DENPASAR | TATKALA.CO — Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja tampil dalam ajang Rekasadana (Pergelaran) Pesta Kesenian Bali (PKB) di Kalangan Angsoka, Taman Budaya (Art Centre) Provinsi Bali, Senin (10/7) sore.
Para seniman tersebut menyajikan gabungan seni yaitu Lawak Drama Kreasi (Ladrak) berjudul “Kapu-kapu”. Garapan ini berpesan tentang pelestarian laut yang dibungkus dalam kolaborasi berbagai seni tradisi Bali, seperti bondres, tari, tabuh, hingga pewayangan.
Ladrak merupakan bentuk kolaborasi bebas sejumlah kesenian tradisi Bali seperti bondres, tari, tabuh dan wayang. Tak ayal, penonton pun terpingkal mendengar pitutur Mpu Kuturan yang disampaikan lakon bondres yang dikemas dengan banyolan.
Sementara pada bagian pewayangan, penonton diajak mendengar petuah lebih dalam. Pemain pun banyak terlibat interaksi dengan penonton.
Ketua Tim Penggarap I Putu Ardiyasa menjelaskan Ladrak Kapu-kapu secara umum mengisahkan perjalanan Mpu Kuturan yang berasal dari Jawa dan menyeberang ke tanah Bali menggunakan daun kapu-kapu hingga tiba di Desa Padang (sekarang Silayukti). Masyarakat Desa Padang yang tidak mengenal Mpu Kuturan sempat menolak kehadirannya.
Mpu Kuturan menyatakan tujuannya datang ke Bali yakni mendirikan pasraman sebagai tempat mempelajari pengetahuan mengenai sastra agama Hindu. Tujuan tersebut disambut baik masyarakat di mana ajaran-ajaran Mpu Kuturan dalam bentuk usadha, asta kosala, subak dan lainnya menjadi tuntunan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Hindu Bali.
Dan suatu hari masyarakat Desa Padang yang bermata pencaharian sebagai nelayan berlayar ke laut menangkap ikan. Tiba-tiba ombak besar menyapu para nelayan. Banyak nelayan yang tenggelam dan menderita sakit kemudian masyarakat meminta petunjuk kepada Mpu Kuturan terkait bencana tersebut.
Masyarakat nelayan Desa Padang diminta menggelar upacara pakelem yang ditujukan kepada Dewa Waruna sebagai wujud rasa terima kasih atas hasil laut yang melimpah serta tidak lupa menjaga kebersihan dan kelestarian biota laut. Mpu Kuturan pun menyampaikan pentingnya pengetahuan wariga untuk menentukan hari baik dalam melakukan pekerjaan khususnya sebagai nelayan.
Ardiyasa menegaskan, melalui suguhan ladrak pihaknya ingin mengingatkan bahwa konsep Segara Kerthi, sesuai tema PKB ke-45, yang tidak hanya diejawantahkan secara niskala melainkan juga secara nyata (sekala).
“Segara Kerthi tidak hanya konteks ritual tapi juga konteks sekala. Upacara melasti oke, lalu sampahnya gimana? Laut bersih, tidak membuang sampah ke dalamnya, itu yang ingin kita highlights bersama,” ujarnya ditemui usai pementasan.
Terkait pengembangan kesenian ladrak, ia mengaitkan dengan sifat seni yang fleksibel mengikuti kebutuhan zaman dan masyarakatnya. Alumni Program Studi Pedalangan ISI Denpasar itu berharap ladrak yang dikembangkan di STAHN Mpu Kuturan menjadi inspirasi seniman lainnya untuk membangun kolaborasi seni demi konteks kesejahteraan manusia dan alamnya.
“Konsep ladrak sangat luwes, keterlibatan seluruh aspek termasuk penabuh dan penonton menjadi penting,” tambah Koprodi Pendidikan Seni Budaya STAHN Mpu Kuturan.
Ia mengaku, pihaknya mengajak seluruh civitas akademika STAHN Mpu Kuturan untuk terlibat dalam pementasan ini. Persiapan intensif dilakukan selama sebulan.
Sementara itu Ketua STAHN Mpu Kuturan Dr I Gede Suwindia, SAg MA, menyampaikan rasa bangga dan terima kasih atas persembahan para seniman STAHN Mpu Kuturan. Ia juga mengucapkan terima kasih atas antusiasme penonton PKB yang memadati kalangan Angsoka hingga pementasan berakhir.
“Saya sangat berbangga potensi seni yang sangat kuat dari adik-adik. Ke depan tentu saya bersama seluruh pimpinan akan meningkatkan atensi kami kepada tim ini,” ujarnya.[T][Jas/*]