9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Hari Nyepi Tanpa Pecalang, Beranikah Kita?

I Gede Teddy SetiadibyI Gede Teddy Setiadi
March 28, 2023
inEsai
Hari Nyepi Tanpa Pecalang, Beranikah Kita?

Foto ilustrasi dari penulis

HARI RAYA NYEPI Tahun Saka 1945 sudah selesai. Kini aktivitas masyarakat Bali sudah mulai tampak normal kembali. Kepulan asap kendaraan yang membuat sesak sudah mulai kita hirup kembali. Bising bunyi knalpot dan suara klakson kendaraan menjadi normal kembali seperti hari-hari normal sebelumnya. Satu lagi yang mungkin sangat penting sekali yaitu sinyal Internet sudah mulai pulih normal kembali.

Hari Raya Nyepi, terutama di Bali, mungkin lebih sangat terasa. Masyarakat Bali yang sudah kita tahu sendiri adalah masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama Hindu yang tentu, oleh karena itu, perayaan Nyepi di Bali menjadi perayaan tahunan yang masih dilaksanakan lengkap dengan menjalankan Catur Berata Penyepian.

Di Bali, masyarakat non Hindu mengikuti aturan selama perayaan hari raya Nyepi seperti ikut tidak bepergian, ikut tidak menyalakan lampu ketika malam hari. Untuk masyarakat yang beragama Islam, mereka beribadah tidak menggunakan pengeras suara. Toleransi tak perlu diragukan lagi. Jika ada riak kecil, itu hanya beberapa orang saja yang mungkin belum paham sepenuhnya tentang Nyepi dan juga tentang toleransi.

Banyak warga non Hindu yang ikut tertib mentaati aturan-aturan yang disepakati pada saat perayaan Nyepi. Bukan hanya pada Hari Nyepi tahun Saka 1945 ini, namun juga pada perayaan-perayaan Nyepi tahun-ahun sebelumnya. Bahkan Banser dan organisasi mayarakat agama lain pun ikut membantu pecalang dalam hal menjaga keamanan bersama agar perayaan Nyepi berlangsung dengan lancar dan hikmat.

Penjagaan oleh pecalang dan unsur keamanan atau organisasi masyarakat lainnya yang disiagakan oleh masing-masing Desa Adat tujuannya, selain mengamankan situasi dalam hal keamanan pada saat perayaan Nyepi, juga menjadikan masyarakat taat menjalankan pantangan yang ada di catur berata penyepian, yakni Amati Geni (tidak menyalakan api) , Amati Karya (tidak berkerja) , Amati Lelungan (tidak bepergian) dan Amati Lelanguan (tidak mencari Hiburan).

Para penjaga keamanan, dalam hal ini pecalang dan unsur yang terlibat lainnya, tidak segan untuk menghimbau kepada masyarakat yang melanggar agar kiranya dapat mematuhi pantangan yang ada di Catur Berata Penyepian.

Jangankan untuk menyalakan pengeras suara atau bepergian keluar rumah, menyalakan api untuk memasak saja saya rasa banyak di antara masyarakat yang takut karena mungkin ada beberapa dari Desa Adat yang menjalankan sangsi ke masyarakatnya bilamana ditemukan pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan Catur Berata Penyepian.

Penjagaan oleh unsur keamanan seperti pecalang dan dari unsur lainnya sepertinya harus dan sangat perlu dilakukan agar pelaksaan Nyepi berjalan dengan hitmat. Bahkan kehitmatan perayaan Nyepi oleh masyarakat Bali juga dipikirkan oleh Pemerintah Provinsi Bali, salah satunya mematikan jaringan Internet untuk masyarakat. Hanya obyek-obyek yang dianggap vital saja yang masih bisa beroperasi.

Mungkin dimatikannya jaringan internet untuk masyarakat adalah salah satu cara pemerintah membantu masyarakat Bali terkusus bagi umat yang menjalankan Catur Berata Penyepian agar kiranya lebih fokus dan khusuk menjalankan perayaan Nyepi.

Selain makna dan arti luas dari perayaan Nyepi yang dilaksanakan setiap satu tahun ini, secara filosofi, sederhanya, perayaan Nyepi adalah menghentikan sejenak rutinitas-rutinitas dan ini menjadi ajang perenungan diri.

Nyepi menjadi proses mengintrofeksi diri sendiri, atau memberikan ruang bagi alam semesta dan mahluk lainnya untuk merasakan kebebasan sehari tanpa gangguan dari kita sebagai manusia.  

Seperti halnya sebuah lagu yang dinyanyikan salah satu band dari Bali, yaitu Navicula, yang mengangkat tema tentang Nyepi yang dilaksanakan di Bali. Salah satu liriknya berbunyi “saat semua semakin cepat Bali berani berhenti dan menyepi”.

Lirik  itu seakan menjadi penegasan bahwa hiruk pikuk rutinitas masyarakat Bali dan kegiatan gemerlap pariwisata Bali yang begitu derasnya dihentikan dengan perayaan hari raya tahunan yang di sebut sebagai Nyepi. Dalam sehari Bali menjadi sepi, menepi, sunyi, hening.

Bali dengan lalu lintas penerbangannya yang menjadi salah satu penerbangan tersibuk di Indonesia, aktifitas bising club malam di Kuta yang hampir setiap hari terdengar, asap kendaraan dan asap pabrik yang ada di Bali yang hampir setiap hari kita hirup, aksi penebangan pohon, itu semua terhenti.

