PESAMUHAN AGUNG Basa Bali VII 2023 akan digelar 11-12 Mei 2023 mendatang, di Sanur. Sebelum tiba pada acara pesamuhan, dilakukanlah Focus Grup Discussion (FGD).
FGD dilakukan tiga kali. FGD ke-3 berlangsung di Kantor Disbud, Kamis, 27 April 2023. Hasil FGD itulah terkait dengan Bahasa dan Aksara Bali itulah nantinya dibawa dalam agenda Pesamuhan Agung Basa Bali VII 2023.
Apa saja hasil dari FGD sebanyak tiga kali itu?
Salah satu pembicara dalam FGD I Putu Eka Guna Yasa memaparkan, FGD dan diskusi terpumpun yang ketiga ini, peserta berkonsentrasi untuk memekarkan kosa kata Basa Bali serta penulisan, maupun unsur serapan dalam Bahasa Bali.
“Dari diskusi ini menghasilkan rumusan bahwa untuk bisa menjaga eksistensi dan gaya hidup atau vitalisasi Basa Bali di masa depan, maka usaha untuk memekarkan kosakata Basa Bali perlu terus dilakukan. Caranya kita perlu ketahui bahasa sumber yang digunakan untuk menyerap dan mengembangkan kosa kata, bagimana tata caranya dan bentuknya dan termasuk tata penulisanya,” kata Dosen Sastra Bali Fak. Ilmu Budaya Unud itu.
Guna Yasa lebih lanjut mengungkapkan, bagaimana tata cara mengembangkan kosakata Basa Bali, mulai naras makna dari Basa Bali itu sendiri. Pertama disebut Basa Bali ketah, atau ragam Basa Bali let, seperti Basa Kawi Bali, Basa Jawa Kuno, Basa Sanserkerta, termasuk Basa Bali Kuno. Basa Bali juga bisa dikembangkan melalui Bahasa Indonesia dan Bahasa asing, dalam kontek ini bahasa asing adalah inggris.
“Proses penyerapan dapat dilakukan tiga cara, pertama proses adopsi, yaitu tidak ada perubahan tata bunyi dan tata bahasa, kedua melalui adaptasi jadi penyesuaian ragam tata bunyi dan bahasa, yang ketiga proses bisa melalui jalur penerjemahan. Inilah proses yang bisa digunakan mengemkembangkan Basa Bali,” katanya.
Terkait tata ejaan yang disepakati, kata Guna Yasa, adalah ejaan Basa Bali berprinsip pada ketepatan pengucapan dan termasuk juga ada faktor dimensi penyederhanaan. Jadi kosakata yang berasal dari Jawa Kuno maupun Sansekerta yang memang mempengaruhi Bahasa Bali itu bisa disederhanakan kecuali di bidang istilah keagamaan ditetapkan karena mengandung makna agak khusus dalam kontek ejaan.
Kepala Bidang Sejarah dan Dokumentasi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali A.A Ngurah Bagawinata menjelaskan terkait penyelenggaraan Pesamuhan Agung Basa dan Aksara Bali, pihak Disbud telah melaksanakan tiga pertemuan FGD yang melibatkan para pemerhati, akademisi Bahasa Bali.
“Sebelum kita menggelar Pesamuhan Agung, harus didahului dengan FGD , dalam rangka mencari rumusan yang akan dibawa ke pesamuhan nanti,” terangnya.
Menurutnya, dari FGD yang digelar tiga kali ini, akhirnya para ahli, pemerhati dan pembicara sepakat menemukan konsep terkait dengan tata Bahasa, yang nantinya akan digunakan oleh masyarakat Bali.
“Terutama pengguna Bahasa Bali yang berkaitan dengan tata Bahasa yang akan dipakai oleh Lembaga -lembaga formal maupun non formal baik pemerintah maupun swasta,” ucapnya.
Lebih lanjut, Bagawinata menyatakan, hasil rumusan dari FGD ini, selanjutnya akan dibawa ke Pesamuhan Agung, dimana akan mengundang para tokoh-tokoh Bahasa, akademis, pemerhati serta para perumus yang mengikuti agenda FGD selama ini.
“Dalam pesamuhan ini kita menyepakati apa sih yang dibutuhkan masyarakat berkaitan tata Bahasa, sehingga kita memiliki pakem, berkaitan tata bahasa, aksara, ejaan yang berkembang di masyarakat agar tidak tumbang tindih lagi, dan melalui pesamuhan itu akan kita sosialisasikan,” ujarnya. [T][Pan/*]