O iya, Ndul, kemarin saat dirimu menyampaikan masalahmu, responku hanya tertawa. Selanjutnya dirimu marah, kesal dan semacamnya. Mencoba untuk menjauh dan aku hanya bilang, “Silahkan, tapi kalau sudah cukup waktumu meluapkan emosimu bilang-bilang ya!”
Hey, Ndul. Bukan maksud meremehkan, menganggap enteng masalahmu. Membiarkanmu berjarak padaku, bukan berarti aku tidak peduli. Aku hanya memberikan ruang meluapkan ekspresimu. Tapi baiklah jika dengan berjarak-mu itu adalah respon terbaik untukku, tidak masalah.
Jika akhirnya kamu pergi dan menghilang, berarti tugasku untuk berkenalan dan berproses denganmu telah selesai. Sesimpel itu, Ndul.
Aku sudah mafhum, manusia akan berkumpul dengan yang punya ide dan visi yang sama to? Manusia akan datang dan pergi sesuai selera masing-masing to? Tidak ada kapasitasku untuk menahan, memaksa tidak pergi, Ndul. Berarti ‘bahan’ untuk berbagi dariku mungkin sudah habis, tidak memenuhi kebutuhanmu. Dirimu akan pergi mencari ‘bahan’ yang dirimu perlukan untuk proses tumbuh-mu. Betul begitu to, Ndul?
Ndul, saat dirimu berkeluh kesah masalahmu dan responku tertawa, ada dua makna, Ndul.
Pertama, kisahmu menarik. Kok menarik to? Pertanyaanmu akan begitu kan? Begini, Ndul, Tuhan sedang punya maksud apa atas dirimu, Ndul, hingga Tuhan pilih dirimu untuk menghadapi masalah itu? Dirimu akan diberi apa sama Tuhan, saat dirimu mampu menyelesaikan masalah, pastinya dirimu akan diberi reward sama Tuhan.
Dirimu sedang diproyeksikan sama Tuhan untuk naik satu level lagi, bukan begitu, Ndul?
Aku tertawa bahagia sekaligus iri, Ndul.Pastinya Tuhan tidak akan memberikan masalah pada pundak yang salah to? Selain itu, Ndul, masalah yang datang padamu, mungkin Tuhan sedang ingin menyapamu to? Kkangen denganmu, Ndul. Mungkin baiknya saat aku tertawa, dirimu juga ikut tertawa, Ndul, sembari jumawa, ‘merasa’ lebih besar atas masalah yang sedang dirimu hadapi.
Dirimu punya bekingan Tuhan atas masalah yang dirimu hadapi dari Tuhan. Artinya dirimu akan mampu melewati masalah itu. Gimana ndul, jika demikian menarik bukan?
Dan kedua, Ndul. Mengapa dirimu malah bercerita masalahmu kepadaku, Ndul? Terkadang, tidak selesai juga masalah yang dirimu sampaikan kepadaku. Aku tidak cukup mampu untuk menyelesaikan masalahmu, Ndul. Aku heran, Ndul, Tuhan sedang punya maksud apa, hingga dirimu dengan masalah yang begitu besar (versimu) datang padaku. Ha? Coba, kasih tahu, Ndul. Tuhan sedang punya maksud apa kepadaku?
Bercerita kepadaku, mungkin dirimu hanya membutuhkan tempat untuk membuang beban. Hanya sekadar melampiaskan emosi yang dirimu rasakan. Dirimu butuh pegangan, mencari manusia di pihakmu untuk tetap stabil. Dan akhirnya aku meluangkan waktu untuk menjadi tempat nyamanmu berbagi kisah.
Aku tidak masalah, Ndul, dijadikan ‘tempat pembuangan’ kisahmu, tapi aku berpikir serius lhoo, Ndul. Tuhan sedang punya maksud apa dalam kisah yang tersampaikan kepadaku. Atau, jangan-jangan Tuhan menyapaku lewat dirimu yang datang kepadaku ya, Ndul?
Begini Ndul. Saat dirimu berbagi kisah kepadaku, artinya aku sedang diberi pelajaran tanpa harus mengalami. Aku menjadi orang ketiga dari pengalamanmu, Ndul. Meskipun aku sudah banyak merasakan asam garam kehidupan. Tapi masih saja ada yang belum tercicipi. Eh ini, dirimu malah sudah mencicipi asam garam kehidupan yang belum aku cicipi.
Bagaimana mungkin aku tidak overthinking untuk memikirkan, Tuhan sedang mau tunjukkan apa kepadaku, bukankah begitu, Ndul?
Ya kurang lebih begitu, Ndul. Obrolan kita beberapa waktu lalu membahas sesuatu yang esensial, tidak mungkin aku akan merespon tertawa pada sembarang orang.
Menurutku merespon dengan tertawa bentuk keakraban, mengajakmu dalam mencari sudut pandang yang lain, berselancar dalam gelombang masalah. Aku mendapatkan pelajaran itu dari pelatih fulsalku, saat tim kami tertinggal 0-3 di babak pertama dalam sebuah tournament.
Kami tidak dimarahi oleh pelatih. Tapi kami dipaksa tertawa, Ndul. Mengherankan memang. Akhirnya kami tertawa terbahak-bahak lepas, melepas beban makian hinaan dari suporter dan beban fikir. Alhasil dibabak kedua, kami mampu melewati babak kedua dengan menyenangkan. Mengakhiri pertandingan dengan kemenangan. Itu pelajaran penting, Ndul, bagiku.
Atau begini saja, Ndul. Jika dengan tertawa membuatmu tersinggung, coba ajarkan aku untuk bersikap lebih sopan. Setidaknya terlihat bersimpati, atau bersikap formalitas yang diterapkan kebanyakan orang. Tapi jangan memaksa. Bagaimana, Ndul? [T]