MENGIKUTI RITUS TAWUR AGUNG di Prambanan, Jawa Tengah, telah menjadi candu. Tidak hanya soal menyaksikan antusiasme umat di sekitar Jogja dan Jawa Tengah, tapi ini juga soal menyaksikan bagaimana perpaduan budaya hadir di tengah ritus dalam menyambut Hari Suci Nyepi—hari suci yang selalu diperingati umat Hindu tiap tahunnya.
Sama seperti tahun sebelumnya, saya ikut tawur agung di Prambanan pada Selasa, 21 Maret 2023. Saya datang ke Prambanan bersama beberapa teman. Berangkat dari Jakarta menggunakan mobil dan sampai di Jogja dengan waktu tempuh 10 jam. Cukup melelahkan buat saya yang jadi bagian tim sopir lintas provinsi, tapi buat say aitu adalah pengalaman yang menyenangkan.
Saya tiba di tempat upacara sekitar pukul 09.00 WIB, beberapa saat sebelum acara seremonial dimulai. Memasuki bagian depan Candi Roro Jonggrang, umat sudah disambut dengan dua spanduk yang cukup besar. Satu memperlihatkan sosok seorang Yaqut Cholil Qoumas (Gus Men), Menteri Agama RI dan Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Betul saja, ketika saya menoleh ke tenda VIP, saya sudah melihat Gus Men duduk di sebelah Wisnu Bawa Tenaya (WBT), Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat dan terlihat asik bercengkrama, mungkin Pak WBT sedang menceritakan tentang apa itu Nyepi dan rangkaian acaranya.
Namun tidak terlihat Sri Sultan Hamengkubuwono X di sana. Belakangan saya ketahui bahwa Gubernur Jogja diwakili oleh Asisten III Pemprov Jogja. Tak apalah, yang penting pihak Pemprov Jogja sudah memberikan perhatian kepada warga Hindu.
Seremonial Dimulai
Selayaknya acara-acara lain yang tersebar di Indonesia, acara seremonial menjadi agenda wajib di setiap acara. Termasuk Tawur Agung kali ini, apalagi dihadiri langsung oleh Gus Men. Wajib beri panggung dong. Hehe.
IGP Alit Jaya mengawali dengan laporannya sebagai Ketua Panitia Dharma Shanti Nasional. Ia menyebutkan bahwa acara ini dilaksanakan langsung oleh PHDI Jogja serta Pembimas Jogja, ia mengatakan “melalui acara ini diharapkan dapat menegaskan komitmen umat Hindu dalam menjalankan Dharma Agama dan Dharma Negara,”.
Tak lupa ia mengundang umat Hindu yang khususnya berada di wilayah Jabodetabek untuk hadir dalam acara Dharma Shanti Nasional pada Minggu, 14 Mei 2023 di Gedung Pertemuan Balai Samudra, Jakarta.
Aksi seni pada upacara tawur agung di Prambanan
Tiba waktunya Sri Sultan Hamengkubuwono X menyampaikan sambutan. Sambutan dibacakan langsung oleh Asisten III, dan tak lupa menyampaikan permohonan maaf atas ketidakhadiran sang Gubernur dalam acara tersebut.
Dalam sambutannya, ia menyebut hari-hari suci keagamaan di Indonesia adalah sebuah keistimewaan, termasuk Nyepi di dalamnya. Ia juga menyebut Nyepi sebagai waktu yang tepat untuk melakukan refleksi diri atau mulat sarira.
Hari Suci Nyepi adalah waktu untuk membasuh pelataran bumi agar dapat mencapai kondisi Memayu Hayuning Bawona, yang diartikan sebagai laku hidup manusia menuju keselamatan dan kebahagiaan manusia.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, kali ini Gus Men hadir di tengah-tengah kebahagiaan umat Hindu menyambut Hari Suci Nyepi. Lewat Nyepi, ia berharap agar umat Hindu ikut berkontribusi atas terciptanya kedamaian dan ketentraman bangsa dan negara.
Menurutnya, Nyepi adalah momentum yang tepat untuk berkontemplasi, instropeksi, mengenal tata laku yang dilakukan di tahun sebelumnya dan mencoba meningkatkan kualitas diri setelahnya.
Ada satu yang paling menarik buat saya dari pernyataan Gus Men. Ia menegaskan kepada seluruh umat yang hadir untuk jangan sekali-sekali menggunakan agama dalam kepentingan-kepentingan politik (politik identitas).
Pesan itu sangat wajar disampaikan, mengingat Indonesia sudah memasuki tahun politik, dan agama kerap kali menjadi alat bagi para politisi untuk mencapai tujuannya dalam politik. Salah satu aktor politik identitas yang terkenal dari Bali juga kebetulan hadir pada acara itu. Tak perlu saya sebutkan, tebakan kalian pasti benar. Hahaha.
