MEMAKNAI FENOMENA umbra dan penumbra pada peristiwa Gerhana Matahari total, Kamis 20 April 2023, BEM Institute Seni Indonesia (ISI) Denpasar menggelar Festival Nungkalik di Pantai Segara Ayu Sanur, Denpasar, pukul 09.00 Wita.
Festival “Nungkalik” adalah sebuah karya besar semacam ritual meminta berkat dari peristiwa semesta itu melalui ritual seni rupa pertujukan bertajuk “Penumbra’s Final Gloom”.
Presiden BEM ISI Denpasar Putu Durga Laksmi Devi mengatakan, kata “Nungkalik” dipilih sebagai bingkai festival seni yang bersifat eksperimental karena mengandung makna berlawanan dengan prinsip-prinsip seperti siang-malam ataupun laki-perempuan.
Bukan dualisme itu yang ingin ditonjolkan. Yang dipertunjukkan adalah sebuah realitas kongkrit yang memiliki dua aspek saling berkaitan. “Kami menampilkan berbagai persepektif dalam proses penciptaan karya yang akan memberikan sebuah jawaban akan kebutuhan pelaku seni dalam merespon fenomena-fenomena yang kini tengah terjadi,” kata Durga di Denpasar, Rabu (19/4/2023).
Kali ini, terjadi Gerhana Matahari Hibridia setiap 8,8 tahun sekali. Fenomena langka yang terjadi ketika posisi Bulan berada di dekat Matahari, maka Matahari akan tampak seperti lingkaran cincin yang terbakar di langit. Mahasiswa ISI Denpasar memaknai fenomena Gerhana Matahari dengan menampilkan perfomance tarian kontemporer yang terdiri dari tiga jenis tarian dan ditarikan setelah berakhirnya bayangan Panumbra.
Perfomance diawali dari Tari Langit-Lelangit sebagai simbol Dewa Brahma mencari Hyang (kebenaran) dengan menggambar menggukanan asap obor. Lalu, Tarian Sunari yang menggerakkan bambu berlubang untuk mengukur keberadaan Dewa Siwa melalui bunyi angin. Selanjutnya, Tarian Suryakanta, tarian yang merajah tanah dibantu dengan energi matahari atau Dewa Surya dalam upaya Dewa Wisnu mencari Hyang (kebenaran) ke bawah.
Dosen Dr. I Wayan Sujana (Suklu) S.Sn., M.Sn., pada 22 April 2023 yang merupakan Hari Bumi Sedunia, BEM juga akan menggelar Tarian Suryakanta. Sebagai calon seniman, maka para mahasiswa ISI Denpasar Merajah Bumi dengan cahaya matahari yang telah mengalami momentum animistik.
Irama gerak yang diiringi dengan musik yang penuh dengan irama energi alam semesta. “Ketiga tarian diatas adalah simbol bagi manusia umtuk menyerap energi semesta, mengolahnya hingga mentransfer kembali energi tersebut kepada pemiliknya,” ucapnya.
Menggurat tanah pun dilakukan oleh seniman visual, bahkan mahasiswa umum yang tidak memiliki latar belakang seni untuk merespon melalui workshop dengan garisgaris gembira. Workshop ini dijadikan sebuah aktivitas yang prosesnya terus bergulir dalam pemaknaan penghormatan kepada alam semesta.
“Dari peristiwa ini, maka akan menghasilkan artefak-artefak yang memiliki nilai keragaman bentuk garis yang mencerminkan individu masing-masing. Dan akhir April akan di display dalam bentuk pameran untuk menyambut hari Menggambar Nasional melalui rangkaian acara Menggambar Gembira Nasional, tanggal 2 Mei 2023,” kata Suklu.
Karya konseptual eksperimental, ruang Nungkalik akan dibuka oleh Rektor ISI Denpasar dan akan lebih dimatangkan dengan mengadakan Open Space mengenai “Apa itu seni?” oleh dua narasumber yakni, Dr. I Wayan Sujana (Suklu) S.Sn., M.Sn dan Ketut Sumerjana, S.Sn., M.Sn.
Nungkalik Festival “Panumbra’s Final Gloom” ini diharapkan mampu menciptakan dan menampilkan karya konseptual eksperimental yang berdasarkan konsep kuat, sebagai bentuk respon jawaban mahasiswa ISI Denpasar terhadap fenomena-fenomena yang tengah terjadi, yakni Gerhana Matahari hingga Hari Bumi. [T][Pan/*]