PERLU ADA UPAYA serius dan cara-cara jitu untuk melahirkan regenerasi petani uyah atau garam di Bali. Jika tidak, maka bisa dipastikan tradisi membuat garam tradisional di Bali akan punah.
Selain itu, perlu adanya sebuah inventarisasi bahasa atau istilah dalam proses produksi uyah Bali. Namun, yang terpenting ada upaya edukasi kepada masyarakat serta menggaungkan kembali promosi produk garam Bali yang memang menyimpan budaya yang unik.
Poin itu terungkap pada Jantra Tradisi Bali: Temu Wirasa (Sarasehan) “Bhoga Banija Jaladhi” Potensi Uyah dalam Tata Boga dan Komoditi Bali serangkatan dengan Pesta Kesenian Bali (PKB) XL yang berlangsung di Ruang Rapat Padma, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Selasa (11/7/2023).
Narasumber dalam sarasehan itu adalah Anak Agung Anom Samudra A. Md. Par dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Putu Sumardiana serta dipandu Dayu Frisca sebagai moderator.
Kadis Sumardiana mengatakan, garam Bali sulit menjadi komoditas ekspor karena kurangnya minat masyarakat terhadap usaha garam (Regenerasi petambak). Sedangkan pada permodalan, terjeratnya petambak garam kecil dan penggarap pada bakul, tengkulak dan juragan. “Sementara pada sarana dan prasarana yakni terbatasnya sarana dan prasarana untuk mendukung usaha penggaraman,” katanya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 17 Tahun 2021 tentang pemanfaatan produk garam tradisional lokal Bali. SE tersebut untuk menghormati dan mengapresiasi Produk Garam Tradisional Lokal Bali sebagai warisan budaya masyarakat petani Bali.
“Penting memfasilitasi pemasaran dan pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali sebagai basis pengembangan Ekonomi Kreatif, sehingga memberi manfaat sebesarbesarnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaan Krama Bali secara sakala-niskala,” sebutnya.
Temu Wirasa (Sarasehan) “Bhoga Banija Jaladhi” Potensi Uyah dalam Tata Boga dan Komoditi Bali serangkatan dengan Pesta Kesenian Bali (PKB) XL yang berlangsung di Ruang Rapat Padma, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Selasa (11/7/2023) | Foto: Ist
Chef Anom Samudra mengajak semua orang unhtuk ikut mengedukasi generasi di bawah usianya. Menjaga kelestarian budaya petani garam itu, tidak bisa dibebankan kepada pemerintah saja, tetapi masing-masing mesti terlibat sesuai rengan profesi sendiri.
“Kami secara berlanjutan mengunjungi petani garam. Hal ini penting digarap, baik dari segi pemasaran ataupun dari segi penampilannya. Produk garam distandarkan, maka bisa didistribusikan melalui KUD yang ada ditingkat desa,” usulnya.
Majelis Kebudayaan Bali, I Gde Nala Antara menyampaikan dalam objek pemajuan kebudayaan, proses pembuatan garam Bali ini sebagai objek pemajuan kebudayaan Bali dengan teknologi tradisional. Ini yang menjadi kekhasan proses pembuatan garam yang dimiliki masyarakat Bali.
“Kalau petani garam Bali itu punah, maka teknologi itu tak akan diwariskan. Kita akan kehilangan aspek-aspek kebudayaan Bali ini. Maka itu, semua aktivitas Bali salah satunya proses membuat garam Bali itu mesti direkam dalam bahasa,” ucapnya dalam sesi tanya jawab.
Agar kekayaan batin orang Bali itu hilang, maka penting dirumuskan cara-cara meregenerasi, termasuk cara yang dilakukan Dinas Perikanan. Ini adalah komoditi bagus yang harus digarap, sehingga memunculkan minat anak muda untuk menjadi pembuat garam. Namun, sebelum itu rekam dalam bahasa mesti terus didorong.
“Kalau generasi itu hilang, paling tidak ada dalam bentuk teks karena bahasa perekam merupakan bukti terakhir. Bahasa kita sesungguhnya sudah direkam sejak dulu. Kalau penggraraman itu habis, maka teks itu masih tersisa,” jelasnya.
Nyoman Wirna Ariwangsa mewakili nelayan sangat mendukung pengembangan potensi laut Bali. Garam Bali memiliki potensi bagus, tetapi unsur Sumber Daya Manusia (SDM) dan manajemen yang perlu ditingkatkan. “Regulasi sudah ada, tetapi belum sampai jauh ke bawah, sehingga kurang adanya action. Pemeritah penting melindungi mereka, menyelamatkan ruang mereka. Karena sekarang ini mereka merasa tersisih,” ujarnya.
Gek Diah perwakilan dari UHN Denpasar menyoroti garam beryodium yang menyingkirkan garam Bali. Maka itu, harus mempromosikan garam Bali dengen mengedepankan kelebihan serta keunggulannya. Saat ini minim minat menjadi petani garam di Bali, karena tidak membuat hidup petani menjadi sejahtera.
“Saat ini, penting mengharga petani garam di Bali salah satu caranya dengan mengunjungi atau tour ke petani garam. Sekolah-sekolah kalau tour, pilahlah petani garam, sehingga mereka merasa dihargai,” ajaknya. [T][Pan/*]