Parade Budaya Akhirnya Kembali
Secara jumlah umat yang hadir, tentu tahun ini jauh lebih banyak tinimbang tahun sebelumnya. Tapi selain itu, dalam ritus kali ini, penyelenggara kembali menyelenggarakan parade budaya yang melibatkan banyak pihak, khususnya anak muda.
Jika tahun lalu Tawur Agung Kasanga hanya menghadirkan satu Gunungan, tahun ini menghadirkan tiga Gunungan dengan ukuran yang lebih besar.
Gunungan sendiri merupakan tumpukan buah dan sayuran (intinya hasil bumi) yang disusun menyerupai sebuah gunung. Berisi pelbagai buah dan sayuran, dan dimakan bersama setelah dihaturkan kepada Tuhan. Namun untuk mendapatkan bagian buah atau sayuran ini, memerlukan usaha cukup tinggi, karena saya harus rebutan dengan umat lainnya, hal ini dalam tradisi Jawa disebut dengan Krebekan.
Tidak hanya Gunungan. Beberapa Ogoh-Ogoh pun meramaikan parade budaya. Mulai dari Ogoh-Ogoh berukuran kecil yang diarak oleh anak-anak, hingga berukuran besar. Ogoh-Ogoh ini rata-rata merupakan karya dari komunitas mahasiswa Hindu yang tersebar di pelbagai Kampus di Jogja dan sekitarnya.
Ada yang dibuat oleh komunitas mahasiswa Hindu Universitas Gadjah Mada (UGM), komunitas mahasiswa Hindu dari Sumatera, dan lainnya. Meski karyanya tidak banyak, tetapi hadirnya beberapa Ogoh-Ogoh dalam parade budaya ini sedikit mengisi kerinduan saya dengan Bali.
Nyepi Kali Ini Menekankan Pada Dharma Agama dan Dharma Negara
Saya merasa perlu untuk menyampaikan tema perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1945. Dalam laporannya, IGP Alit Jaya yang merupakan Ketua Panitia Dharma Shanti Nasional menyebutkan bahwa tahun ini Dharma Shanti Nasional mengusung tema “Melalui Dharma Agama dan Dharma Negara Kita Sukseskan Pesta Demokrasi”. Tentu menarik untuk membahas secara lebih mendalam, mengapa panitia memilih untuk mengusung tema ini.
Ogoh-ogoh pada upacara tawur agung di Prambanan
Dalam kesempatan berbeda, saya berkesempatan untuk berbincang dengan Sekretaris Umum PHDI Pusat, I Ketut Budiasa, saya akrab memanggilnya Bli Budi. Mengingat ia juga senior saya di Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), pernah menjadi Presidium PP KMHDI periode 1999-2001.
Ia menyebutkan bahwa majelis tinggi agama Hindu tersebut mengharapkan agar momentum Hari Suci Nyepi dapat dijadikan ajang refleksi diri, ajang berkontemplasi dengan menjalankan Catur Brata Penyepian—Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan.
Selain melakukan koreksi diri dan menjalankan Catur Brata Penyepian sebagai jalan melaksanakan Dharma Agama, umat Hindu juga diharapkan dapat menularkan vibrasi positif tersebut keluar diri. Salah satunya adalah ikut bersama-sama menyukseskan pesta demokrasi yang akan diselenggarakan 14 Februari 2024. Bagaimana caranya? Seperti yang dikatakan Gus Men dalam sambutannya, jangan sampai agama dijadikan komoditas dalam pelbagai kepentingan politik.
Bli Budi juga menegaskan, umat Hindu jangan sampai terjebak dalam politik identitas yang kemungkinan besar akan digunakan oleh para politisi guna mencapai tujuan-tujuan politiknya. Umat harus belajar dari pelbagai pengalaman sebelumnya. Politik identitas hanya menimbulkan polarisasi yang begitu tajam, kemudian dampaknya hanya dirasakan oleh rakyat biasa, sedangkan di lain tempat, justru elit-lah yang memetik hasil dari penggunaan politik identitas tersebut.
Nyepi Tahun Baru Saka 1945 buat saya menjadi Nyepi terbaik sampai hari ini. Tidak hanya kembali berkesempatan menyaksikan perpaduan budaya yang indah di tempat yang indah pula, saya juga berkesempatan menjalani Catur Brata Penyepian jauh lebih baik dari tahun sebelumnya.
Itulah pengalaman saya soal Nyepi tahun ini, bagaimana pengalaman kalian? [T]