesasar tiada jelas juntrungan dalam menjalani kehidupan. [T]
- BACA artikel dan esai lain dari penulis SUGI LANUS