Tetapi membuka pikiran tentang memaknai perayaan Nyepi di era sekarang, memang tidaklah mudah. Jangankan dituntut untuk menjalankan catur berata penyepian, dimatikan sinyal internet saja sebagian dari kita bahkan saya sendiri sudah kalang kabut atau banyak yang kontra dengan kebijakan ini.

Bahkan pada kenyataannya masih banyak sekali di antara kita yang sengaja menjadikan momen hari raya Nyepi menjadi ajang turun ke jalan raya sekedar ingin melepas penat karena seharian di dalam rumah apalagi tanpa adanya jaringan internet.

Tanpa ingin menjadi orang yang dengan keterbatasan ilmu pengetahuan tentang arti Nyepi itu sendiri lalu banyak mengajarkan tentang bagaimana seharusnya menjalani penyepian itu sendiri.

Tetapi,  sebagai umat Hindu yang setiap tahun menjalankan Nyepi, yang kita anggap dan setuju bahwa hari Nyepi adalah hari raya suci, maka bukankah kita harus ikut menyucikan dari hari raya kita ini?

Jika tulisan awal membahas tentang bagaimana toleransi yang terjadi di Bali dan dilakukan oleh umat beraga lain tentang perayaan Nyepi itu sendiri, kita sendiri sebagai masyarakat yang seharusnya menjadi pelaku atau pelaksana dari hari raya Nyepi ini tidak mentaatinya.

jangan salahkan kemudian jika ada peristiwa seperti beberapa tahun silam yang dimana masyarakat yang tidak beragama Hindu mengunggah kegiatan mereka pada saat perayaan Nyepi di media sosial, lalu banyak dari kita masyarakat Hindu menghujat perbuatan tersebut.

Selain fungsi pengawasan dari pecalang, maksud dimatikannya internet adalah untuk mengantisipasi keamanan dan menjaga kekusukan masyarakat agar bisa menjalankan Nyepi.

Yang paling penting adalah bagaimana kita sebagai umat Hindu yang seharusnya menjalankan dan yang dituntut menjadi contoh agar mentaati catur berata penyepian itu sendiri.

Tanpa harus menjadi guru, sebenarnya hal paling simpel yang bisa dilakukan pada saat Nyepi adalah dengan cukup tidak bepergian saja. Jika dirasa keempat pantangan tersebut sangat sulit dijalankan layaknya seperti saya yang tidak kuat puasa , yang masih menyalakan alat elektronik, setidaknya tidak bepergian saja itu menurut saya sudah lebih dari cukup dari pada tidak sama sekali .

Tetapi sekali lagi ini bukan masalah hal paling benar atau paling salah, bukan juga tentang paling baik dan yang lain buruk, bukan tentang menggurui atau tidak, tetapi lebih sederhana dari itu, hanya mengajak lebih membuka diri tentang bagaimana beretika dalam berhari raya .

Etika dalam berhari raya yang dimaksud adalah lebih menghargai hari raya sendiri. Tidak menghujat jika ada yang tidak menghargai hari raya kita jika kita sendiri saja tidak bisa menghargai hari raya kita. Etika dalam berhari raya juga bermaksud lebih bisa memaknai filosofi dari setiap hari raya yang kita jalankan .

Bukan tentang memperdebatkan siapa yang lebih baik dan tidak baik dalam menjalaninya , bukan tentang salah dan benarnya perilaku kita atau orang lain dalam hal memaknai hari raya suci kita . Tetapi lebih sederhana hanya dengan cukup menghormati apa yang kiranya menjadi landasan atau prinsip dasar dari hari raya itu sendiri .

Penjagaan oleh pecalang dan mematikan internet saja tidaklah akan cukup jika di antara kita tidak bisa memaknai dari perayaan hari raya Nyepi. Himbauan tidak menggunakan pengeras suara kepada umat yang beragama muslim yang ingin menjalankan ibadahnya, tidak akan cukup jika kita sendiri sebagai umat yang menjalankan Nyepi tidak memberikan ruang kepada mahluk lain untuk bebas walau sehari saja.

Perayaan Nyepi dan menjalankan catur berata penyepian seharusnya tidak menunggu arahan dari pemerintan atau Desa Adat melalui pecalangnya. Perayaan Nyepi atau sepi sesungguhnya adalah mulai dari hati lalu pikiran berikutnya adalah tindakan kita untuk lebih beretika dalam perayaan yang suci ini.

Kita sebaiknya menjadi pecalang dalam diri kita sendiri. Sehingga kita tak perlu takut pada pecalang desa adat, tapi takut pada diri sendiri. Kita mengawasai diri sendiri. Jika semua warga mengawasai dirinya sendiri, maka Nyepi barangkali tak memerlukan pecalang lagi.

Sebagai penutup, di penggalan lagu Navicula menyebutkan saat semua semakin cepat Bali Berani Berhenti dan menyepi. Sekarang saya akan tambahkan dan ganti menjadi “saat semua semakin cepat, Bali berani Nyepi tanpa pecalang dan wifi”. [T]

Tags: desa adatHari Raya Nyepihindupecalang
Previous Post

Manchika, Jegeg Buleleng 2023: “Everything Happens for A Reason and Everthing is Possible”

Next Post

Menikmati Tiga Peran Berbeda Sebagai Sosok Wanita

I Gede Teddy Setiadi

I Gede Teddy Setiadi

Lahir di Desa Pedawa. Kini tinggal di Singaraja

Next Post
Menikmati Tiga Peran Berbeda Sebagai Sosok Wanita

Menikmati Tiga Peran Berbeda Sebagai Sosok Wanita

